/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
Aku Kaindra, pria 32 tahun yang dulunya hanyalah seorang karyawan biasa di perusahaan besar milik Desmond Wijaya. Empat tahun lalu, hidupku berubah drastis. Pak Desmond, bos sekaligus ayah mertuaku, memperkenalkanku kepada putri tunggalnya, Tanika. Saat itu aku sudah mulai meniti karier di perusahaan beliau, bekerja keras hingga aku diakui sebagai salah satu aset perusahaan. Mungkin itu yang membuat Pak Desmond melihatku sebagai pasangan yang cocok untuk Tanika.
Tanika, di mataku waktu itu, adalah wanita yang berbeda dari kebanyakan. Dia anggun, ceria, menarik meski sedikit tertutup, dan memiliki aura yang sulit dijelaskan—seperti seseorang yang menyimpan banyak cerita di balik senyumnya. Aku, yang awalnya hanya merasa beruntung dikenalkan pada putri bos, perlahan benar-benar jatuh cinta.
Namun, selama masa perkenalan itu, aku mulai melihat sisi lain Tanika. Dia bukan wanita yang biasa mengurus bisnis atau tertarik dengan pekerjaan seperti ayahnya. Sebaliknya, dia lebih menyukai gaya hidup bebas bersama teman-teman sosialitanya. Ketika aku sedang bekerja keras di kantor, Tanika lebih sering terlihat di acara-acara brunch mewah atau foto-foto di tempat yang instagramable. Tapi aku tak pernah mempermasalahkan itu. Bukankah setiap orang punya dunianya sendiri?
Segala keraguan yang ada seolah sirna setelah kami pacaran selama setahun dan kami memutuskan untuk menikah. Pak Desmond terlihat sangat bahagia saat kami memberi kabar itu. Aku yakin beliau berpikir pernikahan kami adalah langkah besar karena melihat potensiku yang bisa meneruskan warisan bisnisnya. Aku tak tahu apa yang sebenarnya Tanika rasakan, tapi aku sendiri benar-benar percaya bahwa pernikahan ini akan membahagiakan kami berdua.
Beberapa hari sebelum hari besar itu, aku mengalami kejadian yang sulit kulupakan. Aku tak sengaja melihat Tanika di sebuah mall, bersama seorang pria yang tak kukenal. Awalnya aku pikir itu hanya teman biasa, tapi saat mereka berbincang di kafe, aku melihat tangan mereka saling menggenggam. Bahkan Tanika menangis, dan pria itu mencoba menenangkannya dengan menyentuh wajahnya.
Hatiku rasanya jatuh ke lantai. Aku ingin menghampiri mereka, ingin menanyakan apa yang sedang terjadi. Tapi aku hanya berdiri di kejauhan, mengamati, dan mengambil foto mereka dengan ponselku. Aku menyimpan foto itu di galeri tanpa tahu apa yang harus kulakukan. Malam itu aku pulang dengan pikiran bercampur aduk. Apakah ini hanya salah paham? Atau apakah Tanika sebenarnya menyembunyikan sesuatu?
Aku memilih untuk diam. Aku tidak pernah menanyakan hal itu pada Tanika, tidak pernah mengungkitnya. Dalam pikiranku, aku ingin percaya bahwa hubungan kami lebih kuat daripada hal-hal kecil yang mungkin terjadi di masa lalu. Lagipula, aku berpikir, pernikahan kami akan menjadi awal baru yang indah, bukan?
Hari itu aku meyakinkan diriku sendiri bahwa aku mencintai Tanika. Bahwa dia juga mencintaiku. Dan dengan keyakinan itu, aku melangkah menuju hari pernikahan kami dengan penuh harapan, meskipun ada kerikil kecil yang terus menghantui pikiranku.
Pesta pernikahan kami berlangsung dengan kemegahan yang hampir tak masuk akal. Sebuah ballroom hotel bintang lima dipenuhi oleh lebih dari 1.500 undangan. Sebagian besar dari mereka adalah undangan keluarga Tanika dan rekan-rekan bisnis Pak Desmond. Hanya sedikit dari undangan itu yang benar-benar kukenal—rekan kerjaku di perusahaan milik Pak Desmond dan beberapa teman lamaku. Sisanya adalah dunia Tanika: lingkaran sosialita, tokoh-tokoh bisnis, serta pejabat tinggi yang tampaknya menjadikan pesta ini lebih seperti pameran kekuasaan dibandingkan perayaan cinta.
Aku mendengar selentingan di antara rekan kerja yang menyebutku mokondo—modal kon*** doang. Seolah-olah aku menikahi Tanika semata-mata untuk harta dan koneksi keluarga besar Desmond Wijaya. Aku tidak peduli. Materi? Status? Bukan itu alasanku. Aku benar-benar percaya, saat itu, bahwa aku dan Tanika saling mencintai. Bahwa hubungan kami dilandasi oleh rasa yang tulus, bukan sekadar kontrak sosial atau ambisi keluarga. Dengan keyakinan itu, aku mengucap janji suci di hadapan ribuan tamu dan memulai hidup baru sebagai suami Tanika.
/0/21612/coverorgin.jpg?v=e60d6bd2c0a776a47dc1740ac270ceed&imageMogr2/format/webp)
/0/21823/coverorgin.jpg?v=f5c00f84419909baf20a88e660080243&imageMogr2/format/webp)
/0/24588/coverorgin.jpg?v=17bdfa7675bf7b2c62e9c9a8d41ef219&imageMogr2/format/webp)
/0/17740/coverorgin.jpg?v=28da281cadcf3fd7b64a80196506f680&imageMogr2/format/webp)
/0/4130/coverorgin.jpg?v=08e0ea24a3929e076e664ac257a3f876&imageMogr2/format/webp)
/0/24869/coverorgin.jpg?v=a7408a3a8e3b3ce5f754a4790abf2604&imageMogr2/format/webp)
/0/24873/coverorgin.jpg?v=3bb5d9f52074eb9898689abd6ad7c196&imageMogr2/format/webp)
/0/28438/coverorgin.jpg?v=81cfddf254a092624bf7b50b0e32223e&imageMogr2/format/webp)
/0/5777/coverorgin.jpg?v=88b08f7d4264446951b5f7ed1a5a823d&imageMogr2/format/webp)
/0/7259/coverorgin.jpg?v=43b34832028bef817477500c65accbf5&imageMogr2/format/webp)
/0/13616/coverorgin.jpg?v=1959bcc47c436c490abb576b3ae3ee04&imageMogr2/format/webp)
/0/13690/coverorgin.jpg?v=34d407bff7def1b62c3b6d9da1a2d824&imageMogr2/format/webp)
/0/10518/coverorgin.jpg?v=8ff38c6e7cbca3345dd52772a7e0e1aa&imageMogr2/format/webp)
/0/17738/coverorgin.jpg?v=94abbd137374562cd68cb4d231d746e6&imageMogr2/format/webp)
/0/18153/coverorgin.jpg?v=f78fa773721ad8b0372ca9fa8cb631a7&imageMogr2/format/webp)
/0/9082/coverorgin.jpg?v=50ebab67619888f89162c5e3d53e71a1&imageMogr2/format/webp)
/0/14378/coverorgin.jpg?v=431eae7888845d48fdba0a524f2dc790&imageMogr2/format/webp)
/0/13981/coverorgin.jpg?v=aaa4161ef2da1dba33c1c0d413f79d13&imageMogr2/format/webp)