“Ini surat gugatan cerai, tolong ditanda tangani. Dan silahkan angkat kaki dari sini, tidak usah pikirkan kami lagi. Aku sanggup ngasih makan anak-anak” kata Nadia, istriku sambil menyodorkan amplop coklat ketanganku.
Kutatap wajahnya, meneliti kebenaran dari apa yang barusan aku dengar. Bingung, benarkah itu keluar dari mulut sang istri yang selama ini aku cintai dengan sepenuh hati, dan selalu kuturuti setiap kemauannya.
“Apa lagi yang kau tunggu. Cepat tanda tangani surat ini dan segera pergi dari sini. Ingat jangan bawa apa-apa dari rumah ini. Karena ini sudah jadi hak anak-anak,” bentaknya.
“Astagfirullah. Apa maksud semua ini? Aku baru saja sampai, bukannya disuruh masuk malah disuruh tanda tangan surat cerai?” kataku masih dengan lembut.
Tapi sepertinya Nadia sudah seperti orang kesetanan. Kutatap ayah dan ibunya yang juga berada disana. Berharap akan mengatakan kalau semua ini tidak benar. Tapi mereka hanya diam seakan-akan mereka juga menginginkan aku pergi dan menceraikan anak mereka.
“Apa salahku? Sepuluh tahun lebih kita bersama. Menjalani suka duka bersama. Selama itu pula aku berjuang, bekerja apa saja asalkan kalian bisa hidup layak. Tak peduli siang malam aku membanting tulang. bahkan aku rela jauh dari anak-anak asalkan aku bisa menabung dan membangun restoran impianmu sejak dulu.
Tapi kenapa setelah semua nya tercapai dan aku ingin pulang dari pekerjaan yang jauh diluar kota. Kepulanganku karena aku ingin membantumu menjadikan restoran ini lebih besar lagi. Kenapa Nadia? kenapa kamu sekarang berubah? Ada apa?”.
“Tak perlu lagi kau bertanya. Jawab nya aku sudah tidak mencintaimu lagi”. Katanya sambil menatapku dengan marah.
“Sudahlah Rud… Tanda tangani saja. Apa juga susahnya sama kamu. Toh anak-anak jadi Tanggungjawab Nadia semuanya. Kamu bisa bebas sekarang. Mau cari istri lagi juga tidak akan ada yang larang” kata mertuaku.
Langit serasa runtuh, bumi tempat aku berpijak pun terasa bergoyang untuk sesaat aku merasa dunia berhenti berputar. Bukan karena aku kecewa berpisah dengan Nadia yang memang sudah sering kudengar kabar kalau dia sering berselingkuh di belakangku.
Tapi berpisah dengan anak-anakku yang masih kecil-kecil merupakan pukulan yang sangat berat bagiku. Perlahan ku ambil kertas dan pena di atas meja. Kutanda tangani surat cerai itu. Dan berjalan keluar sambil menyambar ransel yang tadi kuletakkan dilantai. Sesampai didepan pintu aku menoleh kebelakang dan berkata
“Nadia. Aku sudah menceraikan kamu. Semoga kamu bahagia dengan semua yang kamu punya. Selamat tinggal” kataku dan berjalan cepat menuju jalan raya tanpa menoleh lagi.
Tak terasa airmataku bercucuran, bersamaan hujan lebat mengguyur tubuhku. Kuseret langkahku menuju sebuah warung dipinggirkan jalan. Warung kecil dengan atap terpal berwarna biru itu persis dibawah pohon besar. Aku berharap bisa berteduh disana. Hatiku lebih pasrah jika saat itu ada sebuah truk yang lalu lalang menabrak tubuh tak berguna ini. Atau halilintar yang menyambar menghanguskan semua kenanganku tentang Nadya dan juga kota ini.
Namun, tiba-tiba terbanyang senyum manis putri kecilku yang ceria, senyum dan tawanya saat menyambutku datang. Tapi hari ini aku bahkan belum sempat bertemu dengannya. Ingin kucium lagi wajah manis nan mungil itu, ingin kupeluk lagi tubuh kurus itu. Dia akan terkekeh geli saat kusodorkan sebatang coklat dihidung mancungnya itu.
“Oh, Tuhan. Aku sangat merindukannya”.
Kulangkahkan kakiku menuju warung itu, sambil tersenyum aku berkata pada pemilik warung itu. “Teh hangat satu, mba”. Sekilas pemilik warung menatapku, lalu mengangguk. Wanita bergamis dan berhijab lebar itupun berlalu. Tak berapa lama keluar dan meletakkan teh manis yang masih mengepul didepanku. “Silahkan, mas” katanya lalu duduk dipojok.
/0/14454/coverorgin.jpg?v=097c050da30592f60587e80b434c4dc1&imageMogr2/format/webp)
/0/12820/coverorgin.jpg?v=59011bce2010bb0c9f4e9831e788a997&imageMogr2/format/webp)
/0/14809/coverorgin.jpg?v=20250123120348&imageMogr2/format/webp)
/0/15576/coverorgin.jpg?v=ae7c86108849a540d4251fae51083754&imageMogr2/format/webp)
/0/27970/coverorgin.jpg?v=0f4a4e7f144403390c01cd6d91d18894&imageMogr2/format/webp)
/0/9285/coverorgin.jpg?v=2ea03bed058bb2f14a21dd07d1595e00&imageMogr2/format/webp)
/0/29113/coverorgin.jpg?v=e50b422645d85f7a15991cf29ef36b5d&imageMogr2/format/webp)
/0/2297/coverorgin.jpg?v=2eaae2e70c8bfa24da91d073599638b8&imageMogr2/format/webp)
/0/27809/coverorgin.jpg?v=20251022123619&imageMogr2/format/webp)
/0/16668/coverorgin.jpg?v=3a0f34e9c14140d83d17bf0f11ec80a9&imageMogr2/format/webp)
/0/13179/coverorgin.jpg?v=20250122183731&imageMogr2/format/webp)
/0/18059/coverorgin.jpg?v=9cf13c5b65b033a9f31af961522d010c&imageMogr2/format/webp)
/0/21345/coverorgin.jpg?v=062a59f3fa0a7c31f7d004185a7eeea8&imageMogr2/format/webp)
/0/24057/coverorgin.jpg?v=fd1094b94f91e88087ae939108913a37&imageMogr2/format/webp)
/0/16671/coverorgin.jpg?v=371b04a54873846c5d87c4b9ceb95fc4&imageMogr2/format/webp)
/0/10811/coverorgin.jpg?v=b9fcbe3c16ca898730e6746092595d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/21527/coverorgin.jpg?v=d5c1a3a4eb5812e654dd09b86d0d459a&imageMogr2/format/webp)