Melisa Seriana, wanita berusia 27 tahun menjalani hidupnya dengan ceria layaknya wanita lajang lainnya. Bebas dan penuh dengan keceriaan, begitulah orang-orang memandangnya. Namun, tepat di hari ulang tahunnya, semua berubah. Keceriaan itu sudah tak terlihat lagi. Ayahnya yang pengusaha sukses jatuh bangkrut dan mulai menjodohkan Melisa dengan seorang pria, putra dari sesama pengusaha. Bukan rahasia umum, bahwa pria itu hidung belang dan nakal. Melissa pasrah, hingga ia bertemu dengan seorang pria salah satu anggota gangster, Sylus Eiser.
Malam itu, malam yang seharusnya terasa indah bagi Melissa. Namun, wanita itu terus memasang wajah datar tak berekspresi. Dikala orang-orang mengucapkan selamat hanya anggukan yang ia tampilkan sebagai jawaban.
Para tamu undangan ulang tahun mewah memahami situasi yang dialami Melissa. Bertunangan dengan pria yang terkenal nakal, tentu sangat menyiksa.
Tora Mayern, pria berusia 29 tahun itu sudah lama menyimpan rasa pada Melissa. Namun, sial baginya tak ada tempat dirinya di hati Melissa. Tetapi, itu tidaklah penting karena tinggal selangkah lagi pria itu akan mengikat Melissa dengan pernikahan.
"Angkat kepalamu, Melissa. Berhenti membuatku malu," bisik Roland, ayah Melissa.
Melissa tidak menggubris, dia mendesah lelah dengan sikap ayahnya yang menumbalkan dirinya untuk keegoisan ayahnya.
'Persetan dengan cinta!' Perkataan Roland tadi malam terngiang-ngiang di telinga Melissa.
Tora menyentuh tangan Melissa, lalu menggenggamnya. Pria itu menyunggingkan senyumannya, menatap Melissa yang tertunduk lemas.
'Kau kalah, Melissa,' gumam Tora dalam hati, menyeringai seolah puas meruntuhkan wanita di sampingnya itu.
***
Melissa menatap langit hitam bertaburan bintang serta bulan sabit di atas sana. Sebulir air mata membasahi pipinya.
"Ma, aku merindukanmu," ucapnya lirih.
Semilir angin menyentuh kulitnya, namun Melissa mengabaikannya. Wanita itu terus larut pada kerinduannya dengan sang mama, yang telah lama tiada.
"Aku ingin bersama Mama." Melissa terus bergumam kesedihannya.
Krek! Tepat di depan balkon kamarnya tampak bayangan seseorang di sana. Melissa terkejut, lalu mengusap air matanya.
"Si-siapa itu?" Tanyanya gugup.
Namun, sosok itu tak menyahutinya. Melissa semakin ketakutan ketika jendela kamarnya dibuka paksa dari luar.
"Jangan macam-macam atau aku akan teriak!" Ancam Melissa.
Sosok itu tak peduli, tangannya membuka gorden putih sebagai pembatas mereka. Dan mereka pun saling berpandangan.
Melissa terperanjat hampir terjatuh. Sementara yang di hadapannya terlihat pria yang memakai pakaian serba hitam tengah menyeringai di hadapannya.
"Si---siapa kau?" tanya Melissa yang akhirnya tak sadarkan diri.
P0V Melissa
Anak yang manis dan baik hati, begitulah orang-orang memanggilku. Jadilah penurut yang cantik seperti boneka, itulah yang selalu papa katakan. Dia begitu menyayangi dan mencintaiku layaknya ayah yang lain. Hingga suatu hari, tiba-tiba ia mendatangiku dengan wajah lusuh dan depresi.
Papa menceritakan betapa hancurnya kehidupan yang ia jalani setelah mengalami kebangkrutan. Dan, yang paling membuatnya tersiksa adalah melihat putri satu-satunya akan menderita, yaitu aku. Awalnya aku tersentuh dan merasa putri yang paling bahagia memiliki ayah sepertinya.
Hingga, akhirnya aku mengetahui papa menjodohkanku dengan Tora, putra temannya. Awalnya kukira itu karena papa ingin aku tak merasakan rasanya hidup di bawah garis kemiskinan. Ternyata, papa melakukannya hanya untuk kepentingannya sendiri.
Papa tidak ingin hidup susah, dia menjualku kepada pria itu seharga 1 miliar. Bagaimana denganku? Bukankah seharusnya aku bahagia dengan itu? Tidak. Tidak ada yang tidak tahu skandalnya, yaitu penggila seks dengan wanita berbeda dalam 1 malam.
Aku tidak sudi menjadi istri pria itu, tetapi aku tidak berdaya melawan papa yang takut bangkrut. Tidak ada pilihan selain menyetujuinya. Dan, kehancuran hidupku akan segera dimulai.
***
"Nona, bangunlah!" Seru seorang wanita paruh baya sembari membuka jendela membiarkan cahaya mentari pagi masuk ke dalam ruangan.
Perlahan, Melissa membuka matanya samar ia melihat langit-langit kamar yang terasa asing.
Wanita itu terduduk lalu menoleh pada sosok yang membangunkannya tadi. "Aku dimana?" Tanya Melissa shock.
"Saya Ruth, dan sekang Nona berada di mansion keluarga Eiser, dan saya bertugas untuk menyiapkan keperluan Nona," jawab Wanita itu.
"Iya, tapi kenapa saya ada di sini?" Tanya Melissa lagi. Wanita itu bangkit dan menghampiri Ruth.
"Tuan muda Sylus yang membawa Nona kemari," jawab Ruth tenang.
Melissa mengusap kasar rambutnya, "Sylus? Siapa dia?"
"Yang membawa Nona--"
"Iya, tapi dia siapa? Aku tidak mengenal yang namanya Sylus!" Suara Melissa semakin meninggi. Ia menatap Ruth yang terdiam, "maafkan aku, aku tidak bermaksud menggertakmu Ruth. Ha... Aku harus pulang," ujarnya sembari hendak melangkah pergi.
Namun dengan cepat tangan Ruth menahan tangan Melissa. "Tuan muda berpesan, Nona dilarang keluar."
Melissa mengerutkan dahinya, lalu menghentakkan tangan Ruth membuat wanita itu tersungkur. "Ini penculikan, aku harus pergi." Melissa beranjak keluar, dengan tergopoh-gopoh berusaha kabur dari sana.
Namun, sial baginya, sesari tadi ia tak kunjung menemukan jalan keluar. Karena hanya terdapat ruangan-ruangan kosong serta lorong-lorong gelap dan sepi. Membuatnya semakin yakin, bahwa dirinya telah diculik.
Melissa menjatuhkan dirinya di salah satu sudut lorong. Tubuhnya melemah dan terus mengeluarkan suara napasnya yang sesak. Sudah lorong ke-13 wanita itu tak kunjung menemukan jalan keluar. Dan itu, membuatnya frustasi.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar. Dengan sigap, Melissa mencari tempat persembunyian. Dan gucci besar menjadi pilihannya.
Langkah kaki terdengar menggema dan semakin mendekat membuat tubuh Melissa bergetar ketakutan. Wanita itu menyembunyikan wajahnya dipangku kedua kakinya.
Suara langkah itu sudah melewatinya dan tak terdengar lagi. Melissa membuang napas lega, pelan-pelan ia kembali ke lorong hendak melanjutkan pelariannya tadi.
Akan tetapi...Ia dikejutkan sosok pria yang tengah berdiri di tengah-tengah lorong dengan melipat kedua tangannya.
"Mau ke mana, Melissa?" Tanyanya dengan tatapan menyeringai.
Melissa menelan saliva, sebulir keringat membasahi dahinya. Jantungnya berdegup kencang dan membuatnya susah bernapas.
Perlahan, pria itu menghampirinya dengan ekspresi yang sama, menyeringai. Melissa mundur hingga tubuhnya bersandar pada dinding.
Kini, pria itu berdiri tepat di hadapan Melissa. "Siapa kamu?" Tanya Melissa dengan penuh ketakutan.
Pria itu tak menjawab, ia justru semakin dekat hingga tubuh mereka bersentuhan.
"Tidak! Tolong jangan begini, menjaulah!" Teriak Melissa.
Tiba-tiba pria itu menarik dagunya menghadap ke atas dan membuat pandangan mereka bertemu.
"Kau tidak akan kemana-mana Melissa." Suaranya terdengar berat dan serak. Rambutnya berwarna perak dan memiliki mata hitam legam.
Wajah yang sangat asing bagi Melissa.
"Aku sudah lama mengamatimu, Melissa," sambungnya. "Dan aku juga sudah lama menunggu kehadiranmu di sini." Seringainya.
"Kau, mungkin salah orang. Aku tidak mengenalmu sama sekali," ujar Melissa berharap pria itu melepaskannya.
Pria itu terkekeh, "Sylus Eiser, ingat namaku baik-baik," ujarnya. "Aku sangat mengenalmu dan...aku juga sangat menginginkanmu," sambungnya.
Melissa menggeleng, "tidak! Ayahku pasti mencariku dan dia---"
Perkataan Melissa terpotong oleh tawa pria itu. "Mungkin dia sedang berpesta sekarang dengan uang yang kuberikan."
"Apa? Uang yang kau berikan?" Melissa menatap heran.
"Lima triliun, dengan senang hati ayahmu memberikanmu padaku. Melissa." Tersenyum puas.
Kedua mata Melissa membulat sempurna. Kenapa ayahnya melakukan itu? Bukankah seharusnya ia mengkhawatirkan putrinya sekarang? Sesaat kemudian Melissa tersadar ayahnya memang sosok mata duitan. Melissa adalah alat kerakusan ayah.
Melissa melirik tangan pria itu, tampak tato naga merah di sana. Wanita itu mendesah pasrah, "kau membeliku dengan harga segitu. Bukankah itu terlalu mahal?"
"Asalkan aku mendapatkanmu Melissa," jawab pria itu sambil tersenyum.
"Katakan, sebenarnya apa tujuanmu?" Tanya Melissa setengah berteriak.
Pria itu tertawa lagi, "tentu saja, mengikatmu di sisiku selamanya."
Melissa mengerutkan dahinya, ia sungguh tidak kenal pria itu tetapi di mana pria itu kenal dirinya. "Aku, aku tidak mau," jawab Melissa.
"Tapi aku mau," jawab pria itu singkat. Ekspresinya tak berubah sama sekali, tersenyum sembari menyeringai.
Melissa tak bisa berkata-kata tubuhnya terhalang dinding dan pria itu.
"Kau---"
Ucapan Melissa terhenti ketika jari telunjuk pria itu menyentuh bibirnya. "Sylus, panggil namaku, Melissa."
"Kalau aku tidak mau!" Melissa menantang.
"Hahahaha, aku akan menciummu," jawab Sylus dengan tatapan nakal.
Wajah Melissa memerah.
"Kalau kau tidak percaya, kau bisa mencobanya," bisik Sylus.
Melissa menggelengkan kepalanya, "baiklah Sylus tolong menjauh sedikit. Aku tidak bisa bernapas tubuhmu terlalu dekat."
"Tetapi, aku suka posisi ini, Melissa," goda Sylus.
Melissa menatap kesal, "bisakah kita membicarakannya sambil minum teh? Paling tidak biarkan aku makan dulu, tenagaku sudah habis!" ujar Melissa lantang.
Sylus tertawa lalu mundur beberapa langkah. "Hahaha... Aku terlalu menikmatinya, baiklah kita sarapan sekarang," jawabnya sembari mengulurkan tangannya.
Dengan sedikit ragu, Melissa membalas uluran tangan Sylus. Mereka pun beranjak pergi melewati lorong menuju ruang makan.
Bab 1 Siapa kau
02/12/2024