Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Sang Pemuas
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Suara sepatu pantopel melengking ke seluruh penjuru lorong sebuah perusahaan. Seorang pria tampan dengan tubuh yang atletis memakai jas yang sempurna melekat pada tubuhnya. Kakinya yang tinggi semampai. Tak mengurangi karisma yang terpancar dari wajah sempurna miliknya. Matanya yang tidak sipit juga tidak bulat. Alisnya yang tebal bak pangeran arab. Hidung mancungnya serta bibir pink merona tanpa lipstik sekali pun. Kulitnya yang putih seperti vampir. Dagunya yang lancip dilengkapi tulang rahang yang menonjol seksi.
Bahunya yang lebar serta lengan yang menggoda. Terlihat urat kekar memenuhi tangan besarnya. Rambutnya yang hitam pekat dengan poni yang menjulang ke atas. Pesonanya menyihir semua insan, baik wanita maupun pria. Wibawanya di setiap langkah yang ia ambil menggetarkan seluruh hati semua yang melihatnya.
Wildan Kusuma atau lebih dikenal dengan sebutan Mr. Wil, usianya yang beranjak empat puluh tahun tak membuatnya terburu dalam mencari pasangan. Meski semua gunjang-ganjing terus menghampiri dirinya. Bahkan para tetua yang tak henti menjodohkan dirinya. Mr. Wil tak pernah goyah akan hatinya yang entah sejak kapan tak pernah terisi oleh wanita mana pun. Ia hanya fokus pada pekerjaannya dan mengejar kesuksesan.
Terlihat sekretarisnya terburu menekan tombol lift. Ia pun menunduk memberikan jalan pada Mr. Wil untuk masuk terlebih dahulu. Semua pegawai yang sudah sejak tadi mengantri, tak ada satu pun yang berani untuk ikut masuk ke dalam lift. Dan membiarkan Mr. Wil dan sekretarisnya menaiki lift tersebut. Sesampainya di lantai utama, Rafida sekretaris Mr. Wil membukakan pintu ruangan Mr. Wil. Mr. Wil pun duduk di kursi singgasananya dengan gaya yang berwibawa. Di mejanya sudah menumpuk beberapa dokumen yang menunggu persetujuan dirinya.
"Mr. Wil hari ini anda ada meeting dengan ketua grup Wing pukul sepuluh pagi, dan pertemuan dengan Mr. Stuart untuk membicarakan perpanjangan kontrak dengan perusahaannya pada pukul dua belas siang. Setelah itu pukul dua siang, Anda mendapatkan undangan pembukaan kafe terbaru putri pemimpin grup Jaya Abadi. Dan pukul enam sore, keluarga besar anda meminta anda untuk hadir pada pertemuan keluarga. Penting," ucap Rafida membicarakan jadwal Mr. Wil hari itu.
"Haah ... Kenapa padat sekali? Bukan kah hari ini adalah hari rabu?" ucap Mr. Wil menatap ponselnya.
"Benar Mr. Wil, jadwalnya anda untuk mendatangi teman anda. Sayangnya jadwal hari ini sangat penting sehingga tidak mungkin untuk meluangkan sedikit waktu untuk teman anda itu."
"Ya ampun, bahkan untuk menemuinya yang sudah tiga hari berada di Indonesia saja aku tetap tidak bisa. Ah ... bagaimana jika jadwal pertemuan dengan keluarga kau tunda saja. Jam lima sore saya akan menemui teman saya itu," ucap Mr. Wil dengan senangnya.
"Tidak bisa, anda sudah berkali-kali menunda pertemuan keluarga. Bahkan ini adalah undangan yang ke lima kalinya," sergah Rafida.
"Kalau begitu tinggal ditunda lagi saja bukan? Semua sudah saya tanda tangan kecuali yang ini, bilang pada Wisnu untuk menemui saya pukul empat sore. Saya pikir saya harus memberitahukan letak kesalahannya langsung."
Mr. Wil beranjak dari tempat duduknya dan kembali berjalan keluar ruangannya. Rafida menghela napasnya karena sikap angkuh serta semena-mena Mr. Wil pada jadwal yang sudah susah payah Rafida atur.
"Baik Mr. Wil," jawab Rafida pasrah.
Siang harinya, Rafida sudah berada di kantin bersama rekan kantornya untuk makan siang.
"Ah ... haruskah aku keluar saja?" keluh Rafida saat jam makan siang. Ia menaruh kepalanya di atas meja kantin. Wajahnya terlihat sangat kusam.
"Apa yang membuatmu begitu sangat tua?" tegur Said yang kebetulan teman semasa kuliahnya.
"Aku ingin keluar saja, aku akan buat surat pengunduran diriku Said," ucap Rafida putus asa.
"Memangnya kamu sudah berapa lama menjadi sekretaris dari Mr. Wilmu itu hah?"
"Tiga tahun ... Dan ini sangat sulit serta menyiksa."
Kling!
Suara pesan ponsel Rafida membuat Rafida terperanjat terkejut. Ia melotot kan matanya dan mengacak rambut panjangnya pusing.
"Apa? Apa? Kenapa kamu begitu terlihat frustasi?" tanya Said bingung dan panik.
"Para orangtua itu, terus saja memaksaku untuk ikut dengan mereka," jawab Rafida lemas.
"Kemana?"
***
"Kemana?" tanya Mr. Wil saat Rafida meminta ijin untuk cuti setengah hari.
"Acara keluarga Mister Dan saya tidak bisa menolak permintaan mereka. Hanya hari ini, sungguh," jelas Rafida penuh harap.