Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
56
Penayangan
13
Bab

Sinopsis Gadis berambut pirang itu bernama Liana. Ya ... namanya adalah Liana Salsabila. Gadis berumur 21 tahun ini harus merasakan trauma dari sebuah hubungan percintaan. Di umur yang masih terbilang muda dia telah menggugurkan janin yang tak bersalah. Hal itu bukan atas dasar kesengajaan. Akan tetapi karena sang kekasih yang menaruh ramuan obat di dalam minuman Liana, yang membuat bayi di dalam kandungan harus mengalami keguguran. Dari kejadian tersebut mengakibatkan hal lain yang tidak Liana inginkan. Yaitu ... sebuah proses pengangkatan rahim. Hal itu membuat batin Liana terguncang dahsyat. Dari kesehariannya Liana merupakan seorang mahasiswi dari universitas ternama area Sumatra utara tepatnya di kota Medan. Sebelumnya Liana yang di kenal memiliki tingkat IQ dengan setiap nilai tertinggi membuat semua Dosen sangat kagum dengan Liana selain cantik ia juga memiliki sikap yang sangat baik dan juga mandiri. • Keluarga Liana adalah seorang tokoh yang sangat terpandang. Ayah Liana bernama pak Arbi memiliki kantor saham terbesar di Bandung, Jakarta, bahkan di Eropa. Sementara itu, ibu Liana bernama Fitri Lastri. seorang wanita pengusaha yang menekuni karier sebagai wirausaha butik di terbesar di Sumatra Utara. Namun, Liana bernasib malang ketika orang tua tidak merestui hubungan Liana dengan sang kekasih yang mengakibatkan ia melakukan jalan pintas. Namun, hal itu menjadi awal dari petaka karena sang pacar meninggalkan Liana ketika mengetahui ia mempunyai sebuah penyakit. Bagaimanakah selanjutnya nasib Liana Setelah orang tuanya mengetahui bahwa Liana menyembunyikan hubungan hingga sempat dikaruniakan janin pada rahimnya? Yuk simak kisahnya di diary Liana. Jangan lupa untuk komen berlangganan agar aku selalu semangat membuat ceritanya untuk kalian semua.

Bab 1 JANGAN PAKSA AKU UNTUK MENIKAH

"Berapa kali harus Liana katakan pada mami, kalau Liana tidak ingin menikah?! " ujar Liana dengan kesal

"Tapi sampai kapan kamu akan bertahan pada pendirian kamu seperti ini?" Tanya ibu Fitri seraya mengikuti Liana yang baru saja pulang dari kerjaan.

"Liana tidak tahu sampai kapan itu, tapi mam ... Liana mohon sama mami, untuk tidak pernah membahas masalah seperti ini lagi dengan Liana. Sudah dulu ya mam, Liana capek mau istirahat," ucap Liana yang segera pergi menuju kamar.

Sesampai di kamar Liana menyimpan tas dan tidak langsung pergi ke kamar mandi seperti biasa. Melainkan duduk di kursi tempat meja belajar kemudian membuka buku diary.

"sampai kapan engkau akan seperti ini, membuatku terdiam dengan keegoisanmu!" batin Liana

Liana menutup diary dengan lemah. Air matanya yang sejak tadi mengalir ia usap dengan telapak tangan, sehingga meninggalkan bekas goresan merah samar di pipinya. Liana berdiri. Tanpa menatap lagi pada benda yang menjadi tempatnya meluapkan emosi itu, dia pun beranjak pergi. Hal yang dia butuh kan sekarang adalah mandi.

Setelah selesai mandi Liana mengambil mukena dan melaksanakan Shalat isya, hanya dengan bersimpuh di hamparan sajadah hati Liana akan menjadi lebih tenteram. Selesai Shalat tak lupa ia mengadu kepada Sang Pencipta.

"Ya Rabb ...

Apalah daya diriku,

sungguh ya Rabb, bagaimana lagi harus aku katakan pada mami dan papi bahwa aku belum bisa menerima kejadian yang menimpa diriku, dan aku belum bisa untuk menikahi laki-laki pilihan mereka.

Ya Rabb ...

Bolehkah aku hilang sebentar saja, agar aku bisa merasakan ketengan hidup.

Aku tahu ya Rabb, diriku ini hina, Diriku ini kotor. Namun apalah daya diriku, sebagai manusia hanya bisa menangis dengan apa yang membuat diriku terluka.

Sekejap saja ya Rabb ...

Sekejap saja ...

Aku merasakan ketenangan di dalam diriku ini, sampai kapan ya Rabb, dia pergi dari hidupku. Sampai kapan ya Rabb, dia pergi meninggal kan kotoran ini di dalam diriku.

Aku yakin ya Rabb. Suatu saat nanti engkau akan memberikan yang terbaik buat aku, walau aku sendiri tidak tahu kapan itu akan datang. Namun, aku akan sabar untuk menantinya. Amiin" Liana menutup doa dengan senyuman manis, menghapus air mata yang jatuh saat do'a, kemudian melipat mukena dan duduk di atas kursi kesayangannya, setelah itu Liana membuka ponsel, dan melihat beberapa pesan yang masuk.

Setelah selesai membalas beberapa pesan. Ia pun segera membuka diary, Mengambil pena kemudian menuliskan sesuatu tentang semua hal yang ada di dalam hari-harinya

27,november,2021

Dear diary ...

Aku bosan, aku jenuh, bahkan kesal dengan hari-hariku. Hari-hari yang sama dengan kejadian yang sama dan seakan itu sudah menjadi makanan harianku.

Kamu tahu tidak diary ... Tadi, ketika aku baru tiba di rumah belum sempat aku membuka sepatu, tiba-tiba mami menghampiriku, kemudian bertanya dengan persoalan seperti biasa. Ya, apalagi kalau bukan bertanya tentang *KAPAN DIRIKU AKAN MENIKAH?* Aku merasa bahwa yang ada di pikiran mami hanya ada pertanyaan tentang diriku kapan menikah? Aku capek selalu beralasan kepada mami, mengapa aku tidak ingin menikah.

Sebenarnya bukan aku tidak ingin, Namun ... (Liana mengingat masa lalunya) ah sudah lah diary, terlalu sakit jika aku katakan kepadamu lagi.

Liana menutup diarnya dan segera pergi ke ruang makan. Sesampainya di ruang makan Liana melihat mami dan bibi yang sudah siap memasak untuk makanan malam ini.

"Mami kira kamu tidak akan turun untuk makan malam" ucap ibu Fitri seraya menaruh sayuran di atas meja

"Aku lapar, jadi aku terpaksa turun untuk mengisi perutku. Lagi pula mami salah, kenapa masak terlalu harum sangat, hingga membuat perutku tidak tahan untuk menikmatinya" candaku dengan tertawa

"Kamu ini bisa saja" jawab ibu Fitri dengan malunya

Liana menarik salah satu kursi di depan kemudian duduk dan bersiap untuk mengambil makanan.

"Kamu mau makan apa? Biar mami ambil kan" tawar ibu Fitri kepada anaknya tersebut

"Tidak usah mam, aku bisa ambil sendiri" jawab Liana seraya mengambil piring . Kemudian mengambil nasi dan lauk.

"gimana kuliah kamu hari ini?" tanya ibu Fitri

"Lancar seperti biasanya, Namun untuk akhir-akhir ini, aku terlalu banyak tugas dan pertemuan, hingga membuatku harus mengambil sif malam untuk kerja" jawab Liana.

"Untuk apa kamu harus kerja? Kan papi sudah menyuruh kamu agar fokus saja dulu kepada kuliah. Nanti selesai kuliah kamu juga bakal di berikan pekerjaan kok sama papi. Kayak kak Odi" ujar ibu Fitri.

"Tapi kan mam, aku ingin cari uang sendiri, bayar uang kuliah sendiri, dan aku juga ingin semua yang aku beli itu pakai uangku sendiri, aku juga ingin merasakan kerja sama orang lain itu gimana. Dan aku belajar dari sekarang mam" jawabku dengan nada sedikit kesal.

"kamu susah banget ya di kasih tahu, tidak kayak kakak kamu si Odi, bisa buat mami dan papi bahagia. Kalau di kasih tahu dia selalu patuh. tidak seperti kamu yang selalu membantah" kali ini ibu Fitri juga tidak mau kalah dengan anaknya.

"Kak Odi lagi, kak Odi lagi, terus saja mami membeda-beda kan antara aku dengan dia. Yang aku beginilah begitulah. Di mata mami sebenarnya aku itu di anggap apa sih?. Apa yang ada di pikiran mami hanya ada keburukan aku saja. Apa tidak pernah kebaikan aku sekali saja mami ingat, sudah lah mam aku capek. Capek terus-terusan seperti ini. Hilang sudah nafsu makanku."

"Kamu mau pergi ke mana? Mami belum selesai bicara" ucap ibu Fitri

"Aku mengantuk mau tidur" cetus Liana

"Liana! Halo! Liana ... Hai Liana" tegur ibu Fitri dengan nada keras sambil menepuk meja

"eh Iyah mam, adalah apa?" jawab Liana gugup

"Melamuni apa sih kamu? Kok malah melamun begitu, mami lagi bicara loh sama kamu" gerutu ibu Fitri

"Em maaf mam, tidak ada melamuni apa-apa kok. Cuman lagi memikirkan tugas kuliah saja" jawab Liana sedikit gugup

Ternyata tadi, Liana hanya melamun dan berhalusinasi membantah mami yang selalu saja membedakan antara dia dengan sang kakak, ingin rasanya hati ini mengatakan semua rasa kesal yang dia pendam selama ini. Namun hal itu belum bisa terwujud karena dia tidak ingin penyakit mami kambuh akibat perbuatannya.

Liana beranjak dari tempat duduk, berjalan ke wastafel, menaruh piring kotor dan mencuci tangan.

"Secepat itukah kamu menyudahi makan malammu? Tanya ibu Fitri yang heran dengan sikap Liana malam ini.

Padahal makanan yang Ia makan belum habis, masih bersisa banyak. Namun rasa selera makan itu sudah hilang yang membuatnya harus menyudahi makan malam tersebut.

"Aku sudah mengantuk mam, badanku ingin istirahat ... Aku duluan ya mam. Good Night" ucap Liana seraya mengecup pipi kanan ibu Fitri.

"Good Night juga" jawab ibu Fitri yang juga menyelesaikan makan malamnya.

Saat hendak berjalan menuju kamar tak sengaja mata Liana terpandang oleh sebuah ruangan yang mengingatkan dia dengan masa lampau, Liana berjalan menuju ruangan itu.

"Krekk" pintu itu di buka

Liana berjalan masuk ke dalam ruangan. Ruangan tersebut tampak begitu gelap, sepi, sunyi, membuat bulu kuduk Liana merinding. Liana menghidupkan lampu, terang seketika ruangan tersebut

Senyum di bibir Liana terpapar begitu manis ketika melihat sebuah ayunan bayi berbalut kan kain merah muda dengan mainan yang ada di atasnya. Membuat Liana harus ingat dengan suatu hal yang sama sekali belum bisa ia terima.

Air mata Liana jatuh seketika, dengan cepat ia hapus air mata itu, rasa yang begitu sakit, yang baru-baru saja di alami olehnya, kini teringat kembali. Rasa itu ia pendam cukup dalam dari lubuk hatinya.

"Dengarlah Liana hanya engkau saja wanita yang boleh rasakan perihnya penderitaan ini jangan sampai mereka yang lain tahu akan sakitnya hatimu. Biarkan lah hari dan waktu yang akan mengobati ini semua, sabarlah Liana ... akan ada saat dimana pelangi menampakkan wujudnya. Akan ada masa di mana kebahagiaan itu datang di hatimu" bisikkan yang tidak tahu dari mana berasal membuat Liana teguh kembali.

Liana yang ingin menangis dan berteriak karena belum bisa melupakan nasib malang yang menimpa kehidupannya membuat Liana harus menahan diri dari semua itu.

Liana bangkit dari tempat ia duduk, kemudian mematikan lampu dan segera pergi dari ruangan tersebut.

Setelah sampai di dalam kamar, Liana duduk di kursi tempat dimana ia selalu menulis kisah hariannya.

Duduk dalam kesepian membuat Liana harus teringat akan masa lalu yang dulu pernah menjadi hari-hari indah dalam hidupnya.

Namun sesaat kemudian, lamunan tersebut terusik oleh suara ponsel yang tiba-tiba berdering, melihat nama yang terpapar di ponsel, Liana pun tersenyum dan segera mengangkat panggilan itu.

Sahabat Liana : "assalamualaikum sahabatku"

Liana : "Wa'alaikum salam sahabat"

Sahabat Liana : "gimana kabar kamu Liana?"

Liana : "Alhamdulillah aku dalam keadaan baik-baik saja kok kamu sendiri gimana?"

Sahabat Liana : "Alhamdulillah aku juga baik kok Lin. oh ya, Lin besok setelah pulang kampus kamu ada waktu tidak?"

Liana : "Em ... Ada sih, memang kenapa Din?"

Sahabat Liana : "aku besok mau ajak kamu ke perpustakaan yang baru saja buka di pinggiran kota itu ... Ya biasa lah mau lihat-lihat buku"

Liana : "boleh saja sih ... Tapi jam berapa Din?"

Sahabat Liana : "sepulang dari kampus saja gimana?"

Liana : "boleh juga, ya sudah besok aku tunggu kamu di kantin ya"

Sahabat Liana :Oke, ya sudah Lin ... Sudah malam juga aku tidur ya, kamu juga langsung tidur tidak baik tidur larut malam"

Liana : siap komandan"

Mereka pun tertawa serempak, dan kemudian mengakhirkan perbincangan tersebut

Liana segera ke kamar mandi menyikat gigi dan mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur.

Setelah itu Ia merebahkan diri di atas kasur yang empuk, tak lupa ia mengatur alarm agar tidak bangun kesiangan.

Di lain cerita

...........................

"Papi besok kita pulang ke Medan kan?" Tanya Odi, kakak Liana yang sedang sibuk mengemasi pakaian ke koper.

"Iyah sayang, besok kita pulang ke Medan" jawab pak Arbi

"Aku tidak sabar banget bertemu sama mami dan adikku Liana" ujar Odi yang sangat menanti hari esok

"Papi juga tidak sabar ingin bertemu dengan mereka sayang, oh Iyah Odi sebelum kita ke bandara, nanti kita singgah ke toko yang baru buka kemarin ya, papi mau beli oleh-oleh buat mami kamu dan Liana"

"Oke papi"

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku