Roh Istri yang Terikat Abadi

Roh Istri yang Terikat Abadi

Gavin

5.0
Komentar
5.2K
Penayangan
10
Bab

Aku diculik saat sedang hamil dua bulan, dengan bom waktu terikat erat di perutku. Dengan gemetar, aku menelepon suamiku, Rizal, untuk meminta pertolongan terakhir. "Jangan drama, Dian! Bella sedang ketakutan karena mati lampu, aku tidak punya waktu untuk leluconmu!" Itu kata-kata terakhirnya sebelum ia mematikan telepon demi menemani sahabat wanitanya. Bom itu meledak. Tubuhku hancur bersama janin kami yang belum sempat melihat dunia. Sebagai roh, aku menyaksikan Rizal-sang ahli forensik-berdiri dingin di depan meja autopsi. Ia membedah sisa-sisa tubuhku, menyebutku sebagai "Jane Doe", dan bahkan mencemooh betapa menyedihkannya wanita yang mati ini. Ia tidak sadar, pisau bedahnya sedang mengiris daging istrinya sendiri. Hingga asistennya menemukan kancing baju yang dulu ia jahitkan untukku di antara serpihan daging yang hangus. Detik itu, dunia Rizal runtuh.

Protagonis

: Dian Sulistia, Rizal Darman dan Bella

Bab 1

Aku diculik saat sedang hamil dua bulan, dengan bom waktu terikat erat di perutku.

Dengan gemetar, aku menelepon suamiku, Rizal, untuk meminta pertolongan terakhir.

"Jangan drama, Dian! Bella sedang ketakutan karena mati lampu, aku tidak punya waktu untuk leluconmu!"

Itu kata-kata terakhirnya sebelum ia mematikan telepon demi menemani sahabat wanitanya.

Bom itu meledak. Tubuhku hancur bersama janin kami yang belum sempat melihat dunia.

Sebagai roh, aku menyaksikan Rizal-sang ahli forensik-berdiri dingin di depan meja autopsi.

Ia membedah sisa-sisa tubuhku, menyebutku sebagai "Jane Doe", dan bahkan mencemooh betapa menyedihkannya wanita yang mati ini.

Ia tidak sadar, pisau bedahnya sedang mengiris daging istrinya sendiri.

Hingga asistennya menemukan kancing baju yang dulu ia jahitkan untukku di antara serpihan daging yang hangus.

Detik itu, dunia Rizal runtuh.

Bab 1

Dian Sulistia POV:

Aku terkesiap, napasku tertahan di tenggorokan. Sebuah tangan kasar membekap mulutku, menyeretku mundur ke dalam kegelapan. Aroma klorofom yang menusuk hidung membuat pandanganku berputar. Aku tahu ini bukan mimpi buruk. Ini nyata.

Tubuhku diikat erat ke sebuah kursi tua yang reyot. Mataku yang buram berusaha menembus kegelapan, mencari celah, harapan. Sebuah gudang kosong, berdebu, dengan bau logam berkarat yang menyesakkan. Udara dingin merasuk hingga ke tulang.

Sosok pria bertubuh besar berdiri di hadapanku. Wajahnya keras, matanya menyimpan dendam yang membara. Aku mengenali pria itu. Dani Paulus. Gembong narkoba yang Rizal jebloskan ke penjara. Oh, tidak.

"Rizal Darman," suaranya serak, penuh kebencian, "dia pikir dia bisa bermain-main dengan hidupku." Dia mendekat, seringai mengerikan terpampang di wajahnya. "Sekarang, aku akan menunjukkan padanya apa artinya kehilangan segalanya."

Tangannya yang kotor menempelkan sesuatu yang dingin ke perutku. Mataku terbelalak melihat sebuah alat kecil dengan angka-angka digital yang menyala merah. Ini bom. Sebuah bom waktu.

Dani tertawa melihat ekspresi ketakutanku. "Ini untuk suamimu, Dian Sulistia. Hadiah dariku." Dia mengeluarkan ponsel dari sakunya, "Hubungi dia. Katakan selamat tinggal."

Tanganku gemetar saat menerima ponsel itu. Layarnya menampilkan nama "Rizal Darman". Dadaku sesak. Apakah ini akhir dari segalanya?

Aku menarik napas dalam, mencoba menenangkan detak jantungku yang berpacu kencang. Jari-jariku yang dingin menekan tombol panggil. Tiap dering terasa seperti palu yang menghantam kepalaku.

"Halo?" Suara Rizal terdengar dingin dan terburu-buru, seperti biasa. "Ada apa lagi, Dian? Aku sedang sibuk."

"Rizal," suaraku bergetar, hampir tak terdengar. Aku bisa merasakan air mata menggenang di pelupuk mataku. "Aku..."

"Aku tahu kau di rumah, kan?" Dia memotong ucapanku, nadanya penuh kesal. "Tidak perlu menelepon hanya untuk memastikan aku baik-baik saja. Aku sudah bilang, aku ada di apartemen Bella. Lampu mati, dia takut sendirian."

Hati ku mencelos. Bella lagi. Selalu Bella.

"Tapi Rizal," aku mencoba lagi, suaraku sedikit lebih kuat, "ini penting. Aku dalam bahaya. Aku diculik."

Terdengar tawa sinis dari ujung telepon. "Oh, ayolah, Dian. Kau ini sudah dewasa. Jangan drama, deh. Aku tahu kau cemburu, tapi tolong, jangan berlebihan."

Dani merebut ponsel dari tanganku. "Dia pikir kau bercanda, ya?" Dia menyeringai, lalu mendekatkan ponsel itu ke telingaku lagi. "Coba lagi. Buat dia percaya."

"Rizal, kumohon," aku memohon, air mataku mulai menetes. "Ada bom di tubuhku. Dani Paulus... dia akan meledakkannya."

Ada keheningan sesaat, lalu Rizal kembali bicara. "Dian, sudah berapa kali kubilang? Jangan membuat cerita aneh-aneh. Bella di sini benar-benar ketakutan. Dia bahkan tidak bisa menyalakan lilin sendiri."

Aku mendengar suara perempuan lain di latar belakang, manja dan merengek. "Rizal, apa yang terjadi? Aku takut." Itu suara Bella.

"Tuh kan," Rizal mendesah frustrasi. "Dian, aku akan meneleponmu nanti. Aku harus menenangkan Bella dulu. Aku tidak punya waktu untuk leluconmu ini."

"Tapi Rizal, ini bukan lelucon! Tolonglah aku!" Aku menjerit.

"Dian, jangan kekanak-kanakan." Nada suaranya semakin tinggi. "Aku tidak tahu apa yang kau inginkan, tapi aku tidak bisa mengurus drama mu sekarang. Bisakah kau bertindak sedikit lebih dewasa?"

Angka di bom berkedip semakin cepat. Waktu terus berjalan.

"Rizal! Aku hamil!" Aku berteriak, berharap pengakuan ini akan menghentikan segalanya. Itu kejutan yang seharusnya kuberikan padanya, hadiah terindah kami.

"Hamil? Kau gila, Dian? Jangan mengada-ada!" Rizal terdengar marah. "Kau pikir dengan mengatakan itu aku akan langsung pulang? Aku tahu kau ingin perhatian, tapi cara ini sungguh tidak masuk akal!"

"Dia hanya mati lampu." Suara Bella kembali terdengar. "Aku benar-benar takut, Rizal."

"Sudah kubilang, Bella. Aku akan segera menemanimu." Rizal terdengar semakin tidak sabar. "Dian, jangan hubungi aku lagi sampai kau bisa berpikir jernih. Aku lelah dengan kecemburuanmu yang tidak beralasan ini."

Klik. Telepon terputus.

Dani Paulus tersenyum lebar. "Lihat kan? Dia tidak peduli." Dia meletakkan ponselnya, lalu melangkah keluar dari gudang. Pintu besi ditutup, mengunci ku dalam kegelapan.

Air mataku tumpah ruah. Mereka mengalir deras membasahi pipiku yang kotor. Aku menatap bom di perutku, angka-angka merah itu terus berkedip, menghitung mundur. Kurang dari lima menit.

Aku tahu Rizal tidak pernah benar-benar mencintaiku. Atau mungkin dia mencintaiku, tapi tidak sebanyak dia mencintai Bella. Bella adalah dunianya, prioritasnya. Aku hanya gangguan, beban, istri yang cemburu dan drama.

Aku teringat saat dia pertama kali mengenalkanku pada Bella. "Dia sahabat masa kecilku," katanya, menepuk kepala Bella dengan penuh kasih sayang. "Aku sudah berjanji padanya, akan selalu menjaganya." Saat itu aku tidak berpikir apa-apa. Sekarang, janji itu bagaikan kutukan.

Aku merogoh saku bajuku yang sudah lusuh. Ada ponselku sendiri di sana. Dengan jari gemetar, aku membuka aplikasi pesan. Aku mengetik pesan terakhir untuk Rizal.

"Rizal, aku tidak tahu apakah kau akan membaca ini, tapi... aku tidak berbohong. Aku diculik. Ada bom di perutku. Dan ya, aku hamil. Dua bulan. Aku ingin memberimu kejutan. Kuharap kau bahagia dengan Bella. Selamat tinggal."

Aku menekan tombol kirim. Pesan itu terkirim. Aku melihat angka di bom itu. Semakin sedikit. Semakin cepat.

Aku menutup mataku. Rasa sakit di hatiku jauh lebih pedih daripada rasa takut akan kematian. Aku mencintainya. Aku mencintai suamiku, meskipun dia mengabaikanku, meskipun dia lebih memilih Bella. Aku mencintainya sampai akhir.

Dia tidak pernah mencintaiku, kan? Dia hanya terbiasa denganku. Bella adalah satu-satunya yang dia pedulikan. Bella yang manja, Bella yang selalu membutuhkan pertolongan. Sedangkan aku, istrinya, selalu aman. Selalu mandiri. Selalu bisa ditinggalkan.

Sinis sekali. Dia menganggap teleponku adalah gangguan, bentuk kecemburuan yang tidak masuk akal. Dia menganggap aku "kabur dari rumah" dan "mencari perhatian". Dia bahkan tidak menyadari, atau tidak mau menyadari, bahwa aku benar-benar dalam masalah.

Aku berpikir tentang ciuman terakhir kami, tentang janji-janji yang dia ucapkan di hari pernikahan. Semua itu terasa seperti kebohongan sekarang. Semua itu terasa seperti ejekan. Aku seharusnya tidak pernah mencintainya. Seharusnya aku mendengarkan orang tuaku.

Ayah dan Ibu selalu bilang, "Rizal tidak layak untukmu, Dian. Dia terlalu dingin. Dia terlalu keras." Tapi aku tidak percaya. Aku yakin aku bisa mengubahnya, meluluhkan hatinya. Aku salah. Aku sangat salah.

Aku merasakan getaran di dadaku. Angka di bom itu kini hanya menunjukkan beberapa detik. Detik terakhir hidupku. Detik terakhir hidup anakku.

Aku tidak bisa menahan erangan yang lolos dari bibirku. Ini tidak adil. Sungguh tidak adil. Dia memilih mati lampu Bella daripada nyawa istrinya dan anaknya.

Aku menutup mataku lagi, erat-erat. Aku membayangkan wajah ayah dan ibuku. Aku membayangkan anakku yang belum sempat melihat dunia. Aku membayangkan Rizal, tertawa bersama Bella.

Sekarang, aku tahu pasti. Aku bukan prioritasnya. Aku tidak pernah menjadi prioritasnya. Dan itu, lebih dari bom ini, menghancurkan duniaku.

Napas terakhirku terembus. Ledakan itu begitu kuat, menghancurkan segalanya.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Gavin

Selebihnya
Penolakan Sang Luna: Hancurnya Hati Alpha Vincent

Penolakan Sang Luna: Hancurnya Hati Alpha Vincent

Likantrof

5.0

Ayahku menjualku kepada Alpha Vincent sebagai "Kontrak Disiplin", menjadikan aku bukan sebagai Mate yang dihormati, melainkan tawanan yang disembunyikan di gudang berdebu. Namun, neraka yang sesungguhnya dimulai saat Isabel, wanita licik yang ia puja, datang menginvasi hidupku. Isabel memalsukan penyerangan dan menuduhku sebagai pelakunya. Tanpa mendengar penjelasanku, Vincent menyeretku ke penjara bawah tanah dan merantaiku dengan perak murni—racun paling mematikan bagi kaum kami. Saat kulitku melepuh dan mendesis terbakar oleh lilitan rantai, Vincent justru melakukan hal yang paling kejam. Dia melelang kalung peninggalan almarhum ibuku tepat di depan mataku. "Vincent, belikan itu untukku," rengek Isabel manja. "Anjingku butuh kalung baru." Tanpa menatapku, Vincent memberikannya. "Terjual untuk Isabel." Hancur. Bukan hanya tubuhku, tapi juga jiwaku. Mereka menertawakanku, menyebutku jalang yang tidak berguna, sementara aku menahan rasa sakit dari *Silver* yang menggerogoti tulangku. Vincent tidak tahu satu hal. Darah yang ia tumpahkan malam ini bukanlah darah Omega lemah. Itu adalah darah *White Wolf*, serigala paling langka dan suci yang memiliki kekuatan penyembuh mutlak. Di ambang kematian, aku mendongak, menatap mata pria yang dulu kucintai itu dengan tatapan kosong. "Saya, Sofia Permana..." Vincent tertegun, matanya membelalak melihat aura putih menyilaukan yang tiba-tiba meledak dari tubuhku, melelehkan rantai besi itu. "...menolakmu, Vincent Dirgantara, sebagai Mate-ku." Malam itu, saat dia meraung kesakitan karena putusnya ikatan jiwa kami, aku bangkit dari abu, membakar penjara itu, dan berlari menuju takdirku sebagai Luna di Pack lain yang jauh lebih kuat.

Buku serupa

Pemuas Nafsu Keponakan

Pemuas Nafsu Keponakan

kodav
5.0

Warning!!!!! 21++ Dark Adult Novel Aku, Rina, seorang wanita 30 Tahun yang berjuang menghadapi kesepian dalam pernikahan jarak jauh. Suamiku bekerja di kapal pesiar, meninggalkanku untuk sementara tinggal bersama kakakku dan keponakanku, Aldi, yang telah tumbuh menjadi remaja 17 tahun. Kehadiranku di rumah kakakku awalnya membawa harapan untuk menemukan ketenangan, namun perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang menghantui setiap langkahku. Aldi, keponakanku yang dulu polos, kini memiliki perasaan yang lebih dari sekadar hubungan keluarga. Perasaan itu berkembang menjadi pelampiasan hasrat yang memaksaku dalam situasi yang tak pernah kubayangkan. Di antara rasa bersalah dan penyesalan, aku terjebak dalam perang batin yang terus mencengkeramku. Bayang-bayang kenikmatan dan dosa menghantui setiap malam, membuatku bertanya-tanya bagaimana aku bisa melanjutkan hidup dengan beban ini. Kakakku, yang tidak menyadari apa yang terjadi di balik pintu tertutup, tetap percaya bahwa segala sesuatu berjalan baik di rumahnya. Kepercayaannya yang besar terhadap Aldi dan cintanya padaku membuatnya buta terhadap konflik dan ketegangan yang sebenarnya terjadi. Setiap kali dia pergi, meninggalkan aku dan Aldi sendirian, ketakutan dan kebingungan semakin menguasai diriku. Di tengah ketegangan ini, aku mencoba berbicara dengan Aldi, berharap bisa menghentikan siklus yang mengerikan ini. Namun, perasaan bingung dan nafsu yang tak terkendali membuat Aldi semakin sulit dikendalikan. Setiap malam adalah perjuangan untuk tetap kuat dan mempertahankan batasan yang semakin tipis. Kisah ini adalah tentang perjuanganku mencari ketenangan di tengah badai emosi dan cinta terlarang. Dalam setiap langkahku, aku berusaha menemukan jalan keluar dari jerat yang mencengkeram hatiku. Akankah aku berhasil menghentikan pelampiasan keponakanku dan kembali menemukan kedamaian dalam hidupku? Atau akankah aku terus terjebak dalam bayang-bayang kesepian dan penyesalan yang tak kunjung usai?

Terjebak Gairah Terlarang

Terjebak Gairah Terlarang

kodav
5.0

WARNING 21+‼️ (Mengandung adegan dewasa) Di balik seragam sekolah menengah dan hobinya bermain basket, Julian menyimpan gejolak hasrat yang tak terduga. Ketertarikannya pada Tante Namira, pemilik rental PlayStation yang menjadi tempat pelariannya, bukan lagi sekadar kekaguman. Aura menggoda Tante Namira, dengan lekuk tubuh yang menantang dan tatapan yang menyimpan misteri, selalu berhasil membuat jantung Julian berdebar kencang. Sebuah siang yang sepi di rental PS menjadi titik balik. Permintaan sederhana dari Tante Namira untuk memijat punggung yang pegal membuka gerbang menuju dunia yang selama ini hanya berani dibayangkannya. Sentuhan pertama yang canggung, desahan pelan yang menggelitik, dan aroma tubuh Tante Namira yang memabukkan, semuanya berpadu menjadi ledakan hasrat yang tak tertahankan. Malam itu, batas usia dan norma sosial runtuh dalam sebuah pertemuan intim yang membakar. Namun, petualangan Julian tidak berhenti di sana. Pengalaman pertamanya dengan Tante Namira bagaikan api yang menyulut dahaga akan sensasi terlarang. Seolah alam semesta berkonspirasi, Julian menemukan dirinya terjerat dalam jaring-jaring kenikmatan terlarang dengan sosok-sosok wanita yang jauh lebih dewasa dan memiliki daya pikatnya masing-masing. Mulai dari sentuhan penuh dominasi di ruang kelas, bisikan menggoda di tengah malam, hingga kehangatan ranjang seorang perawat yang merawatnya, Julian menjelajahi setiap tikungan hasrat dengan keberanian yang mencengangkan. Setiap pertemuan adalah babak baru, menguji batas moral dan membuka tabir rahasia tersembunyi di balik sosok-sosok yang selama ini dianggapnya biasa. Ia terombang-ambing antara rasa bersalah dan kenikmatan yang memabukkan, terperangkap dalam pusaran gairah terlarang yang semakin menghanyutkannya. Lalu, bagaimana Julian akan menghadapi konsekuensi dari pilihan-pilihan beraninya? Akankah ia terus menari di tepi jurang, mempermainkan api hasrat yang bisa membakarnya kapan saja? Dan rahasia apa saja yang akan terungkap seiring berjalannya petualangan cintanya yang penuh dosa ini?

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku