Jefry, dia adalah seorang duda tampan yang kaya raya. Lelaki itu memiliki segalanya di dalam hidup, kecuali cinta. Semua wanita yang sempat singgah di dalam hatinya mati secara menegaskan. Hingga suatu saat, Jefry bertemu dengan Marlina. Pertemuan pertama itu membuat Jefry langsung jatuh cinta. Dia ingin memiliki Marlina seutuhnya, tanpa ada halangan dari siapapun. Dengan segala obsesi, Jefry melenyapkan semua orang yang menghalangi niatnya untuk mendapatkan Marlina. Bahkan dia harus berhadapan dengan sang adik sendiri, yang rupanya juga mencintai gadis cantik bertubuh seksi itu. Cinta seorang psikopat memang sangat menyeramkan, dia akan menghalalkan segala cara demi mendapatkan tujuannya. Apakah Marlina akan jatuh ke pelukan Jefry? Bagaimana jika suatu saat dia tahu jika lelaki itu memiliki sisi gelap yang begitu menakutkan?
"Apa kau tidak bosan hidup menduda sayang?"
Seorang wanita paruh baya datang menghampiri putranya. Dina, orang-orang biasa memanggilnya sebagai bunda Dina. Dia adalah ibu sekaligus orang tua tunggal dari seorang lelaki bernama Jefry Davidson. Dia merupakan putra tunggal keluarga Davidson, yang begitu kaya raya itu. Sudah beberapa kali Jefry menikah sampai akhirnya kembali menduda. Semua wanita yang dia nikahi meninggal dengan tragis. Tidak ada yang tahu pasti penyebab kematian tersebut, masih menjadi sebuah misteri bagi semua orang rumah yang mengetahuinya.
Mata yang tajam bagaikan elang itu, menatap tajam sang bunda. Jefry tersenyum dengan manis, walaupun senyumannya tidak menunjukkan kebahagiaan.
"Tidak ada yang bahagia dengan status seperti ini Bun, jujur aku pun sangat menderita," jawab lelaki itu.
Wanita paruh baya itu mengusap kepala putranya, mencoba membuat lelaki kesayangannya itu baik-baik saja. Namun sebenarnya Jefry tidak terlalu memikirkan status yang saat ini sedang dia sandang. Orang yang menikah saja belum tentu hidup bahagia, jadi apa salahnya untuk menduda?
"Kalau begitu, kenapa kau tidak segera mencari pengganti? Atau perlu Bunda yang carikan kau calon istri?" Tanya Bunda Dina kepada putranya.
Jefry membulatkan matanya, sebegitu perhatian wanita itu kepada dirinya. Sampai masalah jodoh saja, sang Bunda ingin ikut mencari.
"Aku memang ingin segera menikah, namun Bunda tidak perlu repot-repot untuk mencarikan aku seorang wanita. Walaupun sebenarnya aku sangat ingin segera menikah ha-ha-ha.."
Lelaki itu mencoba membuat suasana tidak terlalu menegangkan, apalagi Jefry tahu jika sang bunda pasti sangat mengkhawatirkan keadaan putra sulungnya itu. Dia ingin Jefry bahagia, tetap bersama dengan seorang wanita yang dia cintai. Namun, takdir memang belum berpihak kepada lelaki itu. Dia masih belum terbaik yang Tuhan kirimkan untuknya.
"Kalau begitu, Bunda serahkan semuanya padamu. Lagi pula Bunda yakin, jika di luaran sana masih begitu banyak wanita yang bisa bersanding denganmu."
Jefry hanya tersenyum, dia tidak perlu mencari wanita ke manapun. Karena mereka akan datang dengan sendirinya, terlebih kita tahu jika lelaki itu adalah seorang duda yang kaya raya. Siapa saja pasti ingin menikah dengannya, walaupun gosip buruk terus saja peredaran masyarakat. Mereka mengatakan jika siapapun yang menikah dengan Jefry, wanita itu tidak akan memiliki umur yang panjang. Mereka akan tewas sangat mengenaskan, tanpa tahu penyebabnya.
Obrolan singkat itu pun berakhir, wanita paruh baya itu pergi ke kamarnya. Sedangkan Jefry, dia masih duduk termenung sembari menatap keluar jendela. Dia seolah sedang melihat sepasang burung yang bercumbu mesra layaknya sepasang kekasih. Ingin sekali dia merasakan hal sama dengan burung-burung itu, namun tidak ada wanita yang bisa dia jadikan sebagai alat menyalurkan nafsu.
"Sepertinya menyenangkan sekali jika aku memiliki seorang istri lagi. Aku bisa mencium, memeluk, bahkan mencumbunya sesuka hatiku. Lucu, karena lelaki setampan diriku tidak memiliki pasangan di dalam hidupnya. Kalau begitu, untuk apa semua harta dan kedudukan ini? Tidak berguna sama sekali."
Jefry mengoceh sendiri seperti orang bodoh. Gara-gara ucapan sang Bunda, dia jadi kembali merasakan kesepian yang sudah dia jalani hampir selama setahun itu. Tanpa seorang wanita, cinta ataupun kasih sayang.
"Permisi, apa ada orang di dalam? Halo! Yuhu!"
Suara seorang wanita membuat Jefry menatap ke arah pintu, dia yakin jika seseorang pasti sedang mencoba untuk masuk ke dalam rumahnya. Namun kenapa harus berteriak seperti itu? Padahal di depan sana sudah ada bel.
Tanpa banyak pikiran lagi, Jefry pun berjalan ke sumber suara. Dia membukakan pintu yang sejak tadi terus saja di ketuk oleh orang di luar itu.
"Permisi.. eh, sudah dibuka rupanya."
Seorang wanita berpakaian putih sedang berdiri di sana, dia menatap tajam ke arah Jefry dengan senyuman manisnya.
"Maaf, apa ini rumah Jeno?"
Tidak ada suara yang keluar dari mulut lelaki itu, dia hanya mengangguk dengan mata yang menatap tajam ke arah wanita dihadapannya itu. Entah mengapa, wanita itu terlihat sangat menarik di mata Jefry. Cantik, polos dengan tubuh yang begitu indah.
Apa dia teman Jeno? Cantik sekali.
Lelaki itu bergumam di dalam hatinya, dia sangat penasaran dengan wanita cantik itu.
"Maaf, boleh panggil Jeno nya sebentar? Saya ada keperluan sedikit," ucap wanita cantik itu.
"Masuklah, Jeno keluar sebentar. Kau bisa menunggu di dalam."
Jefry masuk begitu saja setelah meminta wanita itu untuk masuk. Tidak biasanya dia ikut duduk bersama wanita asing itu, bahkan secara terang-terangan memerhatikan setiap detail tubuhnya.
Pikiran lelaki tampan itu mulai membayangkan sesuatu yang kotor, bahkan tidak patut untuk dijelaskan. Jefry, dia mungkin terlalu lama sendirian. Sehingga pikiran normalnya sebagai seorang lelaki, tidak bisa untuk dikontrol.
"Marlina?"
Suara seorang lelaki, membuat wanita bernama Marlina itu menatap ke arah samping. Di sana sudah berdiri seorang lelaki tampan, yang wajahnya mirip sekali dengan Jefry.
"Jeno?"
Kedua orang itu kini saling menatap, bahkan dengan penuh semangat Marlina berjalan setengah berlari menghampiri Jeno di sana. Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berisi makanan, kemudian dia berikan kepada lelaki tampan itu.
"Ini, ayam geprek pesanan mu!" Ucap wanita cantik itu dengan senyuman indahnya.
Jeno membalas senyuman itu dengan sebuah senyuman yang manis pula, "Terima kasih. Oh iya, kapan kau datang?"
"Tidak lama, lelaki itu yang memintaku untuk masuk. Jadi aku tunggu di dalam bersamanya," jawab Marlina.
Jeno sempat menatap ke arah Jefry, tatapan yang sedikit sinis. Sedangkan Jefry, hanya bisa tersenyum di sana dengan tatapannya yang dingin.
"Dia itu Jefry, kakak laki-lakiku."
Marlina hanya mengangguk, pantas saja kedua wajah lelaki itu terlihat sangat mirip. Karena memang Jeno dan Jefry adalah saudara kandung.
"Halo Kak, saya pamit pulang ya! Jen, aku pulang ya? Masih banyak pesanan yang harus aku antar," ucap wanita itu kepada Jeno.
"Oh pulang, mau aku antar?" Tanya Jeno.
"Tidak perlu, aku bawa motor. Lain kali pesan yang banyak ya! Aku pulang dulu, bye!"
Wanita itu pergi setelah berpamitan kepada Jeno. Di saat yang bersamaan juga Jefry berjalan menghampiri adiknya, dia merebut kotak berisi ayam geprek yang sempat dipegang oleh adiknya itu.
"Siapa dia?" Tanya Jefry dengan wajah penasarannya.
"Marlina, teman satu SMA ku dulu. Kenapa? Jangan bilang jika Kakak tertarik?" Tanya Jeno penuh curiga.
"Sayang sekali, wajah cantik tapi berjualan makanan rendahan seperti ini. Jangan kau makan, banyak kuman!" Tegas Jefry kepada adiknya itu. Dia bahkan melempar kotak makanan berisi ayam itu dengan angkuh.
Jeno tidak bisa berkata-kata, dia sangat tahu bagaimana sifat kakaknya itu. Angkuh dan penuh amarah di dalam dirinya.
"Lelaki itu, sifatnya tidak pernah berubah. Awas saja jika dia berani macam-macam dengan Marlina.."
Buku lain oleh Nuna_Lee
Selebihnya