Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
58
Penayangan
5
Bab

Status menjadi penghalang hubungan Karina dan Diego. Diego yang kaya raya bersanding dengan Karina yang hanya anak asisten rumah tangga. Mereka sengaja menyembunyikan hubungan mereka dari semua orang. Saat berdua mereka memang sepasang kekasih. Tapi ketika di depan orang lain, mereka bukan siapa-siapa. Bagaikan dua orang asing yang tidak saling mengenal. Bagaimana hubungan mereka berdua kedepannya. Apakah terus bersama atau hanya sementara.

Bab 1 Satu.

"Karin... Bunda berangkat dulu..." Ujar Bunda Karin.

Karin yang sedang ada di kamar langsung berlari ke luar.

"Iya Bunda hati-hati ya...." Ucapnya dengan menyalami tangan Bunda nya.

"Kamu juga, cepat sarapan terus berangkat sekolah. Nanti telat..." Peringat Bunda Karin.

Karin menganggukkan kepalanya.

Setelah itu Bunda nya langsung pergi kerja.

Karin menatap punggung Bunda nya yang perlahan menjauh.

Pagi-pagi seperti ini Bundanya sudah pergi kerja. Banting tulang demi menghidupi keluarga mereka.

Bundanya kerja sebagai asisten rumah tangga. Yang pergi pagi dan malam baru pulang.

Karin sedih kalau melihat Bunda nya, yang mati-matian cari uang untuk menghidupi dia dan kakaknya.

Ayah nya sudah lama meninggal, dari dia masih kecil.

Sementara kakak laki-lakinya, sama sekali tidak membantu. Kerjanya cuma mabuk-mabukan, terus minta uang ke Bunda nya. Dan kalau nggak di kasih, kakaknya itu akan memukuli dia dan Bundanya.

Karin kadang merasa, hidup ini nggak adil buat dia dan Bundanya.

"Bunda tenang aja, Karin janji akan jadi orang sukses. Biar bisa bahagian Bunda..." Ujar Karin lirih dengan menghapus air matanya.

Pokoknya Karin harus jadi orang sukses, biar bisa bikin Bunda nya bangga.

Karin juga mau beliin apapun yang Bundanya mau.

****

"Panas banget..." Ucap Karin dengan mengelap keringat yang ada di dahinya.

Karin terpaksa jalan kaki menuju sekolahnya, karena sepedanya rusak.

Mau naik angkot, sayang uangnya. Jadi dia memilih jalan kaki saja.

Walau jarak rumahnya dan sekolah nya lumayan jauh.

"Semangat.... Semangat..." Ucapnya menyemangati diri sendiri.

Karin mempercepat jalan nya, biar cepat sampai.

Setelah berjalan lumayan jauh akhirnya Karin tiba di sekolahnya.

"Pagi Pak..." Sapa Karin, kepada pak satpam di sekolahnya.

"Pagi...." Sapa pak Satpam itu balik.

"Pak, boleh nggak Karin minta air minumnya..." Ujar Karin sedikit tidak enak.

Tapi mau bagaimana lagi cuma di sini dia bisa dapat air minum gratis.

Sebenarnya tadi Karin bawa minum dari rumah. Cuma udah habis dia minum di jalan tadi.

"Boleh dong, nih ambil aja..." Ucap Pak satpam itu ramah.

"Lain kali kalau airnya habis, minta aja di sini..." Suruh Satpam itu lagi.

Karin menganggukkan kepalanya.

"Iya pak..." Ucap Karin dengan mengisi botol nya dengan air sampai penuh.

Satpam sekolahnya baik ternyata.

"Neng Karin, dapat beasiswa sekolah di sini?" Tanya Satpam itu.

Karin pun duduk di salah satu kursi di dalam pos Satpam.

Mumpung belum masuk Karin masih bisa ngobrol dulu di sini.

"Iya pak, Karin dapat beasiswa di sini..." Ucap Karin.

Karin bersyukur banget, bisa dapat beasiswa di sekolah ini.

SMA ALEXANDRIA, salah satu SMA paling elit di kota ini.

Butuh perjuangan banget sampai dia bisa dapat beasiswa di sini.

"Neng harus hati-hati, kadang anak-anak di sini suka bully, anak-anak yang dapat beasiswa. Intinya jangan cari masalah aja sama mereka..." Peringat Satpam itu.

Karin mengangguk mengerti, dia disini juga cuma mau sekolah bukan cari ribut.

Setidak nya dengan dapat beasiswa, dia bisa meringankan beban Bundanya.

Dari pertama Karin di terima di sekolah ini. Karin sudah tau resikonya.

Lingkungan nya sangat berbeda dengan dia.

Di sini isinya anak orang kaya semua, dari anak pejabat, pengusaha dan lainnya.

Bahkan di parkiran aja, udah kayak showroom mobil. Mana mobilnya mewah-mewah lagi.

Cuma Karin yang datang naik sepeda.

"Ya udah pak kalau gitu, Karin permisi dulu ya, makasih airnya..." Pamit Karin.

"Iya Neng, nanti kalau airnya habis ambil aja lagi..." Ucap Satpam itu.

Karin menganggukkan kepalanya. Dia pun segera pergi dari sana. Sebentar lagi bel masuk berbunyi.

Karin masuk ke dalam kelasnya. Semua orang menatap ke arahnya.

Ada yang menatap nya tidak suka, ada juga yang menatap nya seperti menilai penampilan nya.

Mereka memperhatikan Karin dari atas sampai bawah.

Karin ikut memperhatikan bajunya.

Nggak ada apa-apa, semuanya baik-baik aja.

Rok nya Rapi, sepatunya juga. Rambutnya dia ikat satu. Bajunya juga rapi.

Tidak mau ambil pusing, Karin langsung melangkah ke bangkunya.

"Gendis..." Panggilnya, ke teman sebangkunya.

"Karin..." Ujar Gendis senang.

"Untunglah kamu dateng, dari tadi aku sendirian. Nggak enak tau..." Keluh Gendis.

"Iya tadi aku, minta minum dulu, di pos Satpam..." Ucap Karin.

Dengan duduk di sebelah Gendis.

Karin bersyukur bisa kenal Gendis. Mereka sama-sama dapat beasiswa dan di sekolah ini cuma Gendis yang mau temenan dengan dia.

Sedangkan yang lain. Walaupun mereka sekelas bahkan Karin nggak tau nama mereka.

Mereka juga sepertinya tidak mau berteman dengan Karin.

"Kamu bawa bekel?" Tanya Gendis.

Karin menganggukkan kepalanya.

"Nanti kita makan di kelas aja, udah itu nanti kita keliling sekolahan buat liat-liat..." Ajak Gendis.

"Oke..." Jawab Karin.

Karin memang belum keliling dan lihat-lihat sekolah ini.

Apalagi pas MOS kemarin Karin nggak masuk, karena sakit.

Tapi kata Gendis untunglah Karin nggak masuk, karena OSIS nya galak-galak katanya.

"Kayaknya, orang-orang nggak suka deh sama kita..." Ucap Gendis.

"Biarin aja lah, yang pentingkan kita nggak ganggu mereka..." Ucap Karin santai.

Gendis mengangguk setuju.

"Tapi nanti kalau mereka yang ganggu kita gimana" Tanya Gendis lagi.

"Ya kita lawan lah, selagi kita nggak salah..." Ujar Karin.

Bunda Karin selalu bilang. Walaupun kita orang susah, tapi jangan mau di injak-injak sama orang lain.

Pokoknya selagi kita nggak salah ya lawan aja.

Kalau kita diem orang-orang semakin seenaknya sama kita.

"Gini banget ya Rin, sekolah di tempat orang kaya..." Keluh Gendis.

"Hush, nggak boleh gitu. Harusnya kamu bersyukur karena bisa sekolah di sini..." Ucap Karin.

Ya walaupun Karin juga sempat khawatir sih. Tapi ya mau gimana lagi, yang penting dia sekolah.

Apalagi kesempatan kan nggak datang dua kali, bisa sekolah di sekolahan yang bagus dan punya pasilitas yang bagus juga.

Yang penting sekarang dia tetap harus fokus belajar, supaya nilainya nggak turun. Dan beasiswa nya nggak di cabut.

"Baru awal ini, masih tiga tahun lagi kita di sini..." Ucap Karin ke Gendis.

"Iya bener kata kamu, yang penting kita nggak ganggu mereka..." Ucap Gendis.

Karin menganggukkan kepalanya.

"Selagi mereka nggak keterlaluan ya diemin aja, toh selama ini juga mereka nggak ganggu kita kan..." Ucap Karin.

Sudah seminggu Karin sekolah di sini, tapi dia nggak pernah di ganggu. Paling cuma di sinisin aja, itu masih wajar menurut Karin.

Selagi mereka nggak mukul, ya udah biarin aja tidak usah di pedulikan.

Tak lama bel pun berbunyi, guru pun sudah masuk ke kelas. Pelajaran pun segera di mulai.

Karin dan Gendis langsung fokus belajar.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku