Elegant Revenge

Elegant Revenge

Rianievy

5.0
Komentar
3.4K
Penayangan
42
Bab

#Ini kisah awal mula judul : Pras and his destiny, Duda kesayangan Gladis, dan Senandung Rasa (on going).# __________ Mendapati jika suami berselingkuh dengan cinta pertamanya yang ternyata, sudah berlangsung lama, membuat Aira merasa bodoh dan tertipu. Hidup dan hatinya hancur, bahkan ia menyalahkan dirinya sendiri atas kelakuan suaminya itu. Tapi, sosok lain datang dan mengatakan jika ia tidak salah. Maka, rencana balas dendam dengan cara yang elegan, Aira jalankan dengan bantuan banyak orang yang mendukung. Termasuk satu pria yang muak melihat permainan Awan dan Amanda sang pelaku perselingkuhan. Apakah Aira bisa menjalankan rencananya dengan lancar? Lalu, apakah Galang, sosok pria yang menaruh kagum kepada Aira mampu membuktikan jika ia bisa menggantikan Awan yang bejat?

Bab 1 Romansa dan dua garis

Candu cinta itu seperti alkohol yang memabukan bagi siapa saja yang meminumnya dalam jumlah banyak, sehingga mampu membuat seseorang tak sadar akan kebodohan yang sedang ia jalankan. Menunggu pagi untuk menyambut hari yang baru, seakan hal yang wajib menjadi harapan bagi setiap manusia. Indahnya sebuah romansa juga diharapkan dapat terasa disetiap harinya.

Wanita cantik itu menatap suaminya yang masih terlelap saat jam sudah menunjukan pukul enam pagi. Aira, ia selalu senang menatap wajah Awan yang sedang tidur. Membuat debaran jantungnya menguat berpacu layaknya seseorang yang terus jatuh cinta berulang kali, namun, ini dengan pria yang sama, selama tujuh tahun-empat tahun masa pacaran dan tiga tahun masa pernikahan. Awan selalu bisa membuat seorang Aira merasakan jatuh cinta berkali-kali lipat setiap hari kepada dirinya.

Sebelah mata Awan terbuka sedikit, ia melirik lalu tersenyum dan menarik tubuh istrinya hingga terjatuh di atas dada bidangnya yang tertutup kaos berwarna putih polos. Dengan gemas ia memeluk Aira dan terus menciumi pipi istrinya itu tanpa henti. Membuat Aira bergidik geli dengan perlakuan suaminya yang suka gemas dengan dirinya.

"Udah Mas, buruan bangun, mandi, kerja. Aku juga mau ke kantor," ucap Aira berusaha melepaskan diri dari pelukan Awan.

"Ntar dulu dong, sini, dan gini dulu." Awan terus memeluk Aira dan menghirup aroma istrinya itu yang sudah mandi dan wangi. Hanya tinggal berganti baju kerja, karena setelah membersihkan diri, ia hanya mengenakan daster.

"Kesiangan nanti, Mas Awan," ucap Aira yang tak bisa bergerak di dalam dekapan Awan.

"Mmghhh, enggak, sebentar doang." Awan lalu mengusap punggung Aira. Membuat Aira relax hingga sedikit mengantuk.

"Bolos aja yok, Ra," bisik Awan. Aira menggeleng.

"Aku ada kerjaan Mas, belum bikin laporan bulanan."

Awan menghela napas panjang dan melepas pelukannya. Aira bangun, lalu duduk menatap suaminya itu. "Mau apa ci emangnya, udah pagi tuh, lihat mataharinya udah naik?" Aira menangkup wajah suaminya.

"Ok. Yaudah aku mandi dulu, sarapan di mobil aja, takut macet." Awan beranjak dan mengecup sekilas bibir Aira, membuatnya tersipu malu. Selalu seperti itu. Aira selalu bisa tersipu malu dengan perlakuan manis Awan.

"Mas Awan!" panggil Aira. Awan menoleh dari pintu kamar mandi menatap Aira.

"Aku telat datang bulan, nih." Aira senyum-senyum. Awan terbelalak dan berlari menghampiri Aira.

"Serius kamu, Ra!" Awan semangat. Aira mengangguk.

"Tapi aku belum cek, Mas, nanti pulang kerja aku beli alat testnya ya, kita lihat sama-sama." Aira menyisir rambut Awan dengan lima jarinya. Mencium kening suaminya dan tersenyum.

"Mudah-mudahan jadi ya kali ini, kalau enggak, aku minta kamu sabar lagi ya, Mas." Aira menatap Awan. Awan mengangguk.

Anak, menjadi kunci lain dalam kebahagian sebuah mahligai pernikahan. Kehadiran anak mampu membuat sebuah rumah tangga menjadi lengkap. Hal itu juga yang menjadi harapan Awan. Menikahi kekasih yang ia kenal begitu cepat, merasakan jatuh cinta dan nyaman satu sama lain, hingga memutuskan untuk menikah, menjadi harapan terbesarnya untuk memiliki seorang anak. Tiga tahun menikah, belum terdengar suara tangis di dalam rumah yang mereka tempati. Berkali-kali Aira berharap jika saat datang bulannya terlambat, maka calon bayi sudah menempati rahimnya, namun itu belum terwujud. Awan selalu meyakinkan Aira jika suatu saat mereka akan punya anak. Pria itu selalu bisa membuat Aira tersenyum dan yakin akan hal itu.

Keromantisan mereka juga dinilai baik di mata keluarga, juga para sahabat yang tau mereka berdua. Tak pernah ribut apalagi cekcok di hadapan banyak orang. Aira begitu mencintai suaminya, ia rela seluruh hidupnya dihabiskan untuk mencintai seorang Awan.

Sikap Awan yang suka memberikan kejutan kecil, atau tiba-tiba memberikan hadiah kecil saat pulang bekerja, membuat Aira merasa sangat dicintai suaminya itu.

***

"Nanti pulang kerja tunggu aku ya, aku nggak lembur kok, cuma rapat penjualan doang sampe jam tiga terus pulang." Awan menoleh, menatap istrinya lekat.

"Kamu nggak kelamaan nunggu aku di parkiran, Mas, kalau jam segitu nanti sore udah jemput?" Aira melepaskan seatbelt nya saat mobil yang dikendarai Awan sudah sampai di parkiran gedung kantor Aira.

"Nggak, kayak nggak biasanya aja. Ra, sini dulu." Awan menarik jemari Aira dan mengecupnya berkali-kali lalu menarik Aira dan mereka sedikit menghabiskan waktu beberapa menit untuk saling meluapkan rasa cinta dengan cumbuan panas. Mereka saling melemparkan senyum saat hal tersebut usai.

"Kabarin aku kalau udah sampe kantor ya Mas"

"Iya, Ra," Awan mengusap kepala Aira. Mereka melemparkan senyuman.

Pintu Mobil tertutup. Aira berjalan menjauh masuk ke lobby kantor lewat pintu dekat parkiran. Awan mengambil ponsel dan mengirim sebuah pesan kepada seseorang. Lalu senyum merekah dari wajahnya. Ia menginjak pedal gas dan menuju ke arah kantornya.

Keesokan paginya, di rumah, Keduanya menatap pada garis yang muncul di alat tes kehamilan. Lalu mereka saling menatap dan tersenyum. "Belum saatnya," ucap Awan sambil merangkul dan mengusap bahu Aira. Testpack dibuang ke tempat sampah oleh Aira. Ia memeluk suaminya yang kemudian mengecup kepala Aira berkali-kali.

"Kita harus sabar lagi." Ucap Awan. Aira mengangguk, masih di dalam pelukan suaminya yang hangat dan nyaman.

"Jangan dipikirin. Kita nonton tv yuk sambil tiduran, episode terbarunya malam ini 'kan?" Awan mengalihkan pembicaraan. Aira mengendurkan pelukannya dan menatap lekat Awan.

"Mas nggak kecewa?" Aira mencoba mencari jawaban jujur dari kedua tatapan mata Awan.

"Enggak. Ini urusan rejeki aja, sabar," Awan lalu membawa Aira keluar dari kamar mandi yang ada di dalam kamar mereka dan menuju ke arah tempat tidur. Keduanya tenggelam dalam kehangatan didalam satu selimut. Saling memeluk dan menguatkan.

"Aku mau tanya boleh Mas?" Suara Aira memecahkan keheningan. Awan belum menyalakan televisi.

"Apa," ia menatap kearah jendela kamar yang tirainya sudah tertutup dengan dagu ia letakan di atas kepala Aira.

"Dulu, kenapa kamu dingin banget ya? Inget nggak waktu kita pertama ketemu di rooftop gedung kantor kita."

"Ehem," jawab Awan.

"Kita beda perusahaan, cuma ada di gedung yang sama. Tapi kita sering ada di tempat yang sama, dan lebih selalu pas momen hujan,"

Lalu terdengar suara Awan terkekeh pelan.

"Aku nggak suka sama kamu 'kan awalnya. Kita sering ketemu di rooftop karena aku lagi nikmatin momen sendiri aku disela sibuknya aku kerja sama target yang bikin aku pusing, dan kamu, karena kamu asik baca buku sambil nikmatin angin, nunggu jam kantor selesai 'kan,"

Aira mengangguk. "Bukannya kamu yang suka aku duluan ya?" Awan mendorong tubuh Aira pelan supaya merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan menatapnya. Aira menunduk malu. Ia menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Awan yang tertawa.

"Coba ceritain. Itu gimana si, aku lupa lho, Ra," ledek Awan.

"Bohong banget lupa," Aira masih malu.

Flash back.

Suara Lift terbuka. Aira masuk kedalam Lift bersama para karyawan lain menuju ke lantai perusahaan masing-masing. Saat lift berhenti di lantai dua. Aira melihat sosok pria dengan raut wajah kalem, cenderung serius masuk ke dalam lift dan berdiri di sudut.

Aira mencuri pandang sesekali. Saat itu jantungnya sudah berdebar. Ia tak tahu siapa pria itu. Yang ia tahu, hanya seragam perusahaan otomotif ternama yang memiliki kantor pusat di salah satu lantai gedung tersebut. Pria itu melirik ke arah Aira. Tanpa senyuman. Aira menunduk dan tak berani menatap kembali.

Hingga, pertemuan tak sengaja di atas gedung menjadi waktu yang tak mereka rencanakan untuk bertemu. Aira jatuh cinta kepada sosok lelaki itu. Hingga disatu acara, mereka bertemu dan dikenalkan secara resmi oleh teman Aira yang ternyata sepupu lelaki tersebut. Mereka saling tau nama masing-masing. Hingga obrolan pun terjadi dan mereka menjadi lebih dekat dan nyaman satu sama lain.

Flash back end.

Suara hujan terdengar di luar rumah. Awan beranjak dan membuka tirai. Ia berdiri sambil menatap keluar jendela dengan kedua tangan ia masukan kedalam saku celana pendek yang ia kenakan.

"Aku suka hujan, kondisi alam yang bisa bikin aku berfikir banyak hal," ucap Awan.

Aira beranjak. Ia duduk di tepi ranjang. "Aneh. Orang banyak yang benci hujan karena aktifitas mereka berhenti, kamu malah suka," Aira bersedekap.

"Ya. Aku memang aneh, seaneh itu sampai kamu nggak bisa beranjak dari aku 'kan?" lirik Awan sambil terkekeh. Aira berdecak. Ia beranjak dan mengalungkan tangannya di pinggang Awan. Memeluk suaminya dari belakang sambil menghirup aroma yang khas dari tubuh Awan.

"Aku nggak akan bisa beranjak Mas, dalam kondisi apapun," timpal Aira.

Ia menempelkan wajahnya di punggung Awan. Sedangkan Awan menatap pantulan dirinya dari kaca jendela dan menatap tajam. Aira tak melihat tatapan itu, seolah Awan sengaja menyembunyikan sosok lain dirinya.

***

"Airaaa!!! Gue hamilll!" Teriak Kinan. Rekan sejawat Aira yang berada satu divisi dengannya. Aira tersenyum mengangguk senang lalu memeluk Kinan. Ia juga melihat hasil test pack yang menunjukan dua strip.

"Sehat-sehat keponakan aunti Aira yaaa," Aira mengusap perut Kinan yang masih rata.

Kinan tersenyum. Lalu menatap Aira. "Lo udah cek, Ra?" tanya Kinan. Ia tau, karena kemarin Aira sempat bercerita sedikit.

"Udah. Tapi belum rejeki, Nan, lo duluan." Aira tertawa. Walau hatinya terasa nyeri. Disaat usia pernikahannya sudah tiga tahun, ia belum hamil. Kinan, baru dua bulan menikah, langsung hamil.

"Nggak apa-apa, mudah-mudahan secepatnya ya, gue izin balik cepet ya, Ra, habis maksi mau ke dokter buat mastiin, tadi baru test pack doang." Kinan menatap Aira penuh harap. Aira mengangguk.

"Iya. Santai, kerjaan lo gue yang kontrol nanti. Yang penting notulen rapat kemarin udah lo rapihin 'kan? Bu bos nanti ngamuk," ucap Aira sedikit berbisik.

"Beres itu. Makasih ya, Ra," Kinan menggenggam jemari Aira.

"Sama-sama Kinan, i'm happy for you." Aira mengusap perut rata Kinan. Mereka lalu tertawa bersama.

'Ya Tuhan, semoga aku cepat mengandung anakku dan Mas Awan. Izinkan aku menjadi seorang ibu.' Aira berdoa dalam hati. Ia lalu kembali fokus dengan pekerjaannya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Rianievy

Selebihnya

Buku serupa

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Perhitungan Pahit Seorang Istri

Gavin
5.0

Suamiku, Banyu, dan aku adalah pasangan emas Jakarta. Tapi pernikahan sempurna kami adalah kebohongan, tanpa anak karena kondisi genetik langka yang katanya akan membunuh wanita mana pun yang mengandung bayinya. Ketika ayahnya yang sekarat menuntut seorang ahli waris, Banyu mengusulkan sebuah solusi: seorang ibu pengganti. Wanita yang dipilihnya, Arini, adalah versi diriku yang lebih muda dan lebih bersemangat. Tiba-tiba, Banyu selalu sibuk, menemaninya melalui "siklus bayi tabung yang sulit." Dia melewatkan hari ulang tahunku. Dia melupakan hari jadi pernikahan kami. Aku mencoba memercayainya, sampai aku mendengarnya di sebuah pesta. Dia mengaku kepada teman-temannya bahwa cintanya padaku adalah "koneksi yang dalam," tetapi dengan Arini, itu adalah "gairah" dan "bara api." Dia merencanakan pernikahan rahasia dengannya di Labuan Bajo, di vila yang sama yang dia janjikan padaku untuk hari jadi kami. Dia memberinya pernikahan, keluarga, kehidupan—semua hal yang tidak dia berikan padaku, menggunakan kebohongan tentang kondisi genetik yang mematikan sebagai alasannya. Pengkhianatan itu begitu total hingga terasa seperti sengatan fisik. Ketika dia pulang malam itu, berbohong tentang perjalanan bisnis, aku tersenyum dan memainkan peran sebagai istri yang penuh kasih. Dia tidak tahu aku telah mendengar semuanya. Dia tidak tahu bahwa saat dia merencanakan kehidupan barunya, aku sudah merencanakan pelarianku. Dan dia tentu tidak tahu aku baru saja menelepon sebuah layanan yang berspesialisasi dalam satu hal: membuat orang menghilang.

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gairah Liar Dibalik Jilbab

Gemoy
5.0

Kami berdua beberapa saat terdiam sejanak , lalu kulihat arman membuka lilitan handuk di tubuhnya, dan handuk itu terjatuh kelantai, sehingga kini Arman telanjang bulat di depanku. ''bu sebenarnya arman telah bosan hanya olah raga jari saja, sebelum arman berangkat ke Jakarta meninggalkan ibu, arman ingin mencicipi tubuh ibu'' ucap anakku sambil mendorong tubuhku sehingga aku terjatuh di atas tempat tidur. ''bruuugs'' aku tejatuh di atas tempat tidur. lalu arman langsung menerkam tubuhku , laksana harimau menerkam mangsanya , dan mencium bibirku. aku pun berontak , sekuat tenaga aku berusaha melepaskan pelukan arman. ''arman jangan nak.....ini ibumu sayang'' ucapku tapi arman terus mencium bibirku. jangan di lakukan ini ibu nak...'' ucapku lagi . Aku memekik ketika tangan arman meremas kedua buah payudaraku, aku pun masih Aku merasakan jemarinya menekan selangkanganku, sementara itu tongkatnya arman sudah benar-benar tegak berdiri. ''Kayanya ibu sudah terangsang yaa''? dia menggodaku, berbisik di telinga. Aku menggeleng lemah, ''tidaaak....,Aahkk...., lepaskan ibu nak..., aaahk.....ooughs....., cukup sayang lepaskan ibu ini dosa nak...'' aku memohon tapi tak sungguh-sungguh berusaha menghentikan perbuatan yang di lakukan anakku terhadapku. ''Jangan nak... ibu mohon.... Tapi tak lama kemudian tiba-tiba arman memangut bibirku,meredam suaraku dengan memangut bibir merahku, menghisap dengan perlahan membuatku kaget sekaligus terbawa syahwatku semakin meningkat. Oh Tuhan... dia mencium bibirku, menghisap mulutku begitu lembut, aku tidak pernah merasakan ini sebelumnya, Suamiku tak pernah melakukannya seenak ini, tapi dia... Aahkk... dia hanya anakku, tapi dia bisa membuatku merasa nyaman seperti ini, dan lagi............ Oohkk...oooohhkkk..... Tubuhku menggeliat! Kenapa dengan diriku ini, ciuman arman terasa begitu menyentuh, penuh perasaan dan sangat bergairah. "Aahkk... aaahhk,," Tangan itu, kumohooon jangan naik lagi, aku sudah tidak tahan lagi, Aahkk... hentikan, cairanku sudah keluar. Lidah arman anakku menari-nari, melakukan gerakan naik turun dan terkadang melingkar. Kemudian kurasakan lidahnya menyeruak masuk kedalam vaginaku, dan menari-nari di sana membuatku semakin tidak tahan. "Aaahkk... Nak....!"

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku