Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Gadis Penghangat Ranjang

Gadis Penghangat Ranjang

Shasadewa

5.0
Komentar
404
Penayangan
2
Bab

"Hangatkan ranjangku setiap malam, Sayang, aku akan memberimu sejumlah uang yang kau butuhkan." Berawal dari rasa iba, Juan mendadak tertarik dengan seorang gadis malang bernama Aira yang ia selamatkan malam itu. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dalam hatinya sejak menghabiskan malam panas dengan Aira. Ia bahkan merasa jika Aira membuatnya merasa nyaman dan candu, berbeda dari semua wanita yang ia kencani sebelum-sebelumnya. Apa sebenarnya yang membuat Juan tertarik pada Aira? Dan siapa sebenarnya Aira? Dan bagaimana kisah Juan dan Aira? Yuk simak cerita lengkapnya! Mature content 21+, harap bijak dalam membaca.

Bab 1 Perempuan Pemikat Hati

Seorang gadis bertubuh ramping dengan rambut panjang sebahu sedang sibuk meneliti penampilannya di depan cermin. Sebuah kemeja putih polos dengan lengan panjang yang sengaja ia gulung hingga tiga perempat bagian lengannya ia padukan dengan celana bahan panjang berwarna hitam, melekat sempurna pada tubuhnya. Sedang wajahnya ia poles tipis dengan bedak, dan bibirnya ia beri pewarna nude. Begitu pas dan tanpa cela.

Matanya melirik ke arah jam. "Jam tujuh lewat sepuluh menit," gumamnya. Malam ini, ia hendak pergi ke tempat kerja teman SMA-nya guna melamar pekerjaan. Ia tahu, tempat yang akan ia datangi adalah tempat kurang aman untuknya, tetapi ia terpaksa datang karena ia membutuhkan pekerjaan tersebut.

"Ayah, Ibu, bantu aku dari sana ya? Tolong doakan aku agar segera memperoleh pekerjaan," gumamnya lirih dengan mata berkaca-kaca.

Dia adalah Aira, gadis berusia dua puluh tahun yang saat ini hidup sebatang kara. Ibunya telah lama tiada, sedangkan sang ayah baru saja menyusul ibunya beberapa bulan lalu akibat sebuah kecelakaan, meninggalkan hutang dalam jumlah yang sangat besar bagi gadis seusianya.

Kini ia bertekad mencari pekerjaan yang bisa ia lakukan di sore atau malam hari agar tidak mengganggu jadwal perkuliahannya. Meski dalam keadaan sulit ia tetap tak ingin melepaskan dan menyerah begitu saja dengan kuliahnya karena itu merupakan impian dari mendiang ayahnya.

"Ra, kamu dimana? Jadi kesini kan? Kamu sudah ditunggu Bos nih." Suara Shela dalam sebuah panggilan telepon.

"Jadi dong, lima belas menit lagi aku sampai sana, tunggu ya," tutur Aira yang kemudian segera melangkahkan kaki keluar dari kamar kosnya.

Ya, Aira sekarang hanya tinggal di sebuah kamar kos kecil yang ia sewa dari sisa tabungan peninggalan ayahnya, rumah mereka disita rentenir sebagai jaminan karena Aira tidak sanggup membayar cicilan hutang ayahnya selama tiga bulan lamanya.

"Pak, ke klub Legend ya," tutur Aira kepada sopir taksi online yang ia pesan.

"Baik, Non." Sopir tersebut mengantar Aira menuju ke tempat yang telah disebutkan Aira.

Tak membutuhkan waktu lama, Aira buru-buru turun dari taksi dan berjalan masuk ke dalam sebuah klub malam yang cukup terkenal di ibu kota.

"Pakai ini!" kata Shela menghampiri Aira.

"Apa ini?" tanya Aira heran.

"Baju seragam disini, Ra. Buruan pakai! Bos sudah nunggu kita di dalam."

"Hah! Langsung kerja? Gak pakai interview dulu?" tanya Aira tak percaya.

Shela menggelengkan kepalanya. "Aku sudah bilang Bos jika kamu sangat membutuhkan pekerjaan ini," tutur Shela.

"Dan lagi, Bos memang sedang butuh karyawan, Ra, jadi dia meminta kamu langsung kerja hari ini. Bekerjalah yang baik agar kamu segera lolos masa percobaan, Ra."

Aira mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. "Makasih ya, Shel."

"Its ok, cepat ganti pakaianmu, aku tunggu kamu disini." Shela berhenti di depan sebuah ruangan dengan tulisan TOILET.

Seperti instruksi dari Shela, Aira segera masuk ke dalam toilet, ia menanggalkan pakaiannya dan mengambil baju dari dalam paper bag yang diberikan oleh Shela. Aira segera mengenakannya dan mengamati penampilannya pada cermin.

"Astaga! Ini seksi sekali," tuturnya sambil menarik-narik ujung pakaiannya berharap bisa sedikit bergeser lebih panjang.

Terlalu lama menunggu, membuat Shela menyusul Aira masuk ke dalam ruangan toilet. "Kenapa kamu lama sekali, Ra? Ayo buruan!" ajak Shela.

"Shel, aku sebenarnya agak risih dengan pakaian ini."

"Gak apa, pede aja, Ra! Kamu cantik kok, nanti lama kelamaan kamu akan terbiasa," ucap Shela santai. Ia menggandeng temannya keluar dari toilet menuju ke sebuah ruangan yang terletak di ujung lorong.

"Ini ruangan Bos, Ra, kamu masuk saja, aku tak bisa menemani karena harus kembali bekerja," tutur Shela.

Aira mengetuk pintu ruangan tersebut lalu masuk ke dalam setelah seseorang membukanya, ia yang malu dengan penampilannya sendiri berulang kali menunduk tak berani menatap kedepan. Hingga seorang pria paruh baya bertanya kepadanya.

"Kau Aira?" tanyanya yang membuat Aira sedikit mendongak dan menganggukkan kepala.

"Iya Pak, saya Aira."

"Oke, mulai malam ini kamu akan bekerja disini, layani tamumu dengan baik, ikuti arahan dari seniormu, apa kamu sanggup?"

Tanpa banyak bertanya Aira mengangguk-anggukkan kepalanya. "Saya akan berusaha dengan baik, Pak."

"Baiklah, Ria, Nancy, malam ini ajari dia dulu."

"Baik, Bos."

"Ingat lakukan sebaik mungkin ya!"

"Baik, Bos "

Ria dan Nancy mengajak Aira keluar dari ruangan, mereka lantas berjalan menuju sebuah lorong khusus yang tembus ke ruangan-ruangan.

"Aira, ini adalah beberapa ruangan VVIP di klub ini, malam ini kita akan menemani tamu-tamu kalangan atas, jadi jaga sikapmu, ya? Turuti saja kemauan tamunya karena mereka sudah membayar mahal kita," jelas Nancy.

"B-baik, Mbak."

"Baiklah, ayo masuk!" Nancy menggiring Aira masuk ke dalam ruangan dengan pencahayaan kurang dan sorotan lampu disko.

Aira melihat Nancy dan Ria menyambut kedatangan tamunya, mereka mempersilakan enam orang laki-laki berjas masuk ke dalam ruangan tersebut, lima orang dari mereka duduk di sofa sembari mengobrol dan seorang lainnya berdiri di samping sofa. Kedua seniornya terlihat sedang berbicara kepada tamunya, sedang dirinya berdiri di pojok ruangan mengamati cara kerja kedua seniornya.

Salah seorang di antara tamu tersebut menunjuk senior Aira bernama Ria untuk menuangkan minuman ke dalam gelas, seorang lainya meminta Nancy untuk menemaninya minum dan duduk di sampingnya. Dan seorang pria tua dengan perawakan gendut tiba-tiba mendekati Aira dan meminta Aira duduk di sampingnya.

"Nona, siapa namamu?" tanyanya dengan genit.

"Nama saya Aira, Tuan." Aira menjawab seperlunya saja.

"Ah Aira ya? Aira jangan tegang ya? Malam ini temani om bersenang-senang. Om akan memberikanmu banyak uang jika kamu melakukannya dengan baik."

Aira yang polos hanya tersenyum dan menganggukkan kepalanya pelan karena ia pikir pekerjaannya hanya menemaninya saja, tidak lebih.

Beberapa waktu setelahnya Aira baru sadar jika ia berada dalam sebuah tempat yang salah. Aira bergidik melihat salah seorang temannya-Nancy saat ini sedang duduk di pangkuan salah seorang tamunya tanpa malu. Mereka bahkan tidak sungkan untuk berciuman mesra di hadapan beberapa tamu lain. Dan terkesan sangat menikmati, terlihat dari wajah Nancy yang begitu mendamba ketika mendapat sentuhan-sentuhan nakal dari pria yang saat ini memangkunya. Seorang temannya lagi yaitu Ria, sudah tak terlihat sejak beberapa waktu lalu seorang tamu mengajaknya keluar dari room.

Aira mengerjap-nerjabkan matanya, berusaha untuk menguatkan dirinya untuk tetap bersikap tenang dan baik, hingga pria tua yang mengajak Aira duduk di sampingnya mulai nakal, berbuat tidak senonoh padanya, tangan pria itu perlahan mengusap-usap lembut dan merambat, meraba-raba pangkal paha Aira dengan sentuhan-sentuhan sensual. Sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk meraih pinggang Aira hendak merengkuhnya, kepalanya ia condong-condongkan seolah ingin mencium Aira. Aira kini merubah modenya menjadi waspada.

"Astaga! Mengapa pria tua ini kurang ajar sekali! Apa yang harus aku lakukan?" batinnya gusar.

"Ayah, Ibu, tolong bantu Aira," batin Aira sembari merapalkan doa.

Entah memperoleh keberanian dari mana Aira langsung bangkit dari tempat duduknya dan menampar pria tua itu ketika tangan pria tua itu hendak menerobos masuk ke dalam rok mininya.

"Tuan, tolong jangan kurang ajar!" tutur Aira marah.

Pria tua itu tersenyum remeh, ia bangkit dari tempat duduknya, tidak terima mendapatkan tamparan dari Aira, ia menyeret Aira ke sudut ruangan menghimpitnya hendak mencium Aira brutal dengan tangan yang menggenggam erat kedua tangan Aira, tapi semuanya gagal karena tenaga Aira yang besar mampu mendorong tubuh pria yang sudah mabuk itu ke belakang, sedikit menjauh darinya.

"K-kau! Berani sekali kau menolakku, Nona! Sombong sekali dirimu itu!" makinya penuh amarah.

"Apa kau tak tau apa tugasmu, hmm? Kau ini sudah ku sewa untuk menemaniku malam ini!" Pria tua itu kembali mendekat.

"Aaaaa ... Tolong! Jangan! Lepaskan saya, Tuan!" seru Aira berusaha memberontak tetapi pria tua itu dengan kejamnya mencambuk Aira dengan ikat pinggang beberapa kali sehingga membuat Aira semakin menangis histeris.

"Tolong, jangan begini, Tuan! Hiks," suara Aira diiringi isak tangis pilu. Tangisan itu sontak membuat seluruh atensi tertuju padanya.

Seseorang pria yang berada dalam ruangan yang sama mengepalkan tangannya kuat, pria yang semula cuek dan diam saja bagai patung itu turut menoleh ke arah Aira. Entah mengapa hatinya merasa sakit melihat perempuan di hadapannya itu menangis histeris. Ia sungguh merasa aneh dengan dirinya sendiri, ia seolah mengenal Aira dan ingin membantunya, padahal kenal saja tidak. Dan lagi, ia bahkan jauh lebih kejam kepada perempuan dari pada rekan bisnisnya itu, seharusnya ia merasakan biasa saja, tetapi mengapa hatinya merasakan sakit yang teramat sangat. Sudah tidak tahan lagi dengan apa yang ia rasa, pria itu pun bangkit dari tempat duduknya kemudian bergerak mendekat, dengan cekatan tangannya mendorong pria tua yang merupakan rekan bisnisnya itu lalu menarik lengan Aira dan membawanya mendekat ke arahnya. Perempuan dengan pakaian dan penampilan yang sudah acak-acakan itu masih saja menangis pilu di belakangnya.

"Anda menyiksanya, Bung! Saya tidak ingin kita semua berurusan dengan polisi disini!" tutur Juan dengan penuh emosi.

"T-tapi, Pak ... Saya sudah menyewanya, tetapi dia tidak mau melayani saya dengan baik." Pria tua gendut itu menyanggah ucapan Juan.

Tak ingin berdebat dengan rekan bisnisnya, Juan pun melambaikan tangannya ke arah Bass yang merupakan tangan kanannya. "Bass! Ganti uangnya," seru Juan yang diangguki oleh Bass.

Juan melepas jasnya, menyampirkannya pada kedua bahu Aira lalu membawa gadis itu keluar dari tempat itu.

"Perempuan ini, mengapa begitu memikat hatiku? Bahkan aku baru saja bertemu dengannya," batin Juna sembari melangkahkan kaki mendekap tubuh Aira yang masih menangis sesenggukan keluar melewati keramaian orang.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Shasadewa

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku