Cinta yang Tersulut Kembali
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Mantanku yang Berhati Dingin Menuntut Pernikahan
Cinta di Jalur Cepat
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Jangan Main-Main Dengan Dia
Aku Jauh di Luar Jangkauanmu
Gairah Liar Pembantu Lugu
Balas Dendam Manis Sang Ratu Miliarder
Suamiku Ternyata Adalah Bosku
Kurang apalagi coba. Punya orang tua, punya adik kembar dan ditambah lagi dengan harta berlimpah. Setidaknya ia bisa memiliki yang namanya kebahagiaan dunia. Ya ... itu menurut semua orang yang beranggapan tentang dirinya. Tapi sebenarnya ia tak sebahagia itu. Karena sampai saat ini, masalah hati, ia masih kalah. Meskipun banyak wanita yang berminat untuk menjadi pendampingnya, tetap saja menurutnya belum ada yang cocok.
Arland bisa dibilang fotokopi 100% dari Alvin, papanya. Sikapnya dingin jika sedang serius, meskipun dia selalu serius di setiap waktu.
Seperti hari-hari biasanya. Pekerjaan membuat tak ada ruang untuk meliburkan diri. Lebih tepatnya, sengaja tak libur.
"Pagi," sapanya pada Alvin dan Kim yang saat itu sudah berada di meja makan.
"Kamu mau ke kantor?" tanya Kim melihat penampilan putranya yang sudah rapi dengan setelan kantor.
"Iya, Ma," jawab Arland yang langsung duduk di kursi.
"Berkas-berkas semalam sudah selesai, kan?" Giliran Alvin, papanya yang bertanya.
"Sudah, Pa."
"Hari ini nggak ada jadwal ke Rumah Sakit?"
"Ntar, agak siangan, Ma," jawabnya singkat.
Tipenya adalah satu jawaban untuk satu pertanyaan. Jadi, jangan berharap kalau ia akan menambah penjelasan pada jawabannya.
Baru saja ia akan menikmati roti tawar dengan selai kacang ... bahkan makanan itu sudah ada di depan mulutnya, tiba-tiba terhenti saat mendengar suara kehebohan diiringi langkah kaki berlarian dari lantai atas. Napsu makannya hilang seketika dan menaruh kembali makanan itu di piring.
"Kenapa nggak dimakan?" tanya Kim.
"Tiba-tiba saja aku jadi kenyang," jawabnya sambil bersandar di kursi dengan kedua tangannya berada di saku celananya.
Benar saja feeling-nya. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba dua makhluk imut nan menggemaskan datang sambil berlarian. Mereka adalah saudari kembarnya ... Lauren dan Lhinzy.
"Pagi Ma, Pa ... pagi Kakak tersayang," sapa keduanya sambil duduk di kursi masing-masing.
"Kalian berdua meributkan apalagi?" tanya Alvin yang sedang membaca koran.
"Kami tidak ribut ... benar, kan, Zy?" Lauren mengarahkan pandangannya kearah saudarinya yang ada di sebelahnya.
"Iya, tidak ribut. Kami hanya bingung mau memakai jepitan rambut yang mana? Soalnya semuanya bagus," jelas Lauren sambil meneguk susu coklat miliknya hingga habis tak tersisa.
"Dan nggak mungkin juga kalau kami akan memakai semuanya sekaligus. Sungguh-sungguh tidak mungkin," tambah Lhinzy lagi dengan gaya bicaranya yang dibuat se-drama mungkin.
"Ya ... itu semua salah Mama," tunjuk Lauren pada Kim.
Kim memasang wajah heran saat telunjuk itu mengarah lurus padanya. "Loh, kok malah Mama yang disalahin?"
"Kenapa Mama membelikan jepitan itu semua sekaligus? Kan kami bingung mau pake yang mana terlebih dahulu."
Mendengar jawaban dari anak-anaknya, membuat Alvin malah tersenyum. Mempermasalahkan jepitan rambut saja tingkah mereka sudah heboh seperti gagal tender.
"Sudah ... kalian berdua ribut terus, kapan mau berangkatnya ini," lerai Arland menghentikan perdebatan antara adik dan juga mamanya yang kalau dibiarkan akan semakin panjang tak akan ada ujungnya.
"Oke, kita sarapan dulu," balas Lhinzy yang langsung melahap nasi goreng kesukaannya, begitupun dengan Lauren.
"Kenapa Kakak nggak sarapan?" tanya Lauren pada Arland yang sibuk dengan ponsel di tangannya.
"Kenyang," jawabnya singkat. Tapi tak mengubah fokusnya dari layar ponsel.
"Kan sarapannya belum dimakan, kok bisa kenyang, sih?" tanya Lhinzy menyambung.
"Aku kenyang mendengar omongan kalian berdua," balas Arland.
"Emang omongan bisa dimakan, ya, Kak?" tanya Lhinzy menatap ke arah Arland dengan tampang cengonya.
"Makan omongan bisa kenyang, ya, Kak?" Lauren ikut-ikutan bertanya.
Bukannya mendapatkan jawaban dari pertanyaan yang barusan ditanyakan, mereka berdua malah mendapatkan tatapan membunuh dari Arland.
"Oke ... nggak usah dijawab, Kak," Lauren kembali melanjutkan makan.
"Nanti Kakak nggak kuat," tambah Lhinzy.
Sebenarnya saat mendengar ocehan kedua putri kembarnya itu, Alvin ingin sekali tertawa. Tapi, ia coba untuk menahan. Takutnya Arland malah kesal.
Punya adik dua sekaligus, dan kecerewetannya bisa dibilang sama persis, itu rasanya sesuatu banget. Apalagi kalau dua-duanya ngoceh sekaligus, itu makin parah. Kalau lagi berdua, mereka akan semakin kuat memberondongi kita dengan pertanyaan-pertanyaan yang kadang jawabannya bisa di bilang sulit. Berdebat sama mereka berdua, itu bagaikan berdebat sama Kim, mamanya. Karna nggak akan pernah mengalah, meskipun sudah terbukti salah.
Omongan mereka bisa di bilang kayak bikin cerita. Yang satu bicara, yang satu nyambung lagi dan begitu seterusnya. Hingga bisa bikin satu novel.
"Siapa yang nganterin kami berdua ke Sekolah?" tanya keduanya melemparkan pandangan pada Alvin dan Arland secara bergantian setelah selesai sarapan.
"Hari ini kalian berdua berangkat bareng Kakak," jawab Arland.
"Kenapa bukan Papa?" komentar Lauren.
"Soalnya Papa sama Mama mau pergi dulu," jawab Alvin.
"Papa sama Mama jahat, ya ... kalau pergi-pergi kita berdua pasti selalu nggak diajak," celoteh Lauren saat pamit pada kedua orang tuanya.
"Sayang ... Papa bukannya jahat. Masa iya kalian berdua ngikut ke acaranya orang tua."
"Kalau Kakak ada acara, nanti ajak kita berdua, ya?" ujar Lauren tertuju pada Arland.
"Iya ... Kakak kan masih muda, jadi kita boleh kan ikut sama Kakak?"
"Kakak nggak ada acara apapun . Jadi sebaiknya kita semua berangkat. Karna Kakak nggak mau telat ke kantor gara-gara ngedengerin obrolan kalian dulu. Oke."
"Oke," jawab keduanya berbarengan.
"Hati-hati, ya," pesan Kim pada ketiga buah hatinya.
"Iya, Ma."
Jadilah, pagi ini Arland mengantar adik-adiknya dulu ke Sekolah sebelum menuju kantor, di karenakan papanya tak bisa mengantar. Minta supir but nganterin, malah mereka yang nggak mau.
"Belajar yang rajin, ya? Jangan main-main. Buat hari ini, siapa yang dapat nilai 100 Kakak kasih hadiah," ujar Arland saat sampai di depan gerbang Sekolah.
"Beneran, Kak?"
"Iya," jawabnya. "Ya sudah, sana masuk," suruhnya.
"Bye ... Kak," pamit mereka bergantian turun dari mobil.
Setelah mengantar Lauren dan Lhinzy, barulah ia lanjut menuju kantor. Di saat perjalanan menuju ke kantor, karena masih sibuk dengan ponsel di tangannya, tiba-tiba tak sengaja ia malah menabrak sebuah mobil yang terparkir di pinggir jalan.
"Astaga," gumamnya merasa bersalah dengan ketoledorannya yang masih sibuk dengan panel saat menyetir mobil.