Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
46
Penayangan
52
Bab

Kenapa sesakit ini, Ma? Rasaku mati, empatiku lenyap. Tapi kenapa aku masih bisa merasa sesakit ini? Jika saja aku bisa memilih, aku pasti akan meminta mama tinggal malam itu. Menemaniku, mendongengkan cerita tentang kancil yang mencuri timun di kebun pak tani. Namun, aku hanya tertawa saat mama pergi, memelukku dengan begitu erat dan percaya mama akan cepat pulang. Tapi, nyatanya dunia menghianatai kita 'kan, Ma?Dunia dan orang-orang yang mama anggap keluarga benar-benar menghianatai kita.

Bab 1 EMPAT BOCAH LUCU

"Kenapa kamu bisa terluka lagi, Joe?" ucap gadis kecil yang menempelkan plester bergambar bunga matahari, setelah ia memilih koleksi dalam saku rok birunya yang berumbai-rumbai beberapa lama.

"Kan, sudah kubilang. Jangan bermain dengan anak-anak nakal itu. Mamaku benar, anak cowok emang susah dibilangin." tambah gadis kecil itu menepuk plester yang sudah menempel di siku bocah bule yang mata abu-abunya tampak protes merasakan perih.

"Jangan cengeng kamu 'kan cowok, aku aja gak nangis kalo luka." ucap gadis kecil yang berdiri. Seolah mengatakan tugasnya selesai dan menatapi bule yang juga berdiri menatap gadis kecil yang selalu menolongnya saat diganggu anak-anak lain hanya karena tubuh Joe lebih kecil dari mereka.

"Kan, sudah kubilang laporkan saja pada miss Eva," ucap gadis kecil yang lalu menunjuk guru mereka yang cerewet diantara kumpulan beberapa anak yang pipinya masih begitu tembem dan kenyal, mirip keduanya.

"Yeah, I kick one of them and make him cry," ucap bule kecil itu bangga. Menunjuk ke arah yang sama, meski yang ditunjuk jemari kecilnya berbeda dengan arah gadis kecil di sampingnya.

"Tapi, kenapa miss Eva tak menghukum anak-anak nakal itu, ya?" tanya gadis kecil itu lalu mengucek matanya merasakan ada angin menyapa matanya yang bulat nan jernih.

"What? I will not cry. This not hurt at all." Ucap Joe menunjuk plester yang menempel di lengan putihnya sendiri.

"Aku tau, itu pasti sakit tapi jangan menangis. Nih, aku bagi permen," kata gadis kecil yang sakunya tampak berisi banyak benda.

"Candy? Its for kids. I dont want it," ucap joe yang tangannya menyilang.

"Kamu mau dua? Baiklah, tapi jangan bilang Rei, ya? Aku hanya membaginya satu," ucap gadis kecil itu mengambil satu lagi permen dalam saku dan meletakkannya di kedua tangan Joe yang meski ingin menolak jadi diam melihat anak yang badannya lebih besar sedikit darinya itu tertawa begitu lebar.

"Lain kali bilang miss Eva dan jangan berantem."

"I said I dont want it," bisik joe pelan tapi tetap memakan lolipop rasa stroberi yang akan membuat lidah dan bagian langit-langit mulutnya merah.

"Enak, kan. Itu rasa favoritku."

"It's so sour, I don't like it," ucap Joe yang menarik keluar permen yang diemutnya.

"Joe! why you eat that? You said you don't like strobery."

"Hai, carmen. Kamu mau permen juga?" ucap gadis kecil yang melihat carmen menunjuk permen yang dipegang Joe.

"Joe itu tidak suka stroberi, tau!"

"E~h... tapi, Joe tetap makan kok, tuh lihat." ucap gadis kecil itu menatap Joe yang memasukkan permen ke mulutnya, lagi.

"Dia itu tidak suka tau! Joe, tak mau makan kue stroberi yang kubawa," ucap Carmen membuat gadis di depannya berpikir.

"Aku juga tidak suka kue. Tapi, aku suka permen karena rasanya lebih enak. Mungkin joe sama sepertiku. Bener ga, Joe?"

"Yeah, I dont like it. But trowing food is not good," ucap Joe mengangguk.

"Lihat, kan? joe suka tu."

"Joe bilang tidak suka, Bodoh! You don't like it, isn't it joe?" kata Carmen membuat Joe menggeleng.

"Yes, it's so sour."

"Tuh! Joe bilang rasanya asem gak enak!" ucap Carmen tak mau kalah. Sementara gadis kecil di depannya tersenyum senang.

"Iya, rasanya asem dan manis, enak sekali. Carmen mau juga?"

"Tidak mau bodoh! Joe itu tidak suka, yakan Joe?"

"He~h tapi, Joe tetap makan, tuh."

"Pokoknya joe itu tidak suka."

"Joe, tak suka permen?"

"Joe tak suka stroberi!"

"HAI JOE!"

"Akh!" Joe yang tampak bingung jadi kaget dan menjatuhkan permen dari mulutnya karena ada yang memukulnya dari belakang.

Tiga pasang mata bulat itu menatap permen yang jatuh di atas tanah. Diikuti bocah lelaki nakal yang senyumnya hilang lalu ikut menatap permen yang tergeletak.

"Yah jatuh."

"Yes!" ucap carmen senang

"Akh! jatoh ya? I am sorry, Joe," ucap bocah lucu namun memiliki wajah nakal yang ikut menatap permen lolipop di tengah mereka.

"Rei, bodoh! hati-hati dong, gimana kalo Joe ikut jatuh juga?!" seru Carmen menendangi kaki Rei yang malah tertawa.

"Itukan permen Joe. Kenapa Carmen yang marah?" ucap Rei menoleh pada gadis kecil yang masih menatapi permen dengan mulut menganga. Matanya tampak sedih.

"Eh, jangan nangis. Nih, aku ganti sama permenku," ucap Rei mengeluarkan permen sama dari sakunya.

"itu permen Joe tau, Rei bodoh!" protes Carmen.

"Tapi, Joe juga dikasih, tauk," ucap Rei tak mau kalah. Padahal permen yang sedang ia sodorkan itu juga permen yang dibagi gadis kecil yang terus menatapi permen yang jatuh di atas tanah.

"Arimbi!" seru miss Eva membuat gadis kecil yang mulutnya masing menganga itu menoleh, begitupun tiga pasang mata bulat di sampingnya.

"Mama arimbi, sudah datang menjemput."

Ucapan miss eva membuat wajah Arimbi berbinar melupakan sedihnya permen Joe yang jatuh. "Aku pulang duluan ya," pamit gadis kecil itu semangat dan melambai pada tiga bocah di depannya lalu berlari ke gerbang sekolah setelah salim pada miss Eva.

"Joe itu tak suka kamu tauk," ucap Rei yang masih bertengkar dengan Carmen.

"Tapi, joe duduk di sampingku dan cuma aku yang bisa ngomong sama joe," balas Carmen tak mau kalah.

"Sebentar lagi aku dan Arimbi juga bisa ngomong bahasanya Joe."

"Oh ya? Kamu sih mungkin Rei, tapi Arimbi? Nulis namanya sendiri aja belum bisa."

"Tulisan Arimbi emang jelek, tapi dia selalu dapet nilai A." Bela Rei tak terima.

"Lagian Carmen jelek. Gak mungkin Joe suka."

"Miss Eva...! aku dibully Rei!"

"Rei! Jangan nakal. Lepaskan rambut Carmen, please."

"Carmen yang mulai, Miss."

"Bohong, Miss Eva. Rei juga ndorong Joe sampai jatuh dan luka!" tunjuk Carmen pada plester di lengan Joe.

"Itu bukan aku!" bela Rei tak terima

'It's hurt right joe? Rei nakal kan?" tanya Carmen membuat Joe menatap lukanya lalu mengangguk.

"See, Miss Eva. Rei is a bad kids!" ucap Carmen senang melihat wajah miss Eva berubah saat menatap Rei.

"Sukurin! Come on, joe. My mom should be here soon to pick us. Your mom can't come today, right?" ucap Carmen menggandeng tangan Joe yang menoleh ke belakang. Menatap Rei yang terus membela dirinya pada omelan miss Eva.

"Yeah, she not feeling good today."

*

Arum, menanggapi celoteh putrinya yang duduk sambil sesekali mengemuti premen lolipop rasa stroberi dan melihat apapun yang mereka lewati.

Arimbi, anak yang suka bercerita apa saja yang dilihatnya pada sang mama itu sesekali menunjuki bangunan yang diketahuinya. Dari rumahnya siapa, kucing berwarna apa, daun yang jatuh terkena angin, penjual kue cubit yang membuatnya ingin makan roti panggang buatan mama, es cendol dalam gerobag yang membuatnya ingat jus mangga buatan bibi di rumah dan entah apa lagi. Dan Arum sama sekali tak bosan menanggapai celoteh Arimbi.

"Minggu depan papa ulang tahun, anak mama mau kasih kado apa?" ucap Arum membuat Arimbi terdiam, mengingat pria yang jarang di rumah atau ditemuinya itu.

"Apa papa akan pulang, Ma?" tanya gadis kecil yang membuat Arum menatapnya sesaat, lalu tersenyum mengusap kepala Arimbi.

"Iya, sayang. Nanti, mama suruh papa di rumah seharian, kalau tidak kita susul papa ke kantornya sambil bawa kue," ucap wanita itu dengan senyum optimistik membuat gadis kecilnya mengangguk.

"Sayang, apa kita cari kado buat papa sekarang? Sama pesen kue buat minggu depan?" tanya Arum membuat wajah Arimbi bersinar.

"Papakan tidak suka manis. Jadi kita bisa pesen yang gak terlalu manis dan ada rasa jahe plus kayumanisnya, ok?" tambah Arum tersenyum melihat tawa bahagia sang putri.

"Kamu sama papamu itu mirip sekali, Sayang. Gak suka kue tapi permen sama kopi harus manis," tambah arum mengusap kepala putrinya yang tampak senang sekali. Meski hanya satu saja hal yang mirip dengan ayahnya itu.

*

Dua ibu dan anak yang saling bergandengan tangan itu keluar dari toko kue, langkah keduanya tampak begitu ringan dengan tawa menghiasi wajah keduanya. Tapi, wajah arum sedikit berubah menatap pria yang begitu dikenalnya sedang bergandengan dengan wanita yang membuatnya diam seketika.

"Mama?" panggil Arimbi membuyarkan lamunan sang mama.

"Mama kenapa? Mama sakit?" tanya bocah yang memperhatikan wajah sang mama itu begitu lekat.

"... tidak, sayang. Mama baik, ayo pulang" ucap Arum yang meski tersenyum bibirnya sedikit bergetar.

Sore berganti petang. Wanita yang makan berdua dengan putrinya itu berusaha bersikap biasa meski kadang ia lebih tampak diam dan sering kali menatap putrinya, ARIMBI BAGAS WIJAYA.

Bocah berumur tiga tahun yang menyandang nama tengah sang ayah dan kakeknya yang sudah tiada. Dan hanya meninggalkan nenek dari sang suami. Wanita yang tak pernah bersikap ramah pada gadis kecil ini. Juga sodara ipar yang baik kalau ada maunya.

"Sayang, mama mau keluar sebentar. Arim bersama bibi di rumah tak apakan?"

"Aku tak boleh ikut mama?" tanya bocah yang menatap wajah sang mama penuh harap.

"Tidak, sayang. Arimbi di rumah dulu ya. Mama hanya pergi sebentar, kok, janji." Arum mengusap rambut Arimbi yang diam lalu mengangguk. "Nanti, mama belikan permen stroberi lagi, ya," ucap Arum membuat wajah putrinya berubah senang. Membuat senyum tercetak seketika di bibir sang mama yang lalu memeluk putri kesayangannya ini begitu erat. Sangat erat.

"Mama akan cepat pulang, Sayang." Arum mengecupi wajah putrinya lama dan berkali-kali. Tapi, Arimbi tak protes dan membiarkan sang mama mengecupi permukaan kulitnya yang merasa geli.

Tapi, malam itu adalah hari terahir Arimbi mendengar suara Arum yang lembut dan menenangkan. Bocah berumur tiga tahun itu tak akan pernah lagi mendengar suara sang mama yang berkata akan cepat pulang membawa permen stroberi kesukaannya.

Suara Arum tak akan pernah lagi Arimbi dengar.

______

Salam kenal saya Nur, terimaksih sudah baca. Saran saya baca sampai bab 5 sebelum memutuskan berhenti atau lanjut baca. Happy reading dan tulis sajalah diriku xixixi.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku