Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Terjebak Pernikahan Yang Palsu

Terjebak Pernikahan Yang Palsu

Meriatih Fadilah

5.0
Komentar
4.3K
Penayangan
35
Bab

Rumah tangga yang seharusnya tentram, damai dan sejuk itu hanya kepalsuan. Semua cinta dan kasih sayang selama lima tahun usia pernikahanku semua adalah palsu hanya demi sebuah surat wasiat dari ayah mertuaku. Akankah aku bisa bertahan dengan semua ini atau aku lebih baik memilih bercerai darinya yang telah mengkhianatiku?

Bab 1 01. Suamiku Imamku

“Bagaimana dok, apa yang terjadi dengan istri saya, apakah ada yang perlu dikhawatirkan?" tanya suamiku dengan cemas.

"Sebentar saya lihat dulu hasil laporannya." jawab dokter itu dengan ramah.

Dokter wanita itu membuka lembaran hasil laporan pemeriksaan kesehatanku.

"Maaf Pak, dilihat dari laporannya memang ada masalah dengan rahim istri Bapak ...

"Mandul kan, itu yang dokter mau sampaikan!"

"Maaf Pak, tenang saya jelaskan dulu, silahkan duduk kembali Pak," ucap dokter itu.

"Nggak usah, saya permisi ... ucap suamiku yang nampak sekali diwajahnya terlihat beringas dengan penuh emosi.

"Sudah Mas bilang, nggak usah ke dokter lagi, sudah berapa dokter yang kita datangi semua hasilnya sama, ayo kita pulang aja," ucap suamiku yang masih emosi.

Kami pun pulang dengan perasaan yang kacau, marah dan tentu saja sedih.

Diusia pernikahanku menginjak tahun kelima, aku juga belum diberi kepercayaan untuk memiliki seorang anak.

Padahal semua segala upaya sudah dilakukan, namun hasilnya semua zonk alias tidak ada.

Di dalam mobil pun Mas Ariel diam seribu bahasa, hanya keheningan yang melanda diriku ataupun Mas Ariel. Aku tak berani menatap wajahnya.

"Bagaimana hasilnya?" tanya ibu mertua dengan ramah ketika kami telah sampai di rumah.

"Ya sama bu kaya yang sudah-sudah hasil zonk melulu, jawab suamiku dengan ketus.

"Bu, Ariel keluar dulu ada janji sama klien di cafe, dan kamu Rum di rumah aja nggak usah keluyuran ke tempat mamah, besok aja kita kesananya, lagian sudah siang besok Mas libur, nggak apa-apa kan?" tanya Mas Ariel dengan mencium pucuk keningku dengan lembut.

"Iya nggak apa-apa Mas, besok aja."

Kucium dengan takjim imamku itu, Mas Ariel yang sholeh tak ada cacat di mataku, hanya kadang kalau tidak menuruti perintahnya emosinya memuncak tetapi hanya pada saat itu saja setelah itu sikapnya normal kembali dengan penuh kelembutan dan penyayang.

"Nggak apa-apa jangan sedih, berarti belum dikasih aja. Daripada kamu nggak ada kerjaan lebih baik ngurusin keponakanmu aja Raina ya hitung-hitung belajar dari sekaranglah, jika Allah berkehendak maka terjadilah, maka dari itu yang sabar, selalu berdoa dan ikhtiar," ucap ibu mertua yang ramah.

Aku sangat beruntung mempunyai ibu mertua yang sangat sayang dan perhatian, jika ada kesalahan yang aku perbuat ibu selalu menasehatiku dengan kasih sayang dan kelembutan tak pernah selama aku tinggal di rumah ini melihatnya marah atau kesal.

"Iya bu, kalau begitu Arum mau ke kamar dulu ganti baju," ucapku.

"Iya sana buruan ya."

Entah mengapa selama pernikahanku semua keluarga mas Ariel sangat menyayangiku bahkan ayah mertuaku.

Kami memang dijodohkan sedari kecil, ayah mas Ariel adalah seorang pengusaha sukses yang berteman baik dengan bapak sebagai karyawan biasa. Mereka adalah sahabat dari kecil. Beliau bernazar jika nanti mempunyai anak laki-laki dan perempuan maka akan dinikahkan.

Dan akhirnya kami dipersatukan dalam ikatan suci perkawinan yang sakral dan sah dimata agama dan hukum.

Dari sejak menikah, kami sudah tinggal satu atap dengan mertua dan saudara ipar yaitu kakaknya mas Ariel, mbak Sukma.

Hidup kami sangat tenteram berdampingan dengan mertua, apalagi dengan kakak ipar yang mempunyai anak bernama Raina. Gadis kecil itu diusianya baru 2 tahun sangat lincah dan menggemaskan sehingga naluri keibuanku pun muncul, sejak lahir sampai sekarang aku yang merawat dan menjaganya.

"Rum, tolong jaga Raina sebentar, aku mau bertemu teman arisanku di cafe, biasalah namanya juga sosialita nggak enak kalau nggak datang nanti di kira sombong," ucapnya dengan tersenyum.

"Kenapa nggak dibawa aja Raina, mbak, kasihan nanti nangis lagi nyariin mbak," jawabku.

"Ya elah Arum, kamu itu orang desa mana ngerti yang beginian, ribet Rum lebih kamu aja yang jaga ya?" sahutnya denga tersenyum yang sudah rapi dan berdandan sangat cantik.

"Rum, ibu mau pergi sebentar ada teman ibu yang masuk rumah sakit nggak enak dong istri seorang pengusaha terkenal diajak jenguk teman nggak datang nanti dikira pilih kasih lagi, dan tolong ya Rum kamu hari masak yang enak soalnya habis dari rumah sakit teman ibu mau kesini, tuh daftar makanannya," terang ibu mertua yang ramah.

"Baik bu, Arum akan selesaikan semuanya, ibu jangan khawatir, sebelum ibu datang semuanya pasti sudah beres," jawabku dengan antusias.

"Kamu memang menantu ibu yang pengertian dan baik, untung kami bisa mendapatkan kamu pantas saja almarhum papahnya Ariel sangat menyukaimu," terangnya yang membuat aku tersipu malu.

Begitulah setiap harinya, mereka selalu beralasan pergi keluar dan hanya aku yang tinggal bersama Raina di rumah yang besar dan megah ini. Ibu tidak mau memperkerjakan asisten rumah tangga karena tidak percaya sama orang lain dan pemborosan.

Suami mbak Sukma sudah meninggal setahun yang lalu akibat penyakit jantung yang dideritanya, tetapi meninggalnya pun mendadak tanpa ada orang lain yang tahu dan pihak keluarga tidak mau diautopsi, entahlah aku sendiri tidak paham.

Aku yang berkutat di dapur seharian menyelesaikan semua pekerjaan, untungnya Raina setelah ku beri makan, dia tertidur pulas jadi dengan cekatan aku segera memasak hidangan makanan yang diminta ibu.

Setelah selesai semua, tepat jam 14.00 siang, ibu beserta temannya telah datang ke rumah.

"Wah bersihnya rumahmu jeng, emmmh ... wangi lagi, pembantumu hebat banget ya bisa sebersih dan serapi ini, nemu dimana mau juga dong aku satu buat di rumah," ucapnya.

"Jleeeeb!" Aku yang mendengar itu hampir saja menitikkan air mata, tapi segera ibu memperkenalkan aku dengan teman-temannya.

"Oh, dia bukan pembantuku tapi dia ini menantuku namanya Arum, dia yang mengerjakan semuanya, kalian tahu sendirikan aku tidak percaya sama orang lain," sahut ibu mertua yang membuatku terharu dan tambah sayang aku padanya.

"Upps maaf ya Arum, Tante kira kamu pembantu disini, habis dandanan kamu kaya pembantu sih!" hahahaha ... ledeknya diikuti tertawa renyah teman ibu yang lain.

Dan aku hanya memberikan senyuman. "Maaf ya Rum, teman-teman ibu ini suka guyon," terang ibu sambil tersenyum padaku.

Lagi-lagi aku terbuai dengan kasih sayangnya seperti ibu peri di negeri dongeng.

"Bu, Arum ke kamar dulu mau lihat Raina, takutnya dia sudah bangun."

"Ya sudah sana pergi jagain Raina!"

Aku pergi menuju kamarku, sengaja Raina kutidurkan disana. Ternyata gadis kecil itu masih terlelap dalam tidur, kupandangi wajahnya yang imut dan lucu.

"Ah, andaikan dia darah dagingku sendiri, betapa bahagianya hati ini. Ku ambil gawaiku dan menyalakan video bermaksud merekam Raina yang menggemaskan sedang tidur, namun tiba-tiba aku tertuju pada meja kecil berwarna hitam, mengapa lacinya bagian bawahnya terbuka.

Aku berhenti merekam dan menuju laci itu, mungkin mas Ariel buru-buru mengambil sesuatu disana entalah.

Saat hendak kututup, ada sesuatu yang mencurigakan. Karena penasaran ku laci itu dengan lebar, disana terlihat beberapa struk belanja, bahkan yang tanggal kemarin pun masih ada.

"Untuk siapa ini, bahkan barang-barang yang tertera disitu bukan punyaku," batinku.

"Kubuka semuanya ternyata struk pembelian tas, pakaian, skincare dan pernak pernik lainnya dengan jumlah nominal yang fantastis, dan yang paling menyita perhatianku ada kuitansi pembelian satu set perhiasan emas dengan harga 500 juta dengan tanggal kemarin.

Aku masih berpikir positif mungkin struk itu membeli keperluan ibu dan mbak Sukma, dan kuitansi ini untuk diriku, karena besok adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang kelima, mungkin nanti malam tepat jam 12.00 malam seperti tahun lalu mas Ariel selalu memberiku hadiah.

Ku kembalikan struk itu kelaci dan menutupnya. Tak sabar menunggu nanti malam, kini aku sudah mengetahui hadiah kejutannya.

"Aku bahagia sekali menjadi istrimu, aku sangat mencintaimu mas, kau suamiku imamku untuk dunia dan akhirat," lirihku.

Kulihat jam dinding menunjukkan pukul delapan malam, tetapi mas Ariel belum juga pulang. Bolak balik kumelihat dibalik jendela kamarku tetapi mas Ariel tidak ada.

Rasa kantuk mulai menjalar ke mataku, namun belum ada tandanya sampai kutertidur dengan lelap.

Ada suara yang membangunkanku, namun tidak kutemukan mas Ariel disampingku.

Aku pergi keluar untuk mencari sumber suara itu. Ku berjalan perlahan-lahan agar tidak menimbulkan suara, dan akhirnya kutemukan suara itu ya suara mas Ariel di kamar ibu.

"Apa yang mereka bicarakan tengah malam begini?" gumanku dalam hati.

"Ku buka sedikit pintu itu, ternyata mas Ariel sedang menelepon seseorang.

{ Tinggal selangkah lagi kita bisa menghirup udara segar sayang, sudah aku katakan buah kesabaran akan indah pada waktunya }

{ Dia memang wanita polos dan lugu, sangat mudah kita bohongi ... hahahaha...}

{ Aku akan mengatur perceraian dengannya, jangan khawatir sayang, kamu tinggal terima beres aja, I love you my wife }

Aku terenyak, syok, kaget bercampur emosi dan marah mendengar semua perkataannya.

Apakah hanya mimpi, untuk siapa ia mengatakan itu semua, apakah aku yang dimaksud, apakah aku istri pertamanya atau kedua?

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh Meriatih Fadilah

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku