Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Be a Stepmother

Be a Stepmother

FjrhIdma_

5.0
Komentar
284
Penayangan
2
Bab

"Tante, mau gak jadi mamanya, Inka? Papa Inka ganteng kok." "Eh? Ini anak siapa anjir? Tiba-tiba minta gue jadi emaknya?" Aluna, gadis yang kini tengah dibuat kebingungan oleh anak kecil yang tiba-tiba saja menghampirinya dan memintanya menjadi mama. Aluna menggaruk tengkuknya ketika anak kecil yang menyebut namanya Inka ini menarik-narik ujung baju sekolahnya sambil merengek. "Tante mau, ya? Inka janji gak bakal nakal kok, Inka cuma mau punya mama." "Emang papa kamu kemana, Sayang?" "Papa–" "Inka!" Aluna mendongakan kepalanya ketika sebuah teriakan terdengar yang sepertinya memanggil gadis kecil di hadapannya ini. Aluna mencoba tersenyum seramah mungkin pada laki-laki yang dia pikir mungkin pria tersebut adalah ayah dari Inka. "Papa, Inka udah ketemu sama orang yang bakal jadi mama, Pa. Kita ajak pulang, yuk." Inka melompat-lompat kecil kegirangan dengan mata berbinar menatap ayahnya. Sementara Aluna hanya bisa menggaruk tengkuknya yang tak gatal sembari tersenyum malu saat matanya tak sengaja bersitatap dengan pria tampan di hadapannya. Sayangnya, laki-laki itu menatap Aluna tak ramah, tanpa ada senyum sedikitpun dia melengos dan mengangkat tubuh kecil Ara ke dalam gendongannya lalu pergi begitu saja dari hadapan Nara tanpa berkata apapun. Aluna mematung, menatap tidak percaya kepergian orang tua dan anak itu. Pasalnya, bukankah setidaknya pria itu harus meminta maaf atau semacamnya. Aluna hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat pria itu yang berjalan cepat diiringi teriakan dari Inka yang meminta turun. "Gue baru lulus SMA bisa-bisanya diminta jadi emak anak orang."

Bab 1 BAS 01- [About Orion Killian Madeva]

"Papa jahat, padahal kemaren Inka udah nemuin orang yang mau jadi mama buat Inka."

Orion Killian Madeva, laki-laki yang berstatus sebagai ayah dari putri satu-satunya bernama Inkara Oseania Madeva ini lagi-lagi hanya bisa membuang nafas kasar untuk yang kesekian kalinya.

Inka anaknya sejak kemarin terus saja membicarakan masalah yang sama padahal hal ini sudah terjadi sejak satu bulan yang lalu.

Bukan Lian tidak mau menuruti permintaan putrinya, namun memang Lian sudah tidak percaya lagi dengan yang namanya perempuan. Lian sudah berjanji untuk tidak membuka hatinya pada siapapun sekalipun Inka meminta untuk dicarikan seorang ibu.

"Pokonya Inka mau ngambek, papa gak boleh deket-deket Inka." Inka turun dari kursi meja makan lalu berjalan cepat dengan hentakan kaki kecil yang terdengar.

"Sarapannya abisin dulu, Inka." Inka sempat berhenti melangkah saat mendengar seruan dari ayahnya, namun tak berselang lama gadis kecil itu memeletkan lidahnya lalu melanjutkan langkah tanpa memperdulikan lagi panggilan Lian.

Untuk kesekian kalinya lagi hembusan nafas terdengar, Lian tidak menyangka putri kecil yang dia besarkan selama 5 tahun kini sudah tau bagaimana caranya merajuk. Waktu berjalan terlalu cepat dan Lian selalu merindukan masa-masa dimana Inka masih dalam gendongannya dulu.

Melirik jam di tangannya sudah menunjukkan pukul tujuh pagi, Lian segera bergegas membawa tasnya untuk berangkat ke kampus.

Lian memang masih kuliah, umurnya bahkan masih dua puluh tiga tahun. Lian memang sudah menjadi papa muda sejak dirinya masih berusia delapan belas tahun.

Tentu saja, untuk menjadi seorang ayah di usia muda adalah sebuah kesulitan yang Lian jalani karna hal ini sudah pasti sangat mengganggu pendidikannya. Lian memang bodoh karna pernah menjadi pria brengsek saat masa sekolah dulu sampai-sampai dirinya harus menanggung tanggung jawab sebesar ini.

Singkatnya, Inka anaknya adalah hasil hubungan terlarangnya dengan mantan kekasih saat SMA dulu. Insiden yang ingin Inka lupakan saat dirinya ceroboh meniduri pacarnya karna tidak terima saat pacarnya lebih memilih bersama pria lain.

Jangan tanya kemana perginya wanita itu sekarang, Lian bahkan tidak mau mengingat-ingat lagi masalalu kelam yang dia harap menghilang dari isi kepalanya.

"Bi, jagain Inka, ya, saya berangkat dulu." Lian berpesan pada wanita paruh baya yang dia bayar untuk menjadi babysitter putrinya.

Setelah mendapat anggukan mantap dari Bi Surti, Lian segera mengambil kunci motor yang tergantung di pembatas dapur dan ruang tengah.

Sambil memutar-mutar kunci ditangannya Lian baru saja teringat kalau hari ini adalah hari terakhir orientasi mahasiswa baru di kampusnya.

Lian hampir saja lupa kalau hari ini adalah giliran demo eskul timnya yang akan tampil. Bergegas Lian segera melajukan motor besarnya menuju kampus. Sebagai ketua, Lian tidak mungkin datang terlambat kan.

***

Aluna Carnelian Arrayan, seorang mahasiswa baru yang kini tengah celingukan mencari-cari seseorang yang katanya akan melakukan pertandingan basket untuk acara demo eskul hari ini.

Lama mencari sampai matanya langsung menemukan sosok yang dia cari tengah berjalan santai dengan baju basket kesayangannya. Para maba perempuan yang dilewatinya banyak yang menjerit histeris menatap kagum laki-laki tampan nan tinggi itu. Tapi tidak dengan Aluna, dia malah memutar bola mata malas seolah muak melihat sahabat sekaligus tetangganya itu tebar pesona.

"Sok ganteng!" Seruan Aluna mendapat balasan tawa lucu dari lelaki bernama Sadam yang kini sudah berdiri di depannya.

"Emang gue ganteng, gak nyadar?" Aluna mencebik lalu memilih melangkah lebih dulu yang langsung disusul oleh lelaki itu.

"Pokoknya nanti gue mau masuk tim basket juga, lo harus bantu gue!"

"Bayarannya apa?"

"Pamrih banget, kalo gak mau bantu yaudah!"

Langkah keduanya terhenti saat tiba-tiba banyak maba yang kembali berteriak setelah kedatangan seseorang dari arah parkiran.

"Ada apaan, sih?" Aluna bertanya penasaran.

"Si ketua dateng kali, padahal jelas-jelas masih gantengan gue anjir."

"Si paling ngerasa ganteng."

Aluna kembali melanjutkan langkahnya untuk mengikuti maba yang lain melihat siapa yang baru saja datang di sana, tentu saja Sadam tetap mengikutinya di belakang.

Sampai langkahnya kembali terhenti saat seseorang yang menjadi sorotan para mahasiswi itu kini tengah berjalan mendekat ke arahnya. Aluna sontak mematung setelah dirinya mendadak jadi pusat perhatian. Hingga ketika langkah itu semakin mendekat Aluna malah menjadi salah tingkah dan menunduk malu sampai suara dari belakangnya memecah kegugupan.

"Yan, baru nyampe lo." Suara Sadam terdengar menyapa. Aluna mengadah dan mendapati sahabatnya itu tengah merangkul lelaki yang baru saja datang ini. Aluna terkejut tentu, ternyata lelaki itu berniat menghampiri Sadam bukan dirinya. Aluna mengutuk dirinya yang terlalu kegeeran.

Karena tidak mendapat jawaban dari temannya, Sadam malah menangkap pandangan Lian yang mengarah pada gadis yang tengah bersamanya. "Pacar lo, Dam?"

Sadam terkekeh pelan. "Pengennya sih gitu, Yan, tapi ditolak mulu gue, anaknya masih minat jomblo." Jawaban Sadam langsung mendapat pelototan tajam dari Aluna yang merasa tidak terima.

"Enak aja! Lo tuh jelek makanya gue gak mau!"

Lian menatap gadis yang merengut kesal di depannya. Matanya seperti merasa tidak asing dengan wajah gadis itu. Sampai tidak sengaja mata mereka bertemu pandang. Aluna mengerutkan kening karna dirinya juga merasa seperti pernah bertemu dengan lelaki ini.

Sampai ingatan Aluna kembali berputar ke kejadian sebulan yang lalu saat ada gadis kecil menghampirinya di sebuah halte. Sontak Aluna membulatkan matanya terkejut setelah mengingatnya.

"Lo!"

Lian yang ditunjuk tiba-tiba merasa heran, lalu menatap ke arah Sadam yang juga tidak mengerti sahabatnya ini kenapa.

"Gue inget gue inget! Lo cowok yang waktu itu kan? Siapa sih namanya, aduhh anyink lupa!" Aluna menepuk-nepuk kepalanya berusaha mengingat-ingat nama anak kecil yang memintanya menjadi mama waktu itu.

"Ahhh! Iyaa bener, lo bapaknya si bocil itu kan? Bapaknya si Inka-Inka itu!" teriakan Aluna yang heboh langsung mendapat banyak perhatian dari mahasiswa sekitar, begitu juga dengan Sadam yang masih belum mengerti maksud dari sahabatnya.

"Bener kan? Gue inget banget waktu itu lo yang– Mmphht!" Aluna terkejut ketika tiba-tiba Lian membekap mulutnya tanpa aba-aba. Dan lagi-lagi Sadam masih saja belum mengerti apa yang tengah terjadi.

"Yan? Lo ngapain ngebekep temen gue anjir?!" Sadam hendak menolong Aluna , tapi Lian malah langsung membawa Aluna pergi dari sana.

"Gue pinjem temen lo bentar!" teriak Lian yang dibalas tatapan penuh tanya dari Sadam.

"Mereka saling kenal?"

***

"Lo apa-apaan, sih?!" Aluna langsung memprotes kelakuan Lian yang kelewat tidak sopan karna sudah berani membekap mulutnya. Apalagi sekarang Lian malah membawanya ke tempat yang Aluna tidak tau dimana, yang jelas Lian membawanya ke tempat yang cukup jauh dari lapangan kampus.

"Mulut lo berisik!"

"Maksud lo apa? Gue gak ngomong apa-apa!"

"Tentang Inka."

Mendengar nama InKa kembali disebut, Aluna pun kembali heboh setelah mengingat lagi kejadian itu.

"Anjir anjir anjirr! Lo berarti bener bapaknya si bocil itu kan? Iya kan? Cowok yang gak sopan banget waktu itu maen pergi-pergi aja gak minta maaf dulu anaknya narik-narik gue minta jadi emaknya." Kehebohan Aluna mendapat ringisan kecil dari Lian, lelaki itu tidak tau kalau ternyata gadis di depannya ini memiliki suara yang nyaring memekakan telinganya.

"Bisa pelanin dikit gak sih? Kuping gue pengang."

"Ya makanya jawab dong! Bener elo kan?"

"Iya itu gue!"

"Wah, gila! Dunia beneran sempit banget ternyata. Eh, tapi bentar, kok lo bisa disini?"

"Gak usah banyak tanya, gue bawa lo ke sini cuma minta buat lo tutup mulut."

"Tutup mulut apaan?"

"Gue bilang tentang Inka."

Aluna berfikir keras mengerutkan kening untuk menangkap maksud Lian.

"Jangan bilang lo minta gue buat gak sebarin tentang lo yang udah punya anak?" Aluna menebak-nebak maksud Lian, dan sepertinya tebakannya benar setelah melihat Lian mengangguk.

"Wah, gila! Jadi anak kampus gak ada yang tau kalo lo udah punya buntut? Anjaayy, Kalo sampe pada tau kira-kira rame gak ya?" Aluna sepertinya berniat untuk menggoda Lian, entah apa yang tengah ada dipikirannya Lian kini menatap Aluna tidak suka.

"Kalo sampe kabar ini bocor, lo orang pertama yang gue cari!"

"Kalo gitu bikin gue tutup mulut dong! Jaman sekarang gak ada yang gratis."

Lian berdecak, dia sudah menduga kalau gadis ini tidak akan semudah itu untuk diajak bekerja sama. "Mau lo apa?"

"Gue denger dari Sadam katanya lo ketua UKM Basket kan? Kalo gitu, bisa dong lo bantuin gue masuk ke tim inti nanti?"

"Lo masih maba, gak gampang buat masuk ke tim inti apalagi gue juga belum tau lo bisa basket apa nggak."

"Justru karna gue bisa makanya gue mau lo bantuin gue."

"Bukti, gue butuh bukti."

"Oke, kalo gitu pas nanti tim basket cewek tanding, izinin gue buat ikut mereka hari ini. Biar gue buktiin kalo gue bisa, gimana?"

Lian menimang-nimang tawaran dari Aluna. Bukan apa-apa, dia hanya tidak mau kalau demo hari ini sampai berantakan jika saja Aluna ternyata malah berniat untuk membuat kekacauan.

"Oke, biar gue urus. Lo siapin diri sebelum gue panggil ke lapangan nanti."

Aluna akhirnya tersenyum puas setelah tawarannya diterima. Mereka pun berjabat tangan sebagai tanda bahwa keduanya benar-benar setuju.

"Deal!!"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku