Tama Purnomo. Pria berbadan tinggi, berkulit putih dan hidung bengir, berusia 30 tahun dan berprofesi sebagai guru olahraga di sebuah menengah atas dan sudah mempunyai seorang istri atas perjodohan dari orang tuanya. Istrinya bernama Sonya yang bekerja di sekolah yang sama dengan suaminya. Beberapa bulan belakangan ini, Tama selalu memperhatikan seorang murid perempuan yang selalu membuatnya sakit di bagian bawahnya. Ia selalu menginginkan gadis itu menjadi miliknya dengan cara apapun. Aulia Atmoko. Gadis yatim piatu berparas cantik. Di usia yang baru berusia 17 tahun, ia harus bekerja paruh waktu di toko buku untuk memenuhi kebutuhannya sendiri. Aulia juga diam-diam sangat menyukai guru olahraganya yang bernama Tama Purnomo. Apapun Aulia akan lakukan untuk menggapai cita-citanya dan mendapatkan keinginannya, termasuk menjadi istri simpanan seseorang. Yuk kepoin kisahnya di sini!!
Senin!!
Hari yang sangat Aulia benci, ia sangat malas dengan upacara bendera. Dengan malas ia bangun dan menuju kamar mandi yang berada di area dapur rumahnya, ia kemudian masuk ke kamar mandi dan mulai menyirami badannya dengan air yang terasa sangat sejuk pagi itu.
Tak sampai 10 menit Aulia pun selesai dan segera memakai seragam putih abu nya kemudian langsung berangkat ke sekolah tanpa sarapan.
Di perjalanan menuju halte tiba-tiba ia teringat jika ponselnya tertinggal dan ia harus kembali lagi ke rumah untuk mengambilnya. Alhasil ia ketinggalan angkot dan berujung ia terkena hukuman
karena terlambat.
"Kenapa terlambat?" Suara dingin menginterupsi telinga Aulia.
Aulia hanya diam dan menundukkan kepalanya, tetapi sekali lagi suara dingin itu menyapa telinganya dengan sedikit bentakkan.
"Gak punya telinga kamu?"
"Saya di depan kamu, bukan di bawah kaki kamu."
Perlahan Aulia mengangkat kepalanya dan langsung menatap mata guru yang membentaknya tadi. Mata mereka saling beradu tatap, dan jangan katakan bagaimana jantung guru nya itu.
"Ma-maaf Pak Tama, saya telat karena nungguin angkot." Jawab Aulia yang sudah berlinangan air mata.
Ingin sekali rasanya Tama mendekap tubuh gadis yang sudah ia cap sendiri sebagai gadisnya ini, mengusap air mata yang sebentar lagi akan jatuh. Tapi ia harus menahannya dulu, nanti baru ia akan beraksi.
Tama memutuskan tatapannya pada Aulia dan menyuruh muridnya untuk membersihkan halaman yang berada di belakang gudang. Aulia yang tak terima pun memberanikan dirinya untuk protes.
"Yang lain bersihin halaman yang di depan sekolah, kok saya bersihin yang di belakang gudang, Pak?"
"Kenapa? Kok kamu yang ngatur?" Tama ngegas dong.
"Saya takut, Pak. Di sana sepi, nggak ada orang yang pernah ke sana," cicit Aulia.
Memang itu tujuan Tama, ingin berduaan dengan gadisnya.
"Saya yang awasi kamu. Sekarang ambil peralatannya dan langsung ke halaman belakang gudang, jangan banyak alasan," titah Tama.
Aulia segera pergi dari hadapan Tama dengan menghentak-hentakan kakinya dan mulut yang komat kamit. Tama semakin gemas melihat tingkah Aulia yang sangat lucu di matanya.
"Akhirnya, bisa berduaan juga sama kamu," Tama membatin kegirangan dan memegang area selangkangan nya yang entah kenapa selalu berdenyut jika melihat atau berada di dekat Aulia.
Sudah 15 menit Aulia asyik menyapu dedaunan kering dengan perasaan takut, karena gudangnya terletak jauh di belakang area sekolah. Mulutnya sibuk memaki Tama yang tak kunjung datang.
Karena terlalu asyik memaki sang guru sambil menyapu sampah, ia sampai tak sadar jika di depannya terdapat lubang dan akhirnya kakinya pun masuk ke dalam lubang itu.
"Awwhhh...sssshhh...aduuhh sakit banget." Aulia mengadu kesakitan sambil mengangkat keluar kakinya dari lubang dengan suara isakkan yang keluar dari mulutnya.
Tama yang baru datang dengan membawa minuman dingin pun terkejut, melihat Aulia yang terduduk dengan kaki lecet dan bengkak sambil menangis.
"Hey, kamu kenapa?" tanya Tama khawatir.
"Bapak ke mana aja sih, katanya mau nemenin saya, saya dari tadi nungguin karena takut sampe sampe kaki saya masuk ke lubang," jawab Aulia sesegukan.
Tama yang tak tahan pun langsung mendekap tubuh Aulia yang bergetar karena menangis, ia mengusap usap punggung gadisnya dan mengecup pucuk kepala Aulia.
"Maaf ya, saya tadi di panggil sama kepala sekolah sebentar, terus beliin kamu minuman."
Aulia masih menangis dalam pelukan Tama. Tama pun semakin mengeratkan pelukannya pada Aulia.
"Udah yaa, saya minta maaf."
Aulia langsung melepaskan dirinya dari pelukan Tama.
"Ma-maaf, Pak."
"Maaf kenapa? Hmm?" tanya Tama sambil menyelipkan rambut di belakang telinga Aulia.
"Udah, Pak. Nanti ada yang liat."
"Kalo nggak ada yang liat?"
"Hah?"
CUP...!!!
"Manis," ujar Tama sambil menjilat bibirnya sendiri.
Aulia yang terkejut mendapati perlakuan Tama itu pun langsung ingin berdiri dan pergi dari sana. Tapi ia melupakan kakinya yang sedang sakit.
"Awkkhhh.."
"Kamu ngapain tiba-tiba berdiri? Udah tau kakinya sakit," ujar Tama.
"Awas, nggak usah pegang-pegang." Marah Aulia.
Tama tak mendengarkan Aulia, ia tetap memegang pergelangan kaki Aulia.
"Kamu kenapa?"
"Bapak yang kenapa?"
"Loh, kok saya? Saya kenapa?"
"KENAPA BAPAK CIUM SAYA?" Teriak Aulia.
Aulia semakin memberontak saat Tama memegang tangannya dan ingin memeluknya lagi.
"Hey.. tenang, Lia," ujar Tama mencoba menenangkan Aulia sambil memeluk tubuhnya.
"Bapak jahat," ucap Aulia dengan tangan yang memukul dada Tama.
"Iya, saya jahat. Maaf lagi yaa."
"Gak mau maafin. Saya mau ke kelas."
Tama melepaskan pelukannya pada Aulia dan menangkup wajah Aulia.
"Masih mau ke kelas dengan muka gini? Mata sembab, hidung merah, kaki juga luka sama bengkak, hm?" tanya Tama.
"Ini semua kan gara-gara Bapak. Bapak bentak saya tadi pagi, terus biarin saya sendirian bersihin halaman gudang. Kaki saya masuk ke dalam lubang juga gara-gara Bapak. Terus tadi Bapak malah cium cium saya," omel Aulia.
Tama tersenyum melihat Aulia mengomel, tangannya terangkat untuk mencubit pipi chubby Aulia.
"Kenapa gemes gini kalo ngomel?"
"Bapak ih, nggak usah pegang-pegang saya terusss."
"Ya udah."
Tama pergi meninggalkan Aulia sendirian lagi di sana. Baru beberapa langkah ia mendengar isakkan tangis yang keluar dari mulut gadisnya. Tama berbalik lagi menuju ke arah Aulia.
"Hiks...Hiks..."
Aulia menangis dengan wajah tertutup telapak tangan, tanpa aba-aba Tama langsung menggendong Aulia ala bridal style.
"Aaaa Bapak, kenapa saya di gendong? Turunin ih, nanti di liatin orang, Paaakk."
"Diem, Lia. Atau saya cium lagi bibir kamu yang manis itu."
Aulia langsung terdiam dan kembali menutup wajahnya menggunakan telapak tangannya. Ia takut menjadi bahan omongan semua murid dan guru guru, karena sekarang dia berada dalam gendongan guru hot di sekolah ini. Tapi ia tidak mendengar apa pun. Kenapa sunyi sekali, batinnya. Ternyata semua orang sedang melakukan proses belajar mengajar, tidak ada satu pun yang berada di luar kelas. Hanya beberapa menit saja tiba-tiba tubuhnya seperti melayang dan merasakan seperti berbaring di atas kasur. Aulia membuka matanya dan benar saja, ia memang berbaring di atas kasur yang berada di UKS.
"Gak usah ngomong, gak usah banyak nanya, saya obatin dulu kaki kamu."
Aulia hanya menurut. Ia memperhatikan betapa telaten nya Tama mengobati lukanya.
"Shh...pelan, Pak. Sakit kalo di pencet gitu."
"Iyaaa, Lia."
"Pak?"
"Pak."
"Bapak?" Panggil Aulia lagi sedikit keras.
"Apa, Liaaaa?"
"Bapak, kenapa manggil nama saya Lia?" tanya Aulia.
"Kan mulut saya, suka suka saya lah, kenapa emangnya? Gak suka di panggil Lia? Atau mau di panggil sayang?"
"Ihhhh, apaan sih, Bapak. Gak ada yang manggil saya Lia kecuali Bapak."
PLUK...!!!
Tama menyentil jidat Aulia.
"Aduuh, sakit tau, Paaakk. Bapak kenapa siihhh?" tanya Aulia.
Tama mendekatkan mulutnya ke telinga Aulia dan membisikkan sesuatu.
"Saya suka sama kamu, Lia."
"Saya gak bercanda," sambung Tama.
Aulia mendorong tubuh Tama dan menatap lekat wajah gurunya itu.
"Bapak gila ya?"
"Tergila gila sama kamu," jawab Tama dengan entengnya.
"Bapak udah punya istri kalo Bapak lupa."
"Saya gak lupa, Lia."
Aulia memiringkan badannya ke arah tembok dan menyelimuti seluruh tubuhnya.
"Keluar, Pak. Saya mau istirahat. Makasih udah nolongin saya," ucap Aulia.
Tama mengusap rambut Aulia dan mengecup pucuk kepalanya.
"I love you," ujar Tama dan langsung pergi meninggalkan Aulia.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore, bel pulang sekolah sudah sejak tadi berbunyi.
Ternyata Aulia ketiduran cukup lama di UKS. Ia segera bangun dan ingin mengambil tas nya yang berada di dalam kelas. Baru ingin bangun dan menuju ke kelas, tiba-tiba Tama masuk dengan tas miliknya yang sudah berada di tangan gurunya itu.
"Saya capek, nggak mau debat," ucap Tama yang langsung menggendong Aulia.
"Saya antar pulang."
Aulia langsung membelitkan tangannya di leher Tama. Ia pun tak ingin berdebat lagi dengan Tama. Tama merasakan nafas Aulia yang berada di lehernya. Ia mati-matian menahan nafsunya.
Setelah sampai di mobil, Tama membuka pintu dan meletakkan Aulia di kursi depan, setelahnya Tama pun masuk dan memakaikan Aulia selt belt.
Tama mencium aroma tubuh Aulia yang membuat adiknya mengeras di bawah sana. Tanpa aba-aba lagi ia mencium bibir tipis Aulia, menarik-narik bibir gadisnya dan menyedot lidah manis milik Aulia.
Karena sudah terbawa suasana, Aulia pun membalas ciuman dan sedotan lidah dari Tama.
"Ngghhh.."
"Ssshhhh...akhh.." desah Aulia.
Ciuman Tama turun ke leher jenjang Aulia, ia menghirup dalam-dalam aroma leher Aulia, di kecupinya, di jelati, dan di gigit gigit kecil leher putihnya itu.
"Mmhh, jangan di cupang, paakkh.."
Tama hanya mengangguk dan melanjutkan kegiatan menjilati leher Aulia. Aulia memeluk kepala Tama agar tetap berada di lehernya.
"Nnggghhh udah paakkh, saya mau pulang, saya harus kerja."
Tama mengangkat kepalanya dari leher Aulia, mengusap leher gadisnya menggunakan jempolnya dan terakhir menjilat bibir Aulia.
"Nggak usah kerja yaa," ujar Tama.
"Saya harus kerja, Pak. Kemaren saya udah di tagih sama wali kelas saya karena nunggak bayar uang bulanan."
"Nanti saya yang bayarin semua uang sekolah kamu sampe selesai, termasuk kebutuhan pribadi kamu," ujar Tama.
"Gak, saya bukan tanggung jawab, Bapak."
"Kita nikah, biar kamu jadi tanggung jawab saya," jawab Tama serius.
"Saya masih sekolah, Pak. Masih punya cita-cita yang harus saya gapai," ucap Aulia.
"Oke, jawab pertanyaan saya dengan jujur."
"Iyaa."
"Kamu suka gak sama saya?" tanya Tama.
Aulia mengangguk. Siapa sih yang gak suka guru ganteng di sekolahnya. Teman-teman bahkan kakak kelasnya pun rata-rata menyukai guru olahraganya ini.
"Kenapa suka sama saya?"
"Bapak ganteng. Tapi sayang udah punya istri," jawab Aulia.
"Saya bisa ceraikan istri saya demi kamu."
"Nggak usah ngaca deh, Pak. Ayo jalan, nanti saya telat," ujar Aulia.
"Nggak usah kerja, Lia. Kamu nggak denger apa yang saya bilang tadi?"
"Bapak juga nggak denger apa yang saya bilang? Saya masih sekolah dan punya cita-cita yang harus di gapai, Bapaaak."
"Kalo gitu kita pacaran aja dulu, gimana?" Paksa Tama.
Aulia tertawa renyah melihat kelakuan Tama.
"Bapak, kenapa sih? Bapak udah punya istri looh, Bu Sonya juga cantik banget," tanya Aulia heran.
"Gak usah bawa-bawa orang lain, jawab pertanyaan saya tadi, kalo kamu gak mau nikah sekarang, kita pacaran dulu, ya?"
"Mmm saya pikir-pikir dulu ya, Pak?"
"Saya mau kamu jawab besok." Lagi-lagi Tama memaksa.
"Iyaa, Bapak. Ya udah, ayo jalan."
Tama mengemudikan mobilnya menuju rumah Aulia. Aulia heran, kenapa Tama bisa tau jalan ke rumahnya, padahal ia belum memberi tahukan pada Tama di mana alamat rumahnya.
"Bapak kok tau rumah saya?"
"Saya tau semuanya tentang kamu, Lia," jawab Tama.
"Bapak penguntit, ya?" tanya Aulia tak santai.
"Apa salahnya menguntit orang yang kita sayang?"
Aulia hanya diam mendengar kata yang keluar dari mulut Tama. Ia hanya menganggap itu semua hanya bualan saja.
Setelah beberapa saat, mereka pun sampai di rumah kecil Aulia. Baru turun dari mobil, Aulia di kejutkan dengan barang-barangnya yang sudah berada di luar rumah dan tiba-tiba seorang wanita paruh baya keluar dari rumahnya dengan marah-marah.
"Sekarang kamu keluar dari kontrakan saya, Aulia. Kamu janji-janji terus, tapi gak pernah ditepati. Sudah tiga bulan kamu nunggak uang kontrakan," marah wanita paruh baya tersebut.
Dengan kaki yang terseok-seok Aulia berjalan ke arah wanita paruh baya itu dan bersimpuh memegang tangannya.
"Buk, saya mohon Buk, kasih saya waktu l, saya belum punya uang, kalau udah ada uangnya saya bayar semua, Buk," jawab Aulia sambil menangis.
Tama yang melihat itu pun langsung menghampiri Aulia dan menarik tangannya.
"Bangun!!"
Tama mengeluarkan banyak sekali uang merah dan memberikannya kepada wanita paruh baya itu dan langsung menggendong Aulia masuk ke dalam mobil.
"Kaki kamu masih sakit, nggak usah keluar mohon-mohon lagi, diem!" Tama langsung menutup pintu mobil dengan kencang.
Tama mengambil semua barang-barang Aulia dan memasukkannya ke dalam bagasi, lalu ia dengan cepat mengemudikan mobilnya meninggalkan rumah yang pernah Aulia tempati.
"Pak, kita mau ke mana?" tanya Aulia yang masih menangis sesegukan.
"Apartemen."
"Bapak!!!"
"Saya bayar kontrakan aja susah, ini Bapak mau nyari apartemen untuk saya tinggal? Saya udah susah, jangan di tambah susah lagi, Pak. Bapak gila, ya?" Teriak Aulia yang semakin menangis.
Tama menepikan mobilnya di pinggir jalan, ia menarik Aulia ke dalam pelukannya. Mengusap-usap sayang punggung gadis kecil yang berada dalam pelukannya, sesekali ia kecup dahi Aulia.
"Nggak capek apa nangis terus? Hmm?" tanya Tama dengan lembut.
"Saya mau bawa kamu ke apartemen saya. Kalo kamu tinggal di sana, itu jadi apartemen kita," ujar Tama.
Tama melepaskan pelukannya dan mengusap air mata Aulia. Ia kembali menjalankan mobilnya menuju apartemen. Fokus dengan menyetirnya, Tama menoleh ke kiri untuk melihat Aulia yang hanya diam, tak terdengar lagi suara tangisan dan isakkan, ternyata gadisnya tertidur.
Sesampainya di parkiran apartemen, Tama menggendong tubuh Aulia dan pergi ke arah lift untuk menuju kamarnya.
Setelah sampai di kamarnya, Tama membaringkan tubuh Aulia di atas kasur, membuka seragam Aulia dan hanya menyisahkan tank top dan celana dalam saja.
Tama memegang burungnya yang sudah sesak ingin keluar.
"Ssshhh...ngghhh.." Tama meremas kontolnya dari luar celana.
Tama membuka baju dan celananya, sama seperti Aulia, ia hanya menyisakan celana dalamnya saja. Tama merangkak naik ke atas tubuh Aulia dan menggesek-gesekkan kontolnya ke memek Aulia.
"Aakhh...di gesek gini aja enakh...ngghhh."
Aulia yang merasa terusik pun bangun dan terkejut ketika melihat Tama sudah berada di atas tubuhnya dengan bertelanjang dada. Ia lebih terkejut ketika melihat Tama yang sedang menggesekkan kontolnya ke memeknya. Aulia mendorong tubuh Tama, ia terkejut lagi ketika melihat kalo ia hanya mengenakan tank top dan celana dalam saja.
"Bapak, ngapain saya?" tanya Aulia sambil menutupi payudaranya.
"Gak ngapa-ngapain, Lia."
"Boong."
"Beneran, orang saya cuma gesek gesekkin kontol saya ke memek kamu," jawab Tama jujur.
"Bapak ihh, jorok banget ngomongnya. Terus kenapa Bapak gesek gesekkin itu Bapak ke ini saya?"
"Yang kotor lebih enak. Saya sange lihat kamu," ucap Tama yang memegang batangnya.
"Nggghhh.."
"Bapak, kenapa?"
"Sange, mau kayak tadi," jawab Tama dengan mata sayu.
"Mau ya, gesek aja kok, hm.."
Aulia hanya mengangguk. Tama dengan cepat mendekati Aulia dan menyuruhnya berbaring kembali. Ia mulai menggesekkan kontolnya ke memek Aulia.
"Aakhh...enak banget sayang...ngghhh.."
"Pegang tetek boleh, ya?"
Aulia yang sudah mulai sange pun mengiyakan permintaan Tama. Tama mulai meremas payudara Aulia yang cukup besar. Karena kurang puas meremas dari luar, ia memasukkan tangannya ke dalam tank top Aulia.
"Mmmhhh...Bapak.."
"Kenapa, Lia? Enak?"
"Akhh...iyaaaahh.."
"Buka bajunya, yaa?"
Lagi. Aulia hanya mengangguk. Tama melepaskan tank top beserta bra yang dipakai Aulia.
Menangkup payudara yang besar itu serta meremas-remasnya dengan gemas, menarik dan memilin puting yang sudah ada mencuat.
"Aakhh...jangan di tarik-tarik, paakkh.."
"Terus di apain?"
"Mmhh, di isap."
Dengan cepat Tama menundukkan kepalanya ke arah payudara Aulia. Ia langsung memasukkan puting yang sudah keras ke dalam mulutnya, di hisap hisapnya puting pink milik Aulia lalu ditariknya menggunakan gigi. Kontol yang di bawa semakin cepat menggesek memek Aulia.
"Aakhh...aakhh...aakhh jangan di tarik paak...aakkhh.."
"Ngghhh... saya gak tahan, Lia. Boleh saya masukin memek kamuhh?"
"Enggak. Nggak mau, Pak...gini aja."
"Buka celana dalamnya yaa, saya janji nggak masukin, gesek sampai muncrat aja."
"Iyaah."
Tama pun membuka celana dalamnya dan celana dalam Aulia. Aulia menelan air ludahnya, melihat betapa besarnya dan panjangnya milik Tama.
Tama mulai menyodok nyodokkan kepala kontolnya di memek Aulia.
"Aakhhh...Bapak udah janji cuma gesek aja, jangan di masukin."
"Enggak, sayang. Cuma gesek aja."
"Ngghhh...Lia, enak banget, Lia. Aakhh...aakhh...aakhh.."
"Aakhh...Bapak, jangan cepet cepet, Pak. Saya mau pipis."
"Aakhh...aakhh...aakhh...pipis aja, sayang."
"Akhh...akhh...akhh...saya pipis, paakhh. Aakkhhhhhh.."
Tama mempercepat gesekan nya karena ia ingin keluar.
"Aakhh...aakhh...aakhh...saya mau keluar, Lia. Ngghhh...aaaaaaaakkkhh.."
CROT...CROT...CROT...
Tama menyemburkan sperma nya di atas memek Aulia, dan menggesekkan kepala kontolnya di puting Aulia yang masih tegang.
"Anget, Pak."
Tama langsung menjatuhkan tubuhnya di samping tubuh Aulia. Ia memeluk erat tubuh gadisnya dengan melingkarkan kakinya di paha Aulia.
"Capek?" tanya Tama.
"Capek, Pak."
"Gak mau makan dulu?"
"Enggak, Bapak. Saya capek," jawab Aulia.
"Saya mau kamu jawab sekarang, Lia."
"Jawab apa, Pak?" tanya Aulia.
"Perasaan saya tadi siang."
"Hhmm, iya."
"Iya, apa?" tanya Tama tak sabaran.
"Mau."
"Mau apa, Liaaaa? Yang jelas." Tama gregetan.
"Saya mau jadi pacar, Bapak," ucap Aulia.
Tama langsung duduk dari berbaring nya.
"Kamu serius?"
"Iya, Bapak. Saya serius," ujar Aulia.
Tama memeluk Aulia dan mengecup seluruh wajah muridnya yang baru saja menjadi kekasihnya.
"Tapi, Pak. Gimana kalau Bu Sonya tau?"
"Ya biarin aja!" jawab Tama asal.
"baoak kok gitu?"
"Gitu gimana? Udah lah, saya kan udah bilang jangan bahas orang lain kalo kita lagi berdua."
"Iya iyaaaa. Maaf, Bapak."
"Jangan panggil saya Bapak, Aulia...saya bukan Bapak kamu," ucap Tama yak ingin di panggil Bapak.
"Huh, jadi saya harus panggil apa?"
"Panggil saya Mas kalo di luar sekolah, dan jangan saya saya lagi, aku kamu."
Aulia yang malas berdebat pun mengiyakan semua permintaan Tama.
"Iyaaa, Maaass. Aku gak manggil Bapak lagi."
Tama mengecup ujung hidung Aulia dan membawanya ke dalam dekapan hangatnya lalu menuju alam mimpi.
Buku lain oleh Mamud81
Selebihnya