Awalnya, Glory ingin menjebak kekasihnya untuk menidurinya, dan membuat pernikahan kedua orang tua mereka batal. Namun, Glory justru salah memilih target. Hingga kejadian panas yang sangat singkat itu berhasil membuat Glory menikah dengan pria lain. Glory membuat semua orang kecewa, tapi bagaimana pun, Glory telah kotor oleh pria bernama Dinasti. Putra sulung dari calon ayah tirinya sendiri. Sekaligus, Kakak dari kekasihnya. Lalu, bagaimana nasib Dinasti. Pria yang menjadi salah sasaran akibat ide konyol Glory? Ia harus bertanggung jawab karena telah menodai Glory, dan membuat pernikahan kedua orang tua mereka batal. Cover by Pexel. Telah di edit melalui Canva.
"Kau mau pergi ke mana, Glory? Apa dia dari keluarga yang kaya raya? Kenalkan pada kami!"
Glory yang memakai hoodie hitam dan jeans hitam itu hanya melengos menghiraukan saudarinya yang selalu meledeknya. Ekspresinya tegas, dengan sedikit kegugupan yang tersirat di kedua matanya.
"Glory, jangan lupa nanti malam! Kenakan gaun yang sudah ibu belikan!" sahut wanita paruh baya yang cantik dan anggun. Ia menuruni tangga, dan sikapnya benar-benar mirip sepert orang tua tunggal yang kesepian.
Sementara saudari Glory yang bernama Cleopatra itu hanya mentertawakannya. "Dia tidak akan datang, Bu! Dia hanyalah anak durhaka!" sahutnya terkekeh.
"Jaga bicaramu, Cleo!" timpal Glory setelah selesai memakai sepatu.
"Nak... Aku mohon, datanglah nanti malam," ucap sang ibu yang kini duduk di samping Cleo. Wajahnya sendu, tapi ia memiliki bentuk bibir yang ramah. Maksudnya, wajahnya benar-benar teduh. Sehingga siapapun yang melihatnya akan menghormatinya dan segan padanya.
"Ya," jawab Glory pelan. Kemudian pergi dengan langkah cepat.
Di sebuah aula hotel, tempat acara reuni sekolah. Glory di sambut oleh dua orang temannya, Patricia dan Winter.
"Di mana mobilmu? Apa kau berjalan kaki?" sindir Winter seraya memperhatikan penampilan Glory yang menyeramkan, berpakaian serba hitam-hitam, dan wajahnya muram. Namun, belum sempat Glory menjawab, Winter kembali melayangkan pertanyaan.
"Ouch... Pakaian apa yang kau kenakan? Ke mana gaun-gaun mahalmu?"
Kali ini Patricia mengangguk, ia setuju dengan pertanyaan Winter. Pasalnya, reuni siang itu, memiliki dress code yang sudah di sepakati, yaitu pakaian formal. Seperti gaun untuk wanita, dan setelan jas untuk pria.
"Ayolah, aku tidak ingin membahas masalah ini," sambung Glory menggerakan kedua tangannya.
"Apa? Bukan masalah? Tentu saja ini masalah besar, sayang. Jika pakaianmu seperti ini, itu artinya kau tidak bisa berdansa dengan Coral!" tukas Winter yang memang memiliki tampang dingin dan sombong. Namun, di balik kejamnya setiap perkataan yang keluar dari mulutnya, Winter adalah sosok sahabat yang siap berdiri di garda terdepan. Kalian akan menemukannya setiap kali kalian membutuhkan bantuan, termasuk finansial.
"Hei! Kalian sungguh akan mengabaikan aku yang sebentar lagi akan bersaudara dengan Coral?" ujar Glory yang panik.
"Ayolah, nikmati saja hari terakhirmu dan Coral menjadi kekasih. Karena sebentar lagi kalian akan menjadi saudara tiri. Bukankah bagus? Kau akan tinggal serumah dengannya!" bisik Winter dengan keras. Dan kedua sahabat Glory itu praktis mentertawakannya.
"Tidak, tidak. Aku dan Coral tidak bisa menjadi saudara tiri. Kami ini sepasang kekasih! Bagaimana bisa kami putus hanya karena Ibuku akan menikah dengan ayahnya Coral?!" bantah Glory yang langsung membanting tubuhnya ke atas kursi kayu.
"Lalu? Apa yang akan kau lakukan?" tanya Patricia.
Glory hanya diam, ia pun tak tahu harus berbuat apa. Pasalnya, Ibunya sudah terlalu lama sendiri sejak ayah mereka meninggal dunia pada delapan tahun yang lalu. Glory benar-benar mendukung dan ikut senang saat Ibunya mengatakan kalau dirinya akan menikah lagi, tapi setelah calon ayah tirinya datang bersama Coral saat pertemuan makan malam, Glory seperti dihempaskan dari ketinggian dua ratus meter. Hatinya hancur menjadi berkeping-keping, ia benar-benar tak menyukai takdir yang menyesakan ini.
"Hei, apa Coral sedang berjalan ke arah kita?" bisik Winter seraya menyenggol siku Patricia.
Melihat seorang laki-laki tinggi nan tampan berjalan ke arah mereka, sontak membuat ketiganya gugup. Winter dan Patricia lekas menatap penampilan Glory yang aneh. Lebih tepatnya, kedua sahabat Glory itu malu berteman dengan Glory. Dan malu mengakui, kalau Glory adalah mantan kekasih Coral.
"Untuk pertama kalinya sejak tiga tahun persahabatan kita, aku malu bersahabat denganmu!" ujar Winter seraya memicingkan matanya.
"Hai!" sapa Coral berdiri di depan meja ketiganya. Namun, Glory hanya diam saja. Ia menunduk, seperti kehilangan setengah raganya. Dan Coral hanya memperhatikannya dengan tabah.
"Hai, Coral! Kau tampan sekali hari ini!" sahut Patricia.
"Dan tentu saja kalian bertiga perempuan yang paling cantik di acara ini," sambung Coral dengan cepat. Hingga membuat Patricia dan Winter meleleh mendengarnya.
"Apa ada yang ingin berdansa denganku?"
Tawaran dari mulut Coral itu tentu saja hanya untuk Glory. Winter dan Patricia dengan praktis menarik Glory berdiri.
"Kau tidak dengar? Coral ingin berbicara berdua denganmu!" Winter berbisik keras. Hingga terdengar oleh Coral. Lelaki itu hanya berdehem, seraya mengulurkan tangannya.
"Nona, maukah kau berdansa denganku?" pintanya.
Glory yang dilema memutuskan untuk meraih tangan Coral. Menurutnya, mungkin Coral ingin menyampaikan sesuatu. Karena sebelumnya, Coral tak pernah menjelaskan apapun padanya. Ia benar-benar terlihat sangat tabah dan menerima pernikahan kedua orang tua mereka. Maka itu, Glory sempat marah karena Coral tak melakukan apapun untuk sekedar mempertahankan hubungan mereka.
"Kau sangat tampan memakai setelan jas ini," ujar Glory saat tangannya menggenggam erat tangan Coral. Sedang, ia merasakan sentuhan hangat di bagian tubuhnya yang lain. Yaitu tangan Coral yang begitu lembut meraih pinggang Glory.
"Dan kau berpakaian aneh hari ini, tapi hal itu tidak menghapus kecantikan di wajahmu," balas Coral kembali menggombal. Sekali lagi, selain tampan dan datang dari keluarga yang kaya raya, Coral memiliki sifat dan sikap yang benar-benar bermoral. Lelaki itu memiliki sopan santun yang patut diacungi dua jempol, cerdas tiada tanding, dan ia juga pintar memuji lawan bicaranya. Coral adalah pria mempesona yang selalu memberikan tawa hangat untuk Glory, dan tak pernah kehilangan kata-kata rayuan untuk mantan kekasihnya itu.
"Aku ingin berbicara denganmu, Glory," lanjut Coral.
"Kita sudah saling memuji sebelumnya. Apa itu tidak termasuk pembicaraan?" balas Glory.
Raut wajah Coral berubah, bibirnya berkedut dan matanya berpaling. Seketika Glory tersenyum, ia sungguh merindukan ekspresi Coral ketika gugup.
"Maksudku, aku ingin menyelesaikan permasalahan kita. Mungkin selama ini masalah yang menyangkut hubungan kita sangat mengganggumu. Aku benar-benar menyesal."
Kemudian keduanya berhadap-hadapan, sangat dekat, dan semakin dekat. Berputar dan kembali berhadap-hadapan.
"Kau tetap saja pintar berdansa," ujar Glory memperhatikan.
"Ya, Dinasti baru saja kembali. Dia tidak bisa berdansa, jadi aku harus mengajarinya," balas Coral.
"Dinasti?"
"Kau tidak mengenalnya, dan aku tak ingin membicarakan dia di sini," jawab Coral sembari menatap Glory dari dekat. Kemudian keduanya kembali berputar dan berhadap-hadapan, seraya tetap menjaga jarak dalam barisan. Keduanya terlihat sangat pandai berdansa, hingga mampu menarik perhatian tamu yang lain.
"Ceritakan padaku seperti apa sosok Dinasti? Aku harus mengenalnya, karena sebentar lagi dia akan menjadi saudara tiriku," ujar Glory.
"Dia tidak banyak bicara, tidak pandai bergaul, pintar menyembunyikan perasaan, dan bersikap pantas dalam segala hal."
"Bagaimana penampilannya?" lanjut Glory. Jujur saja, Glory sedang mengulur waktu agar bisa lebih lama berbincang dan berdansa dengan Coral yang malam nanti akan segera menjadi saudara tirinya. Bukan lagi pacarnya, tapi benar-benar akan menjadi keluarga yang tinggal serumah dengannya.
"Nona cantik, aku akan mengenalkan dia padamu nanti malam, tapi sekarang, izinkan aku menjelaskan sesuatu padamu," ucap Coral mengedipkan matanya.
Bersambung.