Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
“Kenapa kamu terus memaksa aku untuk membahas perempuan lain saat ada kamu disini?!!” Kanneth bicara dengan nada marah padaku.
Kenapa selalu Oliva, dia hanya sahabatnya, itu yang akan selalu ia katakan padaku bahkan ketika aku mengetahui segalanya.
“Kamu selalu bersikap seperti ini jika aku membahas tentang sahabat kamu? Gimana aku gak curiga ketika kamu langsung begitu agresif sama pertanyaan tentang ‘Apa kalian memiliki hubungan spesial yang lebih daripada seorang sahabat?’ intuisiku membuat aku bertanya agar tak ada kesalah pahaman. Tapi kamu selalu begini!!! Gimana aku gak curiga!!” jawabku lagi.
Aku tak berani menatap ke arah Kanneth yang menatap dengan nanar sisi wajahku, aku lebih memilih menatap layar tv yang menampilkan sebuah film romansa. Film dengan happy ending, tetapi berbanding dengan diriku. Niat hati ingin memperbaiki hubungan dingin ini, lagi dan lagi kami malah bertengkar dan memperburuk suasana sebelum kemudian Kanneth pasti akan melarikan diri lagi setelah ini.
Aku pastikan itu, suamiku yang takut pada setiap keputusan tanpa ada campur tangan ibunya selalu melarikan diri tanpa menyelesaikan masalah apapun.
“Aku gak suka sama kamu yang begini, pergi ke kamar dan pikirkan, tunggu sampai pikiran kamu benar-benar jernih,” ucap Kanneth padaku yang bahkan hanya tersenyum pasrah pada hubungan kami yang jadi terlihat tidak jelas.
“Kita lebih baik berpisah untuk beberapa hari, kamu pasti sudah mendengar rumor kalau aku adalah selingkuhan kamu,” ucapku kepadanya.
“Rumor sialan! Kamu paling tau kalau itu gak benar, seharusnya kamu gak mendengarkan hal itu!!” Kanneth menjawab dnegan marah, tak terima.
“Tapi di depan mata semua orang, kamu membenarkan hal itu, tak ada penyangkalan. Bahkan kamu membawa dia ke ranjang kita...” aku reflek mengangkat kepala, menahan air mata yang hampir saja menetes dari pelupuk mata.
Kanneth yang sudah akan mengambil jaket dan kunci mobil di kamar kami berhenti melangkah untuk menghadap kearahku.
“Bahkan kamu tidak pernah memberikan penjelasan pada semua orang, aku memang meminta kita untuk menyembunyikan hubungan ini karena aku nggak percaya diri dengan semua hal yang aku punya dan kamu berikan.” aku bangun dari sofa dan berbalik menatap ke arah Kanneth.”Namun kamu sekarang membuat aku menyadari tempat sesungguhnya, perempuan gak berharta ini harusnya sadar diri. Yeah... mungkin benar apa yang Olivia, sahabat yang kamu agung-agungkan namanya di depan aku itu. Lebih baik kamu ceraikan aku sekarang juga, pernikahan ini terlalu main-main untuk muda kayak kita, bukan?!!” kataku pada akhirnya.
“Irina!! Apa yang baru saja kamu katakan! Jangan main-main—“
“Aku tidak main-main Kanneth, aku serius saat ini. Kamulah yang tak pernah menganggap perkataanku serius bahkan sampai akhir seperti sekarang, aku mau kita ce-ra-i. Kamu perlu dengar dengan jelas!” aku kemudian menatap tajam Kanneth.
“Jangan asal bicara kamu!!” Kanneth berteriak kearahku dengan kasar, aku cukup terkejut tetapi mencoba biasa saja.
“Aku gak asal bicara, tapi masalah ini gak akan selesai kalau kamu melarikan diri lagi seperti sekarang.” Aku melihat kunci mobil dan dompet yang ia pegang.”Kemudian pulang tanpa menyelesaikan semuanya padaku!”
Aku sudah muak dengan seluruh tingkah sok pengertian yang aku berikan pada Kanneth, karena bahkan pria itu tak mengerti dengan apa yang sudah aku lakukan hanya untuknya seorang. Aku akan beberkan semua yang selama ini telah aku pendam sendirian, Kanneth perlu tau semua kelakuan tak bertanggung jawabnya.
Sejak aku menerima Kanneth, kemudian menyepakati untuk melakukan pernikahan siri. Memang terdengar tidak mungkin, tapi itu terjadi. Meski mereka berdua menikah, aku tak ingin hubungan itu diketahui banyak orang karena malu akan kenyataan jika kehidupanku dan Kanneth berbanding terbalik begitu jauh. Aku dan Kanneth sudah saling kenal sejak SMA, aku yang berada di SMA karena beasiswa didekati oleh Kanneth yang percaya diri pada saat itu.
Aku hanyalah perempuan miskin yang hidup di desa dengan ibuku seorang, ayahku sudah meninggal sepuluh tahun lalu. Dan semua jenjang pendidikanku itu melalui beasiswa yang aku dapatkan dengan susah payah, bahkan aku menerima ejekan karena berani masuk ke sekolah bergengsi dengan latar belakang tak mampu.
Satu tahun pernikahan, hubungan kami semakin jauh sejak Kanneth dekat dengan sahabatnya itu. Bahkan Olivia lebih dekat dari pada dengan suamiku daripada aku, istri sahnya sendiri. Bahkan setelah menikah, aku rela tidak bekerja di tempat kakak iparnya berada.
Apa Marcus mengetahui jika aku istri dari adiknya? Tidak, pria itu tidak tau. Yang Marcus ketahui jika aku hanyalah kekasih adiknya.
"Ada lagi yang lain!!" Aku berjalan mendekat ke arah Kanneth, mataku menatap nanar pada suamiku itu."Olivia kerap kali menginap di apartemen kamu bersama mama! Apa yang kamu lakukan, aku selalu memikirkan hal itu tetapi kamu menyangkalnya. Bahkan!! Kamu tau apa lagi yang buat aku marah dan begitu sakit!!" Aku menyebutkan ibu mertuaku.
Aku memukul-mukul dadaku yang sesak, air mata sudah mengalir membasahi kedua pipi ini. Benar, Kanneth memiliki apartemen lain selain yang di tempati oleh kami untuk tinggal. Apartemen itu dibeli untuk menyembunyikan pernikahan kami dari ibunya yang juga tidak tau kalau mereka berdua sudah menikah.