Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
4.5
Komentar
87
Penayangan
30
Bab

Bagiamana rasanya memimpikan gadis asing yang sama selama bertahun-tahun lamanya? Kalau Diwana sudah hampir gila, katanya. Enam tahun sudah Diwana dihantui sosok gadis bergaun biru dalam mimpinya. Mimpi misterius yang selalu hadir dengan alunan gemerincing lonceng dan bau harum semerbak memabukkan. Perempuan dalam mimpinya tak pernah bisa ia ajak bicara, karena tercipta aturan-aturan magis yang membuatnya terbangun begitu ia bersuara atau hanya sekadar menyentuh gadis itu. Diwana kira semua itu hanya delusi, atau kegilaannya semata. Hingga suatu hari, dunianya seakan berhenti berotasi saat ia bertemu seseorang yang memiliki wajah sama persis dengan gadis bergaun biru dalam mimpinya. Kini birunya tak lagi sekadar ilusi gila sang pecandu, tapi ia benar-benar hidup dan bahkan bernafas direngkuhnya. Dia, perempuan dengan sejuta rahasia yang berhasil menguak takdir hidup Diwana satu per satu, bernama Nilakandi.

Bab 1 Chapter 1. Gadis Bergaun Biru

Perempuan bergaun biru itu memandang kearah lautan lepas berwarna jingga di depannya dengan sendu. Tangan yang mungil terkulai begitu saja di kedua sisi tubuhnya. Bibirnya mengatup rapat, helai demi helai rambut itu terurai menari-nari mengikuti alunan lagu sang anila.

Tatapannya nampak kosong, namun disaat yang bersamaan juga nampak penuh dengan kebimbangan. Beralaskan pasir pantai yang basah, kakinya tetap memaku tatkala diterpa ombak yang menyapa. Sepertinya ia tidak keberatan sama sekali saat dingin air laut berusaha mengusik jemari kakinya. Tak ada kicau burung bernyanyi, tak ada musik mengalun mengiringi.

Perlahan matanya terpejam menikmati detik demi detik waktu yang berlalu, menyisakan tanda tanya besar pada sosok yang mengamatinya sejak tadi.

"Cantik," batin laki-laki yang entah sejak kapan mengamati gadis misterius itu dalam diam. Senyum mengembang di bibirnya, seakan sudah tertahan sejak lama. Bait-bait puisi kerinduan tertulis jelas di wajahnya yang masih tersipu meski hanya dengan menyaksikan gadis itu dari kejauhan.

"Aku benar-benar ingin menyapamu, gadis bergaun biru," batinnya lagi. Sebait puisi tentang kerinduan tiba-tiba sayup-sayup terdengar ditelinganya, entah suara siapa itu.

Lihatlah, matahari bersinar malu-malu di ufuk sana.

Apakah rindumu sudah mencair olehnya?

Ataukah justru kian menggebu?

Karena sepertinya candumu tak ada obatnya.

Maaf, datang lagilah lain kali.

Dosa atau doa, ada hutang yang harus kau lunasi.

Suara ombak mengalun merdu mengiringi siapapun yang tengah merindu. Ada aturan-aturan tertentu yang menghalanginya, sebesar apapun celengan rindunya untuk sang gadis yang tertahan.

Namun ia hanyalah manusia biasa yang pada akhirnya, pertahanannya runtuh juga. Dari jarak sekitar sepuluh kaki, bau harum unik mulai menyeruak membuat lelaki itu memejamkan matanya, menghirup kuat-kuat aroma yang memabukkan itu. Aroma yang bisa membuat siapa saja gila bahkan hanya dengan membayangkannya sekalipun.

Kelopak-kelopak bunga warna-warni bertebaran disekeliling si gadis bergaun biru, menampakkan cahaya kebiruan yang berpendar dengan teratur. Sehelai kelopak bunga mawar berwarna biru itu jatuh tepat di tangan sang lelaki yang sudah menengadah. Kemudian, aroma memabukkan itu menguat lagi seiring hembusan angin yang beradu.

"Lagi. Harum ini lagi. Aku ingin serakah. Kumohon, ijinkan aku mendekat menyetuhmu," pinta si lelaki memelas walau jelas tak terdengar.

Sepertinya angin memang sengaja bermain-main dengan keduanya, mungkin berharap mereka segera bertegur sapa. Bahkan angin dan ombak pun tak sabar menunggu dua insan itu bertemu lebih dari sekedar hanya beradu pandang. Kemudian sekali lagi, harum khas yang memabukkan itu menyeruak ke indera sang perindu.

Kata Kahlil Gibran, apa yang kita sentuh adalah bagian dari nafsu kita. Mungkin benar, lelaki itu buktinya. Tampaknya ia benar-benar memilih serakah meskipun ia tentu sangat tahu apa konsekuensi atas tindakannya.

Dirematnya kelopak bunga ditangan, pendiriannya pun seketika runtuh. Bulat sudah tekadnya untuk meredakan kerinduan, mengikuti nafsunya. Perlahan ia melangkahkan kaki mendekat, bermaksud mengikis jarak diantara mereka, atau bahkan menyapanya.

Satu langkah.

Gemerincing lonceng-lonceng kecil terdengar ditelinganya, sedikit berisik tapi entah kenapa tetap merdu. Tepat ketika derak-derak lonceng terakhir berbunyi, keheningan pun menyambut memaksa ia kembali melangkah.

Dua Langkah.

Tubuhnya sedikit terhuyung tapi hati memimpinnya lagi, ia hanya patuh mengikuti. Belum terlambat untuk berputar arah dan kembali, tapi ia tak punya niat itu barang sedikitpun.

Tiga langkah.

Aroma yang memabukkan perlahan menghilang, tergantikan aroma air laut yang bersua dengan matahari. Entah kenapa terasa sangat menyejukkan disaat langkahnya mulai terasa berat seakan sesuatu menahannya dari belakang. Tapi sekali lagi, tak bisa diungkapkan dengan kata-kata seberapa besar inginnya melepas rindu. Sekalipun dengan mempertaruhkan segala yang dimilikinya saat itu.

Empat langkah.

Kini wajah gadis itu semakin terlihat jelas sejelas kerinduan yang seringkali menghantui perasaannya. Kerinduan yang seakan tengah memekik ditelinga meminta untuk segera dilepaskan. Kerinduan yang bahkan matahari pun tak bisa mencairkan. Tak tertahan lagi, keserakahan menguasai ego lelaki itu yang kemudian menyapa dengan berdehem pelan.

"Ekhm, halo." Suara bariton itu memecah keheningan, membuat Gadis Bergaun Biru menoleh pelan kearah sang empunya suara. Laki-laki itu bahagia, bak akhirnya berjumpa dengan musim semi setelah melewati musim dingin yang panjang.

Untuk sepersekian detik berikutnya yang terjadi hanyalah kebisuan berbumbu debur ombak yang berperang menuju daratan. Tatapan kosong sang gadis pun bertemu dengan netra sang lelaki, seperti biasanya. Seberkas cahaya jingga membelai satu sisi wajahnya, cantik sekali.

Tak henti-hentinya lelaki itu memuji ciptaan indah tuhannya dalam hati. Gadis itu kemudian tersenyum manis, tapi entah kenapa matanya tidak demikian. Terbersit kepiluan dari sorot netra cokelat yang sedikit berkaca-kaca itu.

Lalu hal yang paling Diwana takutkan pun dimulai, sepuluh detik berikutnya gadis itu perlahan memudar dari pandangan. Sesuatu yang seperti kabut asap mengelilinginya tiba-tiba, dan sejurus kemudian... melenyapkannya. Semua terjadi hanya dalam hitungan detik, seperti tipuan sihir magis yang mengelabui mata.

"Tidak... Tunggu. Kumohon jangan pergi lagi... Biru..." teriak lelaki itu yang entah kenapa hanya bisa terpaku ditempat dimana ia berdiri.

Tangannya mencoba melambai namun tiada guna, bermaksud mencegah Gadis Bergaun Biru pergi. Ia hanya bisa menatap nanar gumpalan asap mengepul yang masih sedikit tersisa di udara.

Sekitar lima detik kemudian ia tiba-tiba bisa bergerak lagi dari tempatnya, tak lagi terpaku. Tapi buat apa jika yang dirindu bahkan sudah tak terlihat lagi, lenyap tepat di depan matanya.

"Biru..." Begitulah ia selalu memanggil gadis itu, karena gaunnya tentu saja.

"Biru...."

"Biru....." isaknya dalam sendu.

"KAK..? KAK DIWA...?

"DIWANA...?!"

PLAKK

"Bangun, Kak. Kakak serem ih, ngigau si hantu lagi, kan? Udah ditungguin Bunda dibawah dari tadi, udah jam delapan nih. Cepet turun buat sarapan bareng sebelum bunda ngomel."

"DEK?! BARUSAN KAMU NAMPAR KAKAK YA?"

Diwana yang baru saja terbangun dari mimpinya pun melotot memandang tak percaya kearah si adik jahil yang berdiri didepannya tanpa dosa. Yang ditatap pun seketika terkejut saat siasatnya terbongkar, dengan sigap ia segera melarikan diri dan setengah berlari keluar kamar kakak laki-lakinya.

"AIDEN!!" teriak Diwana tepat saat Aiden membanting pintu.

Namun sayang, yang dipanggil sudah terlanjur lenyap di balik pintu kamarnya. Saat Diwana mulai sadar sepenuhnya, mimpi yang baru saja menghantui perlahan muncul dari memorinya. Lengkap adegan demi adegan, kata demi kata, emosi demi emosi.

Bahkan bau harum dari mimpinya seakan ikut menyeruak ke dunia nyata, karena Diwana berani bersumpah bahwa ia masih bisa merasakan sedikit aroma memabukkan itu sekarang di kamarnya. Harum memabukkan itu terasa menguar mengikutinya keluar dari alam mimpi, tak bisa diterima akal sehat siapapun yang mendengar kenyataan itu.

"Biru, aku sudah rindu lagi."

----

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Kalasenjana

Selebihnya
CEO 1 Miliar Won

CEO 1 Miliar Won

Romantis

5.0

Kim Liu, seorang yatim yang hanya tinggal dengan sang ibu-Kim Hyesu-sejak lahir. Ibunya adalah pemilik retoran jepang terkenal di pusat kota Seoul, usaha yang dirintis sendiri sejak muda. Kim Liu memang tak terlahir kaya, tapi keluarga kecilnya selalu hidup berkecukupan karena ibunya adalah seorang yang pekerja keras. Ayahnya adalah Park Sean, yang sudah meninggal saat ia masih berumur tiga tahun. Namun entah kenapa, sang ibu tak mau memakai marga suaminya-Park-untuk nama Liu, dan memilih menggunakan marganya sendiri. Sepanjang hidupnya, Liu tak pernah berkata tidak pada sang ibu, sebesar itulah rasa cinta Liu untuk ibunya. Dari kecil hingga berumur dua puluh lima tahun, Liu selalu menuruti kemauan sang ibu. Mulai dari memilih sekolah, berkuliah di jurusan hukum, hingga menjadi seorang pengacara yang sebetulnya bukan pilihannya sama sekali. Tapi tak apa, toh ibunya adalah satu-satunya orang yang ia miliki, pikirnya. Hingga suatu hari, ibu Liu secara tiba-tiba memintanya melakukan sesuatu yang sangat sulit ia iyakan. Yaitu, menikah dengan anak sahabatnya. Permintaan berat itu tak pernah Liu bayangkan sebelumnya. Pasalnya, kata “menikah” bahkan tak ada di kamus hidupnya. Yang ia ingin lakukan hanyalah bekerja dan menua sendiri bersama ibunya. Sampai akhirnya, terkuaklah penyakit tumor otak sang ibu, membuat Liu semakin dilema. Penyakit tumor otak yang diderita ibunya semakin parah hanya dalam waktu singkat, mau tak mau membuat Liu yang bimbang pun pada akhirnya mengiyakan permintaan sang ibu untuk menikah meskipun dengan sangat terpaksa. Lelaki perjodohan itu bukanlah sembarang orang, ia adalah Jung Jisung. Ialah anak dari seorang konglomerat berdarah Dubai-Korea bernama Jung Taejun, yang menikah dengan artis senior mantan Miss Korea, Stella Kwon. Jisung adalah CEO Utama dari TJ Group yang ada di Korea. Jisung memiliki masa lalu yang cukup kelam. Meskipun di mata dunia ia adalah sosok yang sempurna, sebenarnya ia adalah seorang penderita PTSD yang memiliki trauma besar masa kecil. Ia pernah diculik oleh komplotan warga negara asing yang mengincar harta sang ayah. Jisung pun dibebaskan dengan tebusan sebesar satu miliar won, yang akhirnya menjadi julukan kejam hingga ia dewasa. CEO 1 Miliar Won. Lelaki itu tak pernah bahagia selama 28 tahun hidupnya, ia selalu merasa kesepian. Jisung dibesarkan tanpa kasih sayang kedua orang tuanya, karena pada dasarnya, ia hanyalah aset keluarga penerus perusahaan satu-satunya. Jisung tak mengenal arti cinta, hubungan sosialnya dengan orang lain benar-benar buruk. Rumor tentang hubungan asmara Jisung selalu menjadi perhatian dunia, hingga tersebar rumor bahwa dia adalah seorang penyuka sesama jenis karena tak pernah terlibat kisah asmara dengan siapapun. Demi mengubur rumor itu, sang ibu-yang kerap dipanggil Nyonya Stella-menjodohkannya dengan anak CEO perusahaan penyiaran Baro TV bernama Song Minseo. Keduanya pun berpacaran, meskipun Jung Jisung tak pernah benar-benar menyukai kekasih pilihan ibunya itu. Namun pada akhirnya, kabar tentang rencana perjodohan Jung Jisung dan Kim Liu pun sampai ke telinga publik. Orang di balik rencana perjodohan itu tak lain adalah Tuan Jung Taejun, ayah dari Jung Jisung. Ia adalah sahabat Kim Hyesu-ibu Liu-semasa bersekolah, yang sebenarnya sejak lama ingin menjodohkan anaknya dengan Kim Liu. Nyonya Stella tak menyukai rencana itu, tapi ia tak punya pilihan lain selain mengiyakan rencana suaminya yang memang selalu bersifat mutlak. Kim Liu dan Jung Jisung pun akhirnya menikah secara tertutup, yang merupakan syarat dari Liu untuk tak mengungkapkan identitas aslinya ke publik. Tapi satu minggu kemudian, ibu Liu pun meninggal dan menyisakan pilu mendalam baginya. Liu akhirnya tinggal bersama Jisung di penthousnya, meskipun tak pernah berbagi ranjang yang sama. Sejak saat itulah, mereka perlahan mulai memahami situasi masing-masing dan belajar tentang kehidupan dari satu sama lain. Kim Liu beberapa kali memergoki trauma Jisung yang seringkali kambuh dan ia selalu ada di sana untuk menenangkannya. Tanpa ia duga, lelaki dengan image sempurna itu ternyata memiliki sisi lemah yang tak orang lain ketahui, membuatnya merasa kasihan dan perlahan membantunya. Jisung yang selalu bersikap dingin dan buta akan cinta juga pelan-pelan belajar dari ketulusan Kim Liu. Meskipun Jisung selalu menganggap Liu adalah gadis bodoh dan ceroboh yang tiba-tiba masuk ke dalam hidupnya, namun perlahan hatinya luluh untuk Liu, ia mulai menyukainya. Tapi hubungan mereka tak semulus itu. Song Minseo selalu mengusik keduanya dengan memanas-manasi Nyonya Stella yang semakin hari semakin benci dengan sang menantu, Kim Liu. Hari-hari Liu sangatlah berat, ia harus bekerja sebagai pengacara yang menyembunyikan identitasnya sebagai isteri CEO paling terkenal di Korea, juga harus bertahan dari mertua yang selalu membanding-bandingkannya dengan wanita lain. Masalah Liu bertambah ketika mantan pacarnya kembali mengusiknya. Ia adalah Lee Hyunsik, seniornya di sekolah hukum yang sekarang

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku