Cinta yang Tersulut Kembali
Kasih Sayang Terselubung: Istri Sang CEO Adalah Aku
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Terpesona oleh Istri Seribu Wajahku
Gairah Citra dan Kenikmatan
Hamil dengan Mantan Bosku
Hati Tak Terucap: Istri yang Bisu dan Terabaikan
Istri Sang CEO yang Melarikan Diri
Suamiku Nakal dan Liar
Menantu Rendahan
"Gilang, bangun! Cepat cuci baju dan piring kotor sisa semalam!" teriak Marsita Lian, Ibu mertua Gilang Chao yang sangat membenci Gilang.
Gilang masih setengah sadar karena ia tidur pulas sekali. Ia tak langsung menjawab Ibu Mertuanya itu sampai Istrinya, Maya Lian, yang tidur di sampingnya menendang tubuh Gilang sampai jatuh dari kasur. "Kalo dipanggil Mama tuh nyaut napa sih! Berisik banget pagi-pagi!"
Gilang kaget sekali ketika ia jatuh karena ditendang. Ia ingin marah, tapi tak bisa. Karena, yang menendangnya adalah Istrinya yang ia cintai.
Gilang sudah setahun menikah dengan Maya. Mereka menikah karena sebuah kondisi yang memaksa mereka, lebih tepatnya memaksa Maya.
"Iya, Mah!" Gilang akhirnya menyahuti Ibu Mertuanya.
"Bikinin sarapan juga!" teriak Marsita lagi dari luar.
Gilang akhirnya keluar dari kamar dengan mata masih mengantuk karena lelah semalam.
Bukan lelah karena hubungan suami istri dengan Maya, tapi lelah karena setiap hari Gilang selalu menjadi pembantu di rumah ini. Tak pernah sekalipun ia dianggap menantu oleh Marsita, apalagi dianggap suami oleh Maya.
Gilang menumpang hidup dengan keluarga Lian karena ia tadinya adalah keluarga miskin.
Gilang berasal dari keluarga Chao yang kini hanya sebatang kara saja. Ia tak punya keluarga lagi karena Ibunya sudah meninggal.
Bukan meninggal karena usia tua, tapi karena sebuah kesepakatan dengan Marsita.
Ibu Gilang, Dian Chao, meninggal karena mendonorkan jantungnya untuk Maya yang gagal jantung dan hampir meninggal.
Dian sudah sangat lama mendaftarkan diri di rumah sakit Hao Tao Hospital sebagai pendonor organ tubuh. Tak disangka, dari semua calon pendonor, hanya Dian saja yang cocok untuk mendonorkan jantungnya.
Gilang sempat melarang ibunya. Sejak lama ia tak setuju Ibunya mendonorkan organ tubuhnya karena Gilang tak mau kehilangan Ibunya yang merupakan keluarga satu-satunya.
Namun, untuk mengobati kerinduan Gilang padanya nanti, ia membuat satu syarat kepada Marsita. "Aku tak mau kamu membayar jantungku. Tapi, sebagai gantinya kamu harus menikahkan dulu anakmu Maya dengan Gilang."
Baik Marsita dan Maya sama-sama menolaknya, namun kondisi Maya sudah sangat kritis dan hanya Dina yang bisa menyelamatkannya.
"Baiklah, baiklah! Gilang akan menikah dengan Maya!" kata Marsita.
Gilang dan Maya pun menikah di rumah sakit dan hanya dihadiri oleh Dina dari pihak keluarga Chao dan beberapa anggota keluarga Lian yang menjenguk.
Setelah mereka menikah, barulah Dina menjalankan operasi donor jantungnya kepada Maya dan berhasil.
Itu sudah setahun yang lalu, sekarang mereka sudah hidup serumah dan GIlang tak pernah dianggap berjasa karena yang mereka hormati hanyalah Dina Chao.
"Cepetan Gilang! Maya mau berangkat kerja!" kata Marsita.
"Iya Mah!" kata Gilang berusaha keras menahan kesalnya karena disuruh-suruh terus.
Gilang selesai masak dan ia melihat Maya sudah keluar dari kamar dengan pakaian kerja yang rapih dengan rok span selutut lebih dikit, dan kemeja putih yang tampak ketat terutama dibagian dada.
Gilang yang tadinya kesal karena diperintah terus, langsung reda marahnya begitu melihat Maya.
Maya menyadari kalau ia sedang dilihati oleh Gilang. "Buruan napa bawa makanannya ke meja! Aku terlambat nih gara-gara sarapannya lama!"
Lain sekali efek yang GIlang rasakan. Ia tak marah sama sekali begitu Maya yang menyuruhnya.
Marsita dan Maya makan bersama. Sementara Gilang hanya bisa makan makanan sisa dari masakannya di belakang sambil mencuci piring dan penggorengan bekas masak.
"Kamu kapan mau ceraikan si Gilang?" tanya Marsita.