Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
Sang Pemuas
Kirana driver ojol yang cantik menghentikan motornya di depan rumah, setelah itu dibiarkan dua penumpangnya turun dari motor tersebut. Dia telah mengantar penumpangnya dengan selamat hingga ke tujuan.
Gadis ini menekuni jasa kendaraan online hampir dua tahun, semua demi menopang hidupnya dan Malin sang ayah yang menderita radang otak sejak lima tahun silam akibat mempertahankan toko sembako milik Babah Suk tempat ayahnya bekerja selama ini.
Dia pun memutuskan berhenti kuliah, menjual rumah mereka di Payakumbuh, lantas ke Jakarta untuk membawa sang ayah berobat di rumah sakit khusus menangani masalah syaraf otak.
Uang hasil menjual rumah untuk mengontrak rumah sangat sederhana di gang sempit di kawasan Condet, membangun usaha kecil di rumah dengan berjualan nasi uduk. Hasil dari berjualan dikumpulkan untuk membeli motor second, lantas melamar menjadi driver ojol di Jakjol Company.
Dia melakukan semua ini tiada mengeluh karena menyadari perjuangan sang ayah sangat besar selama ini untuk mereka berdua. Dulu sang ayah adalah Sutradara dan pengusaha sukses. Namun kena tipu rekannya sendiri sehingga seluruh harta habis. Linda sang ibu tidak tahan, lantas kabur dengan membawa saudari kembarnya yang bernama Karina. Sejak itu dia hanya tinggal bersama sang ayah.
“Terima kasih, bu.” Terdengar suaranya mengucapkan terima kasih setelah menerima pembayaran dari sang penumpang, dihitung sejenak uang yang diterimanya, lantas segera merogoh tas slempangnya bermaksud hendak mengambil uang kembalian.
“Tidak usah dikembalikan, Mbak Rana.” Si penumpang yang adalah ibu paruh baya menghentikan apa yang Kirana lakukan, “Itu ekstra untuk mbak Rana.”imbuhnya saat sang gadis memandangnya dengan heran.
“Tapi bu, ekstranya banyak sekali.” Kirana memperlihatkan sehelai uang 100 ribu yang diberikan si ibu tersebut.
“Tidak mengapa, mbak.” Kekeh sang ibu, “Diterima ya mbak, meski sedikit.” Imbuhnya tulus.
Ibu ini salah satu yang berlangganan ojol ke Kirana, sesekali suka melebihkan uang pembayaran karena menyukai kepribadian gadis itu yang sederhana dan pantang menyerah dalam kehidupan yang keras di Jakarta.
Di JakJol Company, bisa meminta driver yang ingin mengantarkan penumpang ke tempat tujuan. Kirana salah satu driver favorit penumpang, karena kepribadian si gadis yang baik tersebut.
Lantas cucu si ibu memberikan satu kantung plastik berisi sekotak makanan ke Kirana.
“Tante Rana.” Ditegur si gadis, “Ini untuk kakek Malin dari Ikke ya.” Ujarnya.
Si ibu dan cucunya sering mengobrol sama Kirana, sehingga tahu gadis ini tinggal sama sang ayah saja yang butuh berobat rutin ke rumah sakit. Ketulusan si gadis menopang kehidupan si ayah menyentuh, sehingga bukan saja suka melebihkan uang pembayaran, suka memberi makanan atau pakaian.
“Ya Tuhanku,” ucap Kirana terharu, “Ikke ama nenek jadi repot terus ini.” Ujarnya tidak enak hati.
“Haiyah mbak Rana ngga usah segan.” Kekeh si ibu tulus, “Diterima ya mbak, karena tadi Ikke khusus minta saya belikan ayam kremes untuk pak Malin dan mbak.” Imbuhnya memberitahu kalau si cucu memang minta dibelikan makanan tersebut untuk Malin dan Kirana.
“Iya bu.” Kirana terpaksa menerima, “Terima kasih, bu.” Dia mengucapkan terima kasih, “Terima kasih Ikke.” Diucap juga terima kasih ke Ikke sambil mengusap sayang kepala bocah berusia 5 tahun ini.
Setelah itu sang gadis pamit karena harus segera ke rumah sakit tempat Malin dirawat saat ini. Dia sedikit memacu lebih cepat laju motornya di jalan raya Ibukota ini. Tidak terasa dia pun sampai di rumah sakit, bergegas memarkir motornya di parkiran basement, lantas segera masuk ke gedung rumah sakit menuju lantai 5 ruang rawat inap ICU.
Malin dirawat di sana sudah tiga hari karena jatuh pingsan di kamar mandi akibat merasa sakit luar biasa di kepalanya.
“Siang, suster Ani.” Disapa ramah suster Ani yang mendapat giliran menjaga ICU saat ini.
“Siang mbak Rana.” Sahut si suster ramah, “Mbak ditunggu dokter Kansil sedari pagi loh.”
Kirana terdiam mendengar ini, karena saat Malin diputuskan dirawat di ICU, dokter Kansil yang selama ini menangani penyakit sang ayah sudah mengatakan si ayah segera melakukan operasi, karena ada yang tidak beres di syaraf akibat jatuh di kamar mandi. Dia belum memutuskan setuju sebab masih belum tahu berapa jumlah biaya operasi.
Suster Ani melihat ini menjadi iba karena tahu sang gadis mengalami kesulitan keuangan, lantas hingga saat ini belum juga mendapatkan kartu berobat gratis dari pemerintah, entah apa alasan dari pengurus rukum warga sampai si gadis tidak direkomendasikan untuk mendapat kartu tersebut.
“Saya temui ayah dulu, sus.” Terdengar suara Kirana memutuskan menunda menemui dokter Kansil, “Terima kasih sudah menyampaikan pesan dokter Kansil ke saya.” Dia juga mengucapkan terima kasih ke suster Ani, lantas mengambil sehelai seragam pengunjung ICU dari lemari di depan desk suster jaga.
Dikenakan segera, lantas bergegas masuk ke dalam ruang dalam ICU, di dekati Malin yang terbaring lemah di mana terpasang alat elektroda di beberapa bagian kening dan kepala, serta di dada. Di hidung sang ayah terpasang selang nasal untuk membantu pernapasannya.
“Ayah.” Dia pasang senyum cerah menyapa ayahandanya yang tersenyum melihat kedatangannya. “Maafin Rana ya, tidak bisa selalu disisi ayah.” Ujarnya sambil duduk di kursi pengunjung menghadap sang ayah, tentengannya di taruh ke meja.
“Tidak mengapa, Rana.” Sahut si ayah dengan suara pelan, “Ayah malah merasa bersalah ke kamu. Karena kejadian itu, ayah menjadi seperti ini sampai sekarang. Membuatmu terbeban berat.”
“Ayah, Rana ikhlas melakukan semua ini, karena selama ini ayah pun ikhlas membesarkan Rana.” Si gadis meraih tangan kanan ayahnya ini, digenggam lembut, “Ayah yang penting tetap semangat untuk pulih, jadi Rana bersemangat pula bekerja untuk kita berdua.”
Si ayah tersenyum haru mendengar ini,
“Terima kasih, Rana.”
Kirana hendak memberi jawaban, tapi terdengar suara deheman seorang pria dari arah belakangnya.