Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Reinkarnasi Putri Mahkota

Reinkarnasi Putri Mahkota

Fajri_Ibn

5.0
Komentar
614
Penayangan
10
Bab

Rosalina adalah seorang putri mahkota yang mencintai seorang pelayan kerajaan yang bernama Pandu, cinta mereka sangat tulus. Namun sayang, mereka tidak bisa bersatu hanya karena berbeda kasta. Hingga akhirnya mereka saling membuktikan cintanya dengan kematian karena Pandu dibunuh oleh ayah Rosalina, maka Rosalina pun memutuskan untuk mengakhiri hidupnya bersama Pandu. Namun keduanya telah berjanji untuk kembali bersatu di kehidupan selanjutnya. Reinkarnasi itu ternyata benar-benar ada, sang pelayan dan putri mahkota terlahir kembali. Namun kali ini keadaan justru terbalik. Akankah mereka bisa bersatu di kehidupan yang baru? Lantas apakah mereka akan kembali memperjuangkan kisah cinta di masa lalu yang belum tuntas?

Bab 1 Cinta Beda Kasta

Ketegangan semakin mencekam, para penghuni kerajaan sudah berkumpul di ruangan yang luas itu. Semua orang sudah menduga bahwa hari ini akan ada yang dieksekusi oleh Raja Raksa.

Kerajaan Larantuka adalah kerajaan yang paling berjaya di Negeri Flores–Nusa Tenggara Timur kala itu. Raja yang memimpin kerajaan itu terkenal sebagai raja yang kejam, angkuh, dan tidak memiliki rasa belas kasihan kepada siapapun yang menentang dirinya.

Hari ini Raja Raksa akan mengadili putrinya sendiri. Ya, putri Rosalina adalah putri mahkota kerajaan Larantuka. Dia adalah putri yang selalu menjadi kebanggaan semua penghuni kerajaan karena sikapnya yang sangat bertolak belakang dengan sang ayah. Dia baik, ramah, dan mau bergaul dengan siapapun. Bahkan, dia jatuh cinta kepada seorang pelayan kerajaan.

Pandu, laki-laki tampan itu telah berhasil merebut hati sang putri. Dengan kepribadiannya yang aduhai mulia, pemberani, dan perkasa membuat Putri Rosalina jatuh hati padanya. Namun, kisah cinta mereka tak bisa berjalan mulus. Layaknya sebuah jalan yang dipenuhi batu kerikil begitulah lika liku kisah cinta keduanya.

Amarah Raja Raksa berkobar ketika mengetahui bahwa anak semata wayangnya berhubungan dengan seorang pelayan. Hari ini Raja Raksa akan mengadili putrinya dengan pelayan itu.

"Apa benar kabar yang aku dengar itu?" tanya Raja Raksa dengan nada beratnya yang khas.

Putri Rosalina terdiam, dia hanya bisa menjawab dengan anggukan kecil.

"Berani sekali kau menggoda putriku, apakah kau tidak sadar bahwa dirimu hanya seorang pelayan. Lihat dia, dia adalah putri mahkota kerajaan ini. Lancang sekali kau mencintainya," bentak Raja Raksa kepada Pandu. Dia sungguh tidak menyalahkan putrinya karena dia pikir Pandu-lah yang telah mempengaruhi Putri Rosalina.

"Ayahanda, tapi aku juga mencintainya," Putri Rosalina berusaha membela sang kekasih.

"Wahai Raja yang mulia, aku memang telah lancang mencintai putrimu, tapi ketahuilah bahwa cintaku ini begitu tulus untuknya," ucap Pandu yang mulai mengangkat suara. Laki-laki itu tetap menunduk sambil bersimpuh di bawah singgasana sang raja.

Sementara Putri Rosalina berada di sampingnya dengan didampingi oleh dua orang prajurit yang bertugas untuk menahannya apabila dia melakukan hal yang tidak diinginkan.

"Aku tidak peduli dengan itu semua. Pelayan sepertimu tetap tidak pantas untuk bersanding dengan putriku. Maka aku memberikan dua penawaran kepadamu, jika kau melupakan putriku dan pergi jauh dari istana ini maka aku akan melepaskanmu dan membiarkan kau hidup dengan tenang. Tapi jika kau masih saja bersikeras untuk tetap mencintai putriku maka aku akan membunuhmu sekarang juga," bentak Raja Raksa sambil menuding Pandu yang masih bersimpuh di bawah kakinya.

Hampir semua orang terkejut mendengar penuturan dari Raja Raksa, terutama Putri Rosalina dan juga Pandu. Keduanya saling berpandangan satu sama lain, seolah saling menyiratkan rasa sakit yang mereka pendam. Tak pernah disangka kalau cinta suci mereka akan berakhir seperti ini hanya karena berbeda kasta.

"Ayah ... Jangan lakukan itu," pinta Putri Rosalina dengan lirih, ingin sekali dia ikut bersimpuh di bawah kaki ayahnya agar permintaannya itu bisa dikabulkan, bahkan dia pun rela mencium kaki ayahnya jika memang itu bisa membuat hati sang ayah luluh. Namun sayang kedua prajurit itu terlalu kencang menggenggam tangannya sehingga dia kesulitan untuk bergerak.

"Jawablah selagi aku masih berbaik hati padamu!" seru Raja Raksa, tampaknya dia sama sekali tidak memperdulikan permintaan putrinya.

Pandu kembali memandang ke arah kekasihnya yang sudah berurai air mata, tentu saja Putri Rosalina segera menggelengkan kepalanya begitu bola mereka saling bertemu.

"Jangan ... jangan pernah mengorbankan nyawamu hanya untuk cinta kita. Pergilah sejauh-jauhnya dan lupakan diriku, jika kita memang berjodoh takdir pasti akan mempertemukan kita kembali suatu saat nanti. Jangan pikirkan diriku, Pandu. Nyawamu lebih berharga dari sekedar kebersamaan kita." Putri Rosalina seakan tau kalau Pandu memandang ke arahnya untuk meminta pendapat. Maka dengan lantang dia katakan bahwa cinta mereka tak bisa dibandingkan dengan nyawa.

Dia rela jika harus kehilangan Pandu, asalkan Pandu tetap ada di dunia ini.

"Diamlah, Rosalina! Aku ingin mendengar jawaban dari laki-laki yang tak tau diri ini," bentak Raja Raksa.

"Baiklah, Yang Mulia. Aku akan menjawab pertanyaanmu itu." Pandu baru membuka suara setelah sekian lama bungkam.

"Aku Pandu Putra Pinata seorang pelayan yang sudah bertahun-tahun melayani kerajaanmu. Aku sadar bahwa aku yang hina ini telah begitu lancang mencintai seorang putri mahkota, dan aku yang bersalah dalam hal ini. Namun dengan tegas aku katakan kepada Yang mulia Raja Raksa dan juga permaisuri bahwa tidak ada yang salah dari cinta kami. Aku dan Putri Rosalina saling mencintai dengan tulus. Jauh sebelum aku menyatakan rasa cintaku kepadanya, aku telah bertekad untuk menerima apapun akibat yang akan aku dapatkan karena telah mencintainya." Pandu menghentikan ucapannya, dia kembali melirik ke arah Putri Rosalina yang menangis tersedu-sedu sambil menggelengkan kepala, seakan sudah tau jawaban apa yang akan diberikan oleh Pandu kepada ayahnya.

"Aku tau bahwa jika aku mencintai Putri Rosalina, maka aku harus membayar harga yang mahal, aku tidak punya apapun selain nyawaku. Maka itu mungkin akan menjadi harga yang sepadan untuk cintaku padanya, aku sungguh mencintainya sepenuh hatiku, maka aku tak akan merasa rugi jika aku harus kehilangan nyawa demi memperjuangkannya. Aku akan tetap mengatakan bahwa aku mencintainya," sambung Pandu dengan tegas.

Semua orang tercengang, tak ada yang menyangka kalau Pandu akan sangat berani mengambil keputusan itu. Terutama Raja Raksa, wajahnya merah padam karena merasa telah dipermalukan oleh seorang pelayan di depan para penghuni Istana.

"Panduuu!!!! Apa kau sudah gila? Tarik kembali ucapanmu itu," teriak Putri Rosalina sambil meronta-ronta minta dilepaskan. Dia menangis histeris, dadanya sesak dan hatinya hancur. Dia tau Pandu melakukan itu demi memperjuangkan cinta mereka, tapi yang dipertaruhkan oleh Pandu adalah nyawanya sendiri.

"Putri, jangan menangis. Percayalah padaku bahwa pengorbananku ini tak akan sia-sia, aku akan mencintaimu sampa mati, kau akan menjadi wanita pertama dan terakhir yang aku cintai," jawab Pandu, senyuman indah terukir di bibirnya. Meski hati Pandu juga sama hancurnya karena ini adalah kali terakhir dia bisa melihat wanita yang sangat dia cintai itu, tapi dia tetap berusaha untuk memberikan senyuman terindahnya.

Bukan Pandu tidak merasa takut akan kehilangan nyawanya sendiri, tapi dia adalah seorang laki-laki berjiwa ksatria, rasa tanggung jawab sudah melekat dalam setiap hembusan napasnya. Dia tak ingin berubah menjadi laki-laki pengecut yang membohongi perasaannya sendiri hanya karena takut mati. Jika dia sudah berani mencintai seorang putri mahkota maka dia harus siap dengan konsekuensi yang akan dia terima.

"Baiklah, jika itu memang pilihanmu. Bersiaplah untuk menemui ajalmu," suara Raja Raksa terdengar sangat marah karena dia merasa ditantang oleh Pandu. Sementara itu, Permaisurinya tak bisa berbuat apa-apa karena dia tak memiliki hak untuk mengubah keputusan Raja. Hati Ibu mana yang tak hancur melihat putrinya menangis histeris seperti itu? Tapi Ratu Elsa pun tak punya pilihan lain.

"Prajurit, bawa dia ke tengah lapangan. Ikat kedua tangannya di atas kayu, lalu cambuk dia sampai mati," perintah Raja Raksa.

"Tidaakk!!! Jangan ...!!! Jangan, Ayah. Jangan sakiti Pandu," teriak Putri Rosalina yang masih berusaha mencegah hal itu terjadi.

Namun tak ada yang mau mendengarkan ucapannya, selama raja sudah memberikan perintah maka tidak ada yang berani untuk melawannya.

Dua orang prajurit datang dan menarik tangan Pandu untuk membawanya ke lapangan sesuai dengan apa yang Raja perintahkan.

"Pandu ... Jangan bawa Panduku pergi! Lepaskan aku, lepas!!! Aku ingin menyelamatkan Pandu, lepas!!" Putri Rosalina meronta-ronta meminta untuk dilepaskan, dia sudah mengerahkan seluruh tenaganya agar bisa segera menyusul Pandu.

"Inilah akibatnya jika kau tidak mau mendengarkan Ayah," ucap Raja Raksa.

"Sungguh, aku ingin mengatakan ini, jika aku bisa memilih lebih baik aku terlahir sebagai anak pelayan daripada menjadi putri dari seorang Raja yang kejam," Putri Rosalina berkata dengan sangat lantang, tak ada rasa takut dan hormat lagi di dalam dirinya untuk Raja Raksa, kini yang dia rasakan hanyalah amarah dan juga kebencian.

Padahal selama ini Putri Rosalina adalah anak yang sangat penurut, meskipun terkadang hatinya tidak setuju dengan keputusan sang Ayah yang kejam, namun tak ada yang bisa dia lakukan untuk menentangnya. Tapi sekarang tidak lagi, dia tidak akan tinggal diam melihat orang yang dia cintai menjadi korban kekejaman ayahnya.

"Lancang sekali kau berkata begitu!" sentak Raja Raksa.

"Apa yang kukatakan tadi adalah kenyataan, bahkan aku pun malu mengakui dirimu sebagai Ayahku."

"ROSALINA!!" Raja Raksa semakin naik pitam.

"Bawa anak tak tau diri itu ke lapangan agar dia bisa melihat bagaimana kekasih tercintanya disiksa untuk menghadapi maut," perintah Raja Raksa. "Tapi ingat, jangan kalian lepaskan dia, jika berontak ikat saja tangannya," sambungnya.

"Baik, Yang Mulia," para prajurit itu pun mengangguk hormat, kemudian mereka menyeret Putri Rosalina keluar dari ruangan.

"Aku bersumpah, kau akan menyesali keputusanmu ini, wahai Raja yang kejam," teriak Putri Rosalina.

Kedua prajurit itu terus menyeret tangannya menuju ke lapangan, di gurun pasir yang luas itu sudah berkumpul seluruh rakyat dari penjuru kerajaan, mereka datang untuk melihat Pandu yang akan dieksekusi.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Fajri_Ibn

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku