Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
BAYANGAN DI BALIK JENDELA

BAYANGAN DI BALIK JENDELA

Tetesan Fajar

5.0
Komentar
45
Penayangan
5
Bab

Seorang wanita pindah ke rumah baru di kota kecil dan mulai melihat bayangan aneh di jendelanya setiap malam. Dia mulai menyelidiki sejarah rumah tersebut dan menemukan bahwa penghuni sebelumnya menghilang secara misterius. Bayangan itu mungkin adalah kunci untuk mengungkap rahasia gelap yang tersembunyi di rumah tersebut.

Bab 1 Rumah Baru

Dina memandang lekat-lekat rumah tua yang kini menjadi miliknya. Rumah itu berdiri megah di atas bukit kecil di ujung kota Lestari, sebuah kota kecil yang tenang, jauh dari hiruk-pikuk kehidupan kota besar. Meskipun beberapa bagian rumah tampak lapuk dimakan usia, bangunannya masih memancarkan pesona klasik yang sulit dijelaskan. Setiap sudut, dari jendela besar berbingkai kayu hingga atap yang menjulang tinggi, memberi kesan nostalgia akan masa lalu yang kaya, meski tersembunyi dalam keheningan yang menyelimuti rumah itu.

Dina menarik napas panjang, menghirup udara sejuk yang dipenuhi aroma bunga liar dari kebun di sekitarnya. "Akhirnya," gumamnya sambil tersenyum tipis. Ini adalah awal baru bagi dirinya, sebuah kesempatan untuk melarikan diri dari ingatan-ingatan menyakitkan yang masih menghantuinya di kota sebelumnya. Ia berharap, di rumah ini, ia bisa menemukan kedamaian.

Sore itu, setelah berjam-jam membereskan barang-barangnya, Dina duduk di ruang tamu dengan secangkir teh hangat di tangannya. Matahari senja perlahan meredup, cahayanya menembus jendela-jendela besar di ruang tamu dan memberikan nuansa hangat yang menenangkan. Dina merasa puas dan lelah. Ruangan-ruangan utama rumah sudah cukup rapi untuk malam pertamanya di tempat baru ini.

Namun, ketika malam mulai turun dan bayangan mulai membesar di sudut-sudut ruangan, perasaan hangat itu mulai digantikan oleh sedikit rasa dingin. Rumah itu, meskipun indah, tiba-tiba terasa jauh lebih besar dan sunyi di malam hari. Setiap desiran angin yang melewati pohon di luar terdengar lebih keras, seperti bisikan yang datang dari jauh.

Dina mencoba mengabaikannya, menenangkan dirinya dengan alasan bahwa ini hanyalah rumah baru yang belum ia kenal betul. "Mungkin aku hanya terlalu lelah," pikirnya, mencoba melawan pikiran-pikiran tak masuk akal yang mulai menyelinap di kepalanya.

Ketika malam semakin larut, Dina memutuskan untuk tidur lebih awal. Ia berbaring di atas kasur yang baru saja ia pasang di kamar lantai atas, kamar yang memiliki jendela besar dengan pemandangan ke halaman belakang yang luas. Dari sana, ia bisa melihat deretan pohon dan padang rumput yang terbentang jauh ke arah hutan kecil di kejauhan.

Namun, malam pertama Dina di rumah itu tidak berlangsung tenang seperti yang ia harapkan.

Sekitar tengah malam, ketika ia hampir terlelap, suara halus terdengar dari arah jendela. Seperti suara goresan ringan, samar tapi cukup untuk membuatnya terjaga. Dina membuka matanya perlahan, menatap jendela besar yang kini diselimuti oleh kegelapan malam. Cahaya bulan yang redup hanya sedikit menerangi pekarangan, dan di tengah-tengah cahaya itu, sesuatu menarik perhatiannya.

Sebuah bayangan samar tampak berdiri di balik jendela.

Dina mengerjap, mencoba mengusir rasa kantuk yang masih menggantung di kelopak matanya. Ia mendekati jendela dengan hati-hati, berharap bahwa apa yang dilihatnya hanya ilusi akibat kelelahan. Namun, saat ia mendekat, bayangan itu tetap ada, diam tak bergerak. Rasanya seperti ada seseorang atau sesuatu yang mengintip dari luar.

Dina menelan ludah. Jantungnya mulai berdebar lebih cepat. Ia memandangi bayangan itu lebih lama, berharap dapat melihat lebih jelas, tetapi ia hanya bisa melihat siluet buram yang samar, seolah-olah terbuat dari kabut atau kegelapan itu sendiri. Setelah beberapa saat, bayangan itu menghilang begitu saja, secepat ia muncul.

Dina menarik napas dalam-dalam, berusaha meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah imajinasi atau efek dari cahaya bulan yang aneh. "Mungkin hanya pantulan atau hembusan angin," pikirnya, mencoba menenangkan diri. Tapi meski begitu, kegelisahan itu tetap menghantui pikirannya.

Malam itu, Dina menutup tirai jendelanya rapat-rapat sebelum kembali ke tempat tidur. Namun, meskipun ia mencoba memejamkan mata dan memaksakan dirinya untuk tidur, rasa takut itu tidak hilang. Setiap kali ia hampir tertidur, bayangan di balik jendela itu kembali menghantui pikirannya.

Apa yang sebenarnya ia lihat? Ataukah hanya ilusi akibat kelelahan?

Dina menghela napas panjang, dan meskipun pikirannya terus berkecamuk, ia akhirnya tertidur dengan perasaan bahwa rumah barunya mungkin menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang ia duga.

Meski Dina berhasil tertidur, tidurnya gelisah. Mimpi-mimpi aneh datang menghampiri, membawa bayangan yang tadi dilihatnya di jendela ke dalam alam bawah sadarnya. Di dalam mimpi itu, ia berdiri di dalam rumah, tetapi rumahnya terasa berbeda-lebih besar, lebih gelap, dan lebih dingin. Lorong-lorong tampak memanjang ke arah yang tak berujung, seolah-olah menuntunnya menuju sesuatu yang mengerikan.

Dalam salah satu mimpi, Dina berdiri di depan jendela yang sama seperti tadi malam, dan kali ini bayangan itu ada di sana lagi, lebih jelas. Sosok itu tampak mendekat, perlahan-lahan, seolah mencoba masuk ke dalam rumah. Suara bisikan mulai terdengar, seperti suara angin yang menembus celah-celah jendela, tetapi ada sesuatu yang aneh dalam bisikan itu. Seakan-akan bayangan itu memanggil namanya.

"Dina..."

Ia terbangun dengan tiba-tiba, keringat dingin membasahi dahinya. Jantungnya berdetak kencang, dan sesaat ia bingung, terjebak di antara mimpi dan kenyataan. Matanya melirik ke arah jendela, tapi tirai masih tertutup rapat. Tak ada bayangan, tak ada suara aneh. Hanya keheningan malam yang menakutkan.

Dina menenangkan diri dengan menarik napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya bahwa itu hanyalah mimpi buruk. Namun, perasaan cemas dan tidak nyaman terus menghantui. Ia melirik jam di ponselnya. Pukul tiga pagi. Masih terlalu dini untuk bangun, tapi ia merasa tak mungkin bisa tidur kembali.

"Ini pasti karena aku belum terbiasa dengan tempat baru," gumam Dina sambil duduk di tepi tempat tidur, memegangi kepalanya yang terasa berat. Namun, di dalam hati, ia tak bisa mengabaikan bayangan yang terus muncul dalam pikirannya.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan, sampai akhirnya Dina memutuskan untuk turun ke dapur, membuat teh hangat untuk menenangkan diri. Saat menuruni tangga, suara derit kayu yang usang menambah suasana seram rumah itu di malam hari. Lampu-lampu yang padam membuat setiap bayangan tampak lebih besar dan lebih gelap.

Setelah menyalakan lampu dapur, Dina menuangkan air panas ke dalam cangkir, menatap kosong ke luar jendela dapur yang menghadap ke halaman belakang. Pemandangan malam yang sunyi terasa begitu menekan, seolah-olah ada sesuatu yang mengintip dari balik pepohonan. Namun kali ini, tak ada bayangan aneh. Hanya pekarangan kosong yang disinari oleh bulan.

Ketika ia mengangkat cangkir tehnya untuk meneguk, suara samar terdengar dari lantai atas. Seperti bunyi langkah kaki yang sangat pelan, atau mungkin suara benda jatuh. Dina mendadak terdiam, tangannya berhenti di udara. Ia mendengarkan dengan seksama, berharap itu hanyalah suara dari kayu tua yang memuai karena suhu malam yang dingin.

Namun suara itu terdengar lagi. Kali ini lebih jelas-seperti ada seseorang yang berjalan perlahan di lantai atas, di dekat kamar tidurnya.

Dina meletakkan cangkirnya dengan tergesa-gesa, jantungnya berdebar lebih kencang. Pikiran rasionalnya berusaha mencari penjelasan-mungkin tikus, mungkin suara angin yang menghantam atap, atau hanya perasaan takutnya yang berlebihan. Tetapi ada sesuatu dalam suara itu yang terdengar... salah. Terlalu nyata, terlalu dekat.

Dina berdiri di tengah dapur, bingung antara memeriksa ke lantai atas atau tetap di bawah dan menunggu hingga pagi tiba. Suasana di sekelilingnya begitu sunyi, hanya dipecahkan oleh bunyi detak jam di dinding. Perasaannya bercampur antara takut dan penasaran.

Namun, tak lama setelah itu, suara langkah tersebut berhenti. Hening kembali menyelimuti rumah. Dina menggigit bibirnya, menatap ke arah tangga yang gelap dengan perasaan tak menentu. Setelah beberapa menit, ia memutuskan untuk kembali ke lantai atas, meskipun setiap langkahnya di tangga terasa berat dan hati-hati.

Setibanya di lantai atas, Dina mengintip ke dalam kamar tidurnya. Tirai masih tertutup, tak ada bayangan atau apapun yang tampak mencurigakan. Tapi ada sesuatu yang aneh di udara, seperti perasaan tidak nyaman yang sulit dijelaskan. Sebuah firasat buruk menyelimutinya, meskipun tak ada hal konkret yang terjadi.

Setelah memastikan semuanya tampak baik-baik saja, Dina mencoba kembali ke tempat tidur. Ia menarik selimut hingga ke leher, mencoba memejamkan mata dan mengabaikan kegelisahannya. Namun jauh di dalam pikirannya, pertanyaan-pertanyaan terus bermunculan.

Apa yang sebenarnya ia lihat di jendela tadi malam? Dan suara apa yang tadi ia dengar di lantai atas?

Malam semakin larut, dan meskipun tubuhnya lelah, Dina tetap tidak bisa benar-benar tidur nyenyak. Dalam hati, ia tahu bahwa sesuatu tidak beres dengan rumah ini. Dan mungkin, bayangan di balik jendela itu bukan sekadar ilusi akibat kelelahan.

Tetapi, apa yang sebenarnya sedang terjadi di rumah ini? Dina belum tahu jawabannya, tetapi ia merasa bahwa ini baru permulaan dari sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih gelap.

Bersambung...

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Tetesan Fajar

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku