Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
"Jeng, coba lihat, tadi malam aku di kasih kado cincin berlian loh sama suamiku," ucapku pada Ibu-ibu arisan yang biasa disebut Jeng. Seraya menunjukan cincin cantik nan berkilau yang tersemat di jari manisku.
"Wah, cantik banget ya, Jeng. Harganya berapa? Kepo dong kita-kita, iya nggak Jeng?" sahut Jeng Lina sambil mencolek lengan Ibu-ibu lainnya.
"Murah kok, Jeng. Suami aku bilang, cuman 400 jutaan harganya," jelasku dengan senyum merekah.
"Wah, emang suami idaman banget ya, eh Jeng Selin, kamu 'kan punya toko perhiasan tuh, paham dong mana yang asli dan mana yang bukan." kali ini Jeng Marisa yang menimpali. Dia memang agak sensi kalau punya barang-barang mahal. Orang bilang mah syirik istilahnya.
"Mana coba, lihat." Jeng Selin menelisik jemariku. Tentu aku tak keberatan. Dan dengan percaya diri menunjukkan cincin ini pada mereka. Biar bungkam mulutnya. Enak saja main nuduh asli atau bukan. Dasar mulut kompor. Iri? Bilang bos!
Jeng Selin tentu menatap lekat-lekat cincin ini. Tak segan. Aku pun melepas cincin ini dari jari manisku.
"Nih cek aja kalau nggak percaya," kuletakan benda cantik itu ke telapak tangan Jeng Selin. Ia langsung memperhatikan detail.
Beberapa saat kemudian ....
"Maaf ya, Jeng. Sebelumnya, keknya ini palsu deh, soalnya kilauannya agak beda gitu, kalau asli mah udah terpancar cetar gitu, meski nggak pake alat pendeteksi." jelas Jeng Selin lalu mengembalikan cincin itu padaku.
Jeng Lina dan Marisa terlihat berbisik dengan mulut mencibir ke arahku. Aku yakin mereka sedang mengejekku. Aku pun tak percaya dengan yang dibilang Jeng Selin. Nggak mungkin cincin ini palsu. Mas Ari nggak mungkin lah beliin aku barang KW. Secara, dia kan CEO di perusahaan sendiri.
"Jeng, nggak mungkin ya, ini palsu. Jangan asal ngomong ya, nggak mungkin suami saya beliin saya barang KW." tekanku sebal.
"Kalau Jeng Vina nggak percaya, coba cek aja di toko berlian. Semoga aja saya yang salah menilai ya, Jeng." Jeng Selin bicara lagi. Sedangkan si Marisa dan Lina, mereka berdua sesekali berdecih dan tertawa kecil.
Semakin muak aku berada di sini.
"Ya udah ya, Jeng. Aku pamit pulang dulu, gerah lama-lama di sini," alibiku.
"Iya, Jeng. Lain kali kita ngobrol-ngobrol lagi ya," ucap mereka serentak.
Aku menanggapinya dengan anggukan.
Gegas aku pergi meninggalkan rumah Marisa. Tujuanku hendak ke toko berlian. Untuk memastikan apa yang dibilang si Selin itu salah.
*
"Maaf, Bu. Ini cincinnya KW." ucap karyawan toko berlian yang cukup terkenal di kota ini. Seketika mataku melebar sempurna.
"Yakin, Mas? Itu palsu?" tanyaku memastikan.
"Iya, Bu. Ini ada suratnya tidak? Kalau ada 'kan bisa tahu harganya dan di mana belinya," tambah lelaki muda itu. Sambil mengembalikan cincinku.
Tak ingin menanggung malu yang semakin menjadi. Kuputuskan untuk beringsut pergi dari toko ini.
Benar-benar memalukan. Tega sekali Mas Ari membelikan aku barang palsu.
*
Aku pulang ke rumah untuk mencari surat cincin ini. Karena semalam ia tak memberikan surat itu padaku. Jikalaupun ada, pasti ini asli. Dan jika tak ada, memang dia minta di bejek-bejek. Jengkel sekali aku. Awas saja jika Mas Ari berani berbohong.
Kuraih jas yang tergelak di atas sofa. Siapa tahu suratnya ada di sini. Kebetulan juga Mas Ari sedang di kantor. Aku jadi lebih leluasa untuk mencari bukti tentang cincin memalukan itu.
Benar saja, setelah kuraba-raba seluruh saku di jas berwarna hitam pekat tersebut. Tepat di saku sebelah kiri. Ada sesuatu yang mengganjal. Cepat kurogoh dan mengeluarkannya dari dalam sana.
Kotak kecil berwarna merah membuat mataku melotot.
Saat kubuka, isinya semakin membuat mata ini hendak melompat dari pelupuknya.
Lantas kuambil benda itu dan memperhatikannya lama. Cincin berlian? Ini untuk siapa? Kenapa mirip sekali dengan punyaku yang barusan dibilang palsu sama orang-orang.
Astaga! Aku kian tercengang. Melihat nama yang diukir di ring cincin ini. "Marisa." Namanya Marisa? Marisa siapa? Jangan-jangan Mas Ari selingkuh sama Marisa lagi? Lagian tadi dia yang paling antusias mempermalukan aku. Ya Allah, kok aku jadi berprasangka buruk begini.
Argh! Tapi bukti sudah jelas. Mas Ari tega membohongiku.
Aku tak percaya, tapi ini kenyataannya.