Tentang sebuah asmaraloka yang mengubah aksara menjadi cerita, tentang aksa yang menuntut temu demi tuntasnya sebuah renjana. Kisah tentang Lilah Levana, seorang gadis berusia 20 tahun, tiba-tiba diculik oleh seorang pria yang mengaku Raja Vampire dan juga suaminya di masa lalu. "Kau pikir aku akan menyukai bocah sepertimu? Vampir itu tidak ada! Itu hanya dongeng!" "Buat aku jatuh cinta kepadamu dalam waktu 10 hari. Jika tidak, maka kau akan mati!"_Raja Vampir. ____________________ Putri Zeoya Salvatore, anak ke-12 dari 12 bersaudara dan satu-satunya anak perempuan Raja Laszlo dan Ratu Laila. Setelah kelahirannya, Ratu mewariskan semua kekuatan yang dia miliki kepada sang putri dan mati. Raja sangat bersedih atas kematian sang Ratu. Putri Zeoya berpikir sang Ayah tak pernah mencintainya, dia merasa kematian sang Ibunda adalah akibat dirinya. Hingga dia menemukan sebuah ramalan bahwa Ratu akan bereinkarnasi di dunia manusia. "Tunggu aku Ayah, akan kubawa Bunda pulang."__ Zeoya Salvatore.
Welcome di buku Lailalullaby yang per
Sebelum baca, follow dlu atuhhh 🤙🤙🤙
_____Happy Reading_____
Di ruang makan sederhana, seorang gadis tampak sibuk dengan makanan di mejanya, menyajikan beberapa lauk untuk sang Ayah yang duduk di atas sebuah kursi pada ujung meja berhadapan dengan gadis itu.
"Wahh, kamu masak apa hari ini, Lilah?" tanya pria bernama Blaze Elio.
"Tak banyak, hanya yang bisa aku masak saja," jawab gadis cantik bernama Lilah Levana-putri kecil Blaze yang kini berusia 20 tahun.
Blaze tersenyum sekilas, kemudian melahap makanan di depannya. Sesaat Lilah terlihat termenung, tampaknya ada sesuatu yang mengganggu pikiran gadis itu saat ini.
"Ayah," panggil Lilah tiba-tiba. Blaze yang tengah sibuk menikmati makanannya, terpaksa mengangkat kepala hanya untuk sekadar menatap putrinya.
"Umurku sudah 20 kan ...?" Lilah tiba-tiba merasa ragu untuk mengutarakan isi hatinya. Namun, dia sudah memendam pertanyaan ini terlalu lama.
"Iya, dan jika kamu berniat untuk membahas soal pekerjaan lagi, Ayah rasa tidak! Ayah ingin kamu fokus kuliah untuk saat ini." Blaze sepertinya sudah lebih dulu menebak topik pembicaraan anaknya yang sebenarnya sudah sering mereka perdebatkan.
"Bukan itu. Aku hanya ... ingin tahu, sebenernya di mana Ibu?" Mendengar pertanyaan Lilah, Blaze tampak terdiam.
Manik Lilah beralih menatap sang Ayah yang kini terlihat geming di tempatnya.
"Siapa Ibu? Di mana dia sekarang? Kenapa aku tidak pernah mengenalnya?" tanya Lilah bertubi-tubi.
Blaze hanya bisa menelan ludah, sebenarnya dia masih tak yakin untuk memberi tahu Lilah kisah sebenarnya tentang Blaze.
"Makanlah, sebelum makanannya dingin." Suruh Blaze mengalihkan pembicaraan.
"Aku ingin Ayah jujur, sebenarnya siapa Ibu? Di mana dia, Ayah? Dan kenapa Ayah menyembunyikan keberadaannya?" Tampaknya Lilah menolak untuk menyerah.
Blaze menyimpan sendok di tangannya pada meja dengan kasar hingga menimbulkan suara keras. Lilah tersentak di tempatnya, dia menatap sang Ayah dengan wajah terkejut dan menelisik lebih jauh sosok di depannya.
"Itu karena ... aku tidak tahu," tutur Blaze pelan. Sontak Lilah mengerutkan dahinya.
"Apa? Namanya saja, apa Ayah tidak tahu?" Mendengar itu, Blaze kembali ragu. Namun, dia sendiri tidak bisa menyimpan ini lebih lama.
"Tidak, aku tidak tahu. Dulu aku menemukanmu di dalam kamarku, tanpa tahu siapa yang menyimpannya di sana. Aku tidak punya hasrat kepada wanita, itu alasannya kenapa aku tidak pernah menikah. Suatu saat aku berdoa kepada Tuhan, untuk memberikanku petunjuk, aku ingin memiliki seorang anak namun aku tidak ingin menikah. Setelah pulang dari Gereja aku menemukanmu menangis di dalam kamarku," tutur Blaze. Sontak Lilah bangkit dari duduknya kemudian menjauhi meja makan.
Melihat itu, Blaze langsung ikut berdiri dan melangkah mendekati Lilah yang sepertinya hendak pergi.
"Jadi kau bukan orang tuaku." Lirih gadis itu dengan ekspresi terkejut juga kecewa, dia tidak pernah menyangka ternyata selama ini dirinya tinggal dengan pria asing.
"Kau hadiah dari Tuhan untukku, Lilah," tutur Blaze berusaha mencegah Lilah yang siap untuk pergi.
Lilah memalingkan atensinya yang terkesan kabur, pikirannya dibuat linglung dengan kenyataan bahwa dirinya sebatang kara. Tiba-tiba tangan gadis itu dicengkeram oleh Blaze. Sontak Lilah mendongak dengan sorot yang kabur oleh air mata.
"Kau tidak membutuhkan seorang Ibu, Lilah. Sama sepertiku yang tidak membutuhkan seorang istri," tutur Blaze lembut. Namun, Lilah tidak bisa menerima perkataan itu saat ini. Dengan kasar gadis itu menepis tangan Blaze yang ajaibnya mampu melepas cengkraman kuat pria itu bahkan sampai Blaze mundur beberapa langkah.
"Kau orang asing! Ternyata selama ini kau menipuku!" Lilah langsung pergi, dengan rasa kecewa, gadis itu berlari meninggalkan rumah. Blaze berusaha mengejar, namun langkahnya berakhir di teras rumah, pria itu sadar dirinya bukan siapa-siapa untuk Lilah. Namun bukankah Blaze yang membesarkan Lilah sejak dia masih bayi? Apa dia masih dipandang sebagai orang asing setelah melakukan segalanya untuk membesarkan gadis itu?
Tak ada yang bisa Blaze lakukan untuk saat ini, pria itu memilih untuk diam menatap kepergian gadis itu yang kian menjauh, membiarkan gadis itu menenangkan diri untuk beberapa saat hingga dia benar-benar sadar akan jasa Blaze selama ini.
Sementara itu langkah Lilah berakhir di sebuah tikungan dekat jalan besar. Air mata Lilah sudah tak terbendung lagi, kepalanya tertunduk dengan tangan kanan meraih tembok untuk menjaga keseimbangannya. Sekuat tenaga Lilah menahan isaknya, berusaha mengangkat pandangannya dan menyaksikan langit malam yang tampak indah dengan hamparan bintang bertemankan bulan.
Atensi Lilah mulai mendapatkan fokusnya, gadis itu berakhir menengadah ke langit, menikmati kenampakan alam yang sungguh menangkan. Baru saja dirinya menurunkan pandang lagi, atensi Lilah menangkap sesosok pria yang tampak bercumbu mesra dengan seorang wanita, keduanya terlihat duduk di kursi pinggir jalan yang kala itu cukup sepi.
Lilah membulatkan matanya saat menyadari bahwa pria itu adalah Horus-kekasih Lilah. Tanpa berpikir panjang, Lilah menghampiri pasangan itu dengan langkah penuh amarah. Sesampainya di depan Horus, Lilah menarik kerah baju pria itu hingga benar-benar berdiri dengan ekspresi kaget juga sedikit takut.
"Lilah? Aku bisa jelaskan!" Belum sempat Horus menjelaskan keadaan, satu bogem mentah terlebih dulu menghantam wajah pria itu yang seketika terjungkal ke tanah.
"Horus!" pekik si gadis yang tidak Lilah kenal, sepertinya dia adalah juniornya si universitas. Sudahlah, Lilah tidak peduli dengan gadis itu.
Sang selingkuhan terlihat memburu tubuh Horus, dengan sorot tajam dia menatap Lilah penuh kebencian.
"Dasar wanita gila!"
Mendengar itu, Lilah kini beralih menatap si gadis brengsek. Dengan sorot tajam Lilah mulai melangkah perlahan.
"Kau bilang apa tadi?" tanya Lilah dengan nada yang sedikit menyeramkan.
Melihat itu, si gadis tampak ketakutan. Horus yang sudah kembali bangkit berusaha menahan langkah Lilah.
"Lilah ... aku bisa menjelaskannya, dia tidak bersalah ...." Sontak atensi Lilah teralih. Kini sorot tajam itu menusuk Horus yang hanya bisa berdiri ketakutan.
"Ya! Kaulah yang bersalah!" Lilah kembali melayangkan pukulannya ke wajah Horus, lagi-lagi pria itu terpental namun kali ini tubuhnya terseret beberapa meter dari tempat Lilah.
Sementara gadis yang dipenuhi amarah itu kembali melangkah mendekati sang selingkuhan.
"Kau bilang aku gila? Kau berani mengatai aku gila?!" teriak Lilah.
Gadis itu berusaha memberanikan dirinya agar tak terlihat lemah di depan Lilah.
"Iya! Dan kau juga sangat brengsek! Tak tahu diri!"
Tiba-tiba dengan gerakan cepat Lilah menangkap leher gadis itu dan mencengkeramnya kuat. Gadis itu terlihat sangat kesakitan, wajahnya bahkan membiru akibat cengkraman Lilah yang amat kuat.
"Siapa yang brengsek dan merebut pacar orang lain hah?" tanya Lilah dengan nada tenang hingga ....
Crek!
Dug!
Leher gadis itu patah hingga kepalanya lepas untuk kemudian menggelinding. Horus menatap Lilah dengan wajah ketakutan, sekuat tenaga dia bangkit dan lari tunggang langgang sejauh mungkin.
Lilah hanya diam, dia akan membiarkan Horus kali ini. Lagi pula memang ini kenyataannya, Lilah punya kekuatan dan kecepatan di tas rata-rata manusia, dia juga tidak pernah menstruasi dan setiap hari dalam hidupnya dipenuhi drama insomnia. Lilah bahkan hanya bisa makan marus, selebihnya dia hanya bisa menikmati itu sesaat walau pada akhirnya dia tetap merasa bahwa tubuhnya lebih membutuhkan marus.
Langkah lunglai Lilah berakhir di Gereja, dia mengadu pada Tuhan atas semua kehidupannya yang sangat membingungkan. Gadis itu kini terisak hebat pada salah satu bangku yang berderet di ruang Gereja, sesekali dia menyeka air matanya sembari mengelapkan darah di tangannya pada gaun putih yang tengah ia kenakan.
"Tuhan, aku benci dunia ... aku ingin pergi dari dunia ini." Doa Lilah di sela tangisnya. Untuk kesekian kalinya dia menarik napas panjang hanya untuk sekadar menenangkan diri dan kembali mengadu kepada Tuhan. "Aku berbeda dengan mereka, kenapa? Kenapa aku berbeda?" Kepala Lilah kian tertunduk, di sela tangisnya dia mulai memikirkan sesuatu.
"Tak pernah aku sangka ternyata Blaze orang jahat, dia menculikku? Namun malah berkata aku muncul begitu saja. Ini tidak masuk akal! Aku akan mencari orang tua kandungku!" Lilah kembali menyeka air matanya, dia tidak bisa kembali ke rumah, sosok Blaze telah berubah baginya sekarang, semua pasti tak lagi sama dan Lilah harus bertahan hidup tanpanya mulai saat ini.
Hingga sayup-sayup dia mendengar suara seorang gadis kecil yang juga menangis di sana.
"Bunda ... aku rindu Bunda ...." Suara gadis itu terdengar pilu memanggil-manggil sang Bunda.
Sesaat Lilah geming, perlahan kepalanya mulai terangkat dan melihat sekitar yang tampak masih sangat sepi. Hingga atensinya menangkap sesosok gadis kecil berumur sekitar lima tahun tengah menangis tak jauh dari tempat Lilah.
"Tuhan ... tolong kembalikan Bunda ... kembalikan Bunda kepadaku," rengek gadis kecil itu.
Lilah terenyuh di tempatnya, dia juga ingin merengek seperti itu di depan Tuhan saat ini, Lilah juga ingin merengek agar Tuhan mengembalikan keluarganya, Lilah sangat ingin bertemu dengan kedua orang tua kandungnya-hanya itu.
Perlahan Lilah mulai bangkit, dia mendekati gadis kecil itu kemudian berlutut di depannya.
"Dek, apa kamu tersesat?" tanya Lilah lembut. Perlahan anak kecil itu mengangkat kepalanya, mata berbinar tampak membulat saat mendapati Lilah yang memaksakan diri untuk tersenyum ramah.
"Kau mau aku antar pulang?" tanya Lilah. Namun tiba-tiba anak itu turun dari kursi dan memeluk Lilah.
"Bunda! Pangeran Jasper benar, Bunda ada di sini," sorak gadis kecil itu sembari mendekap Lilah erat.
Sontak Lilah tertegun bingung, baru saja dia berniat membuka mulutnya tiba-tiba seseorang muncul entah dari mana asalnya.
"Putri Zeoya! Kau dalam masalah besar sekarang, Nona kecil," tutur pria yang baru saja muncul dengan kekuatan teleportasinya dan langsung mengomeli gadis kecil bernama Zeoya itu.
Laszlo yang baru saja tiba seketika tertegun mendapati sosok Lilah yang benar-benar mirip dengan mendiang istrinya.
'Ini tidak mungkin! Apa dia benar Laila?' tutur Laszlo dalam batinnya yang mulai kebingungan.
Zeoya terlihat sedikit bersembunyi dalam pelukan Lilah.
"Ayah jangan marah, aku sudah menemukan Bunda, Ayah ...."
Lilah yang tidak mengerti dengan apa yang sedang terjadi hanya bisa celingak-celinguk kebingungan.
"Hah? Aku?" Lilah gagal mendapatkan orang lain di Gereja itu, memang hanya mereka bertiga saat ini yang berada di dalam Gereja.
"Cepat kemari!" Perintah Laszlo tegas masing dengan wajah beku itu.
Bukannya menurut, Zeoya malah semakin mendekap Lilah, menolak berpisah dengan gadis itu.
"Aku tidak akan pulang tanpa Bunda!" Seru Zeoya.
"Hey, kau seharusnya mendengarkan apa kata orang tuamu." Lilah menangkap wajah Zeoya hingga gadis itu menatap mata Lilah. "Lagi pula kau salah orang, aku belum menikah," lanjut Lilah.
Laszlo yang sudah benar-benar geram akhirnya melangkah untuk meraih putrinya itu.
"Ayah bilang kemari!"
Sontak Zeoya terperanjat dan kembali bersembunyi di balik dekapan Lilah.
"Aku tidak akan meninggalkan Bunda! Tidak akan pernah!" Kukuh Zeoya.
Tak berselang lama, suara langkah kaki mulai terdengar jelas, sepertinya itu pengunjung lain yang kebetulan akan beribadah juga hari ini.
Laszlo memasang sorot waspada.
"Manusia!" Atensinya beralih menatap Zeoya kemudian mengangkat tangannya, bersiap untuk meraih gadis itu. Namun, lagi-lagi Zeoya menjadikan Lilah sebagai tameng pelindungnya.
"Aku ingin bersama Bunda!"
Laszlo mendesis kesal, sementara Lilah berusaha mendorong tubuh kecil itu agar lepas dan mengikuti perintah sang Ayah, namun percuma saja, gadis itu cukup kuat juga.
"Hey ayolah. Ikut saja Ayahmu." Lilah berusaha membujuk gadis kecil itu. Sementara di luar sana langkah kaki kian mendekat.
"Aku tidak punya pilihan lain!" Desis Laszlo. Akhirnya pria itu menyambar tubuh keduanya dan membawa mereka berteleportasi langsung ke kerajaan Vampir.
Laszlo melempar tubuh mungil Zeoya ke atas ranjangnya sembari berkata,"akan aku pikirkan hukuman untukmu, selama itu kau tidak boleh keluar dari sini!" Setelah mengatakannya Laszlo kembali menghilang.
Kini pria itu muncul di ruang bahwa tanah, tempat yang dulu sempat digunakan untuk menahan para Vampir bermasalah. Laszlo menghempas tubuh Lilah ke dalam sebuah sel untuk kemudian mengurungnya.
"Dan kau! Akan aku pertimbangan untuk menjerumuskanmu bersama para pemasok atau memenggal kepalamu!" tutur Laszlo dingin sembari mengunci pintu sel Lilah.
Gadis di dalam sel itu langsung bangkit dan mendekati jeruji besi.
"Oh, apa aku diberi pilihan?" tanya Lilah.
"Tidak," jawab Laszlo cepat.
"Apa aku boleh memilih yang ke-dua saja?" tanya Lilah dengan nada bersemangat.
"Tidak! Sudah kubilang kau tidak diberi pilihan!" Setelah mengatakan itu Laszlo kembali menghilang.
"Hey hey! Ayolah ... ini di mana? Kenapa aku masuk penjara? Memang salahku apa?" Suara Lilah terdengar menggema di seluruh penjara yang sepi.
Sesaat Lilah melihat sekitar yang benar-benar sepi.
"Hallo! Apa ada orang? Ini pasti hanya lelucon kan?" Namun, tak pernah ada jawaban dari siapapun.
"Ayolah! Ayah? Apa Ayah di sana? SIAPAPUN KATAKAN KALAU INI HANYA LELUCON!"
___To Be Continuous(◍•ᴗ•◍)✧*.___