Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
SIX PRINCE || ALEXA RAWNIE

SIX PRINCE || ALEXA RAWNIE

Penulis_senja

5.0
Komentar
523
Penayangan
74
Bab

[Romance-(minor)Fantasy] Takdir kini membawa seorang pelayan pada nasib yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Apa jadinya bila satu orang gadis, di cintai oleh 6 orang pria sekaligus. Pasti akan sangat memusingkan, belum lagi ada seseorang juga yang sama halnya mencintai gadis itu. Akankah gadis itu memilih salah satu dari mereka ataukah semuanya? Belum lagi rahasia dan masalah yang terus saja menerjang semuanya, membuat situasi semakin runyam karenanya. Cinta itu bagaikan rantai yang digembok ujungnya, kau takkan bisa lepas darinya terkecuali kau menemukan kunci dari gembok tersebut -Alexa Rawnie.

Bab 1 PIKIR RANIE

"HEI BERHENTI!" Beberapa orang pria kini tengah mengejar seorang wanita dengan bayi yang ada diperutnya.

Badai dan guntur seakan bukan apa-apa bagi mereka. Mereka terus berlari mengejar wanita itu.

Petir menyambar dengan sangat kuat, wanita itu sudah kehabisan seluruh tenaganya. Ia tak bisa berlari lagi.

Apa lagi dengan rasa sakit yang ada di perutnya sekarang, semakin membuatnya tak berdaya.

Sumpah demi para dewa yang Agung. Ia takkan membiarkan anak yang ada didalam kandungnya ini mati.

Tidak! Ia tidak mau sampai itu terjadi. Walau ia harus mempertaruhkan hidupnya demi anaknya, ia pasti akan melakukannya.

Hujan lebat membuat tubuhnya basah kuyup, tapi itu tidak membuat langkah kakinya berhenti.

Wanita itu melihat perutnya, semakin lama semakin pula ia merasakan sakit yang teramat sangat.

Mungkin waktu kelahiran anaknya sebentar lagi, dengan jalan yang cukup cepat namun sudah sangat lemah itu, menuntunnya pada sebuah gubuk tua, yang mungkin sudah sangat lama ditinggal oleh pemiliknya.

Ia segera masuk kedalam gubuk itu, tanpa sepengetahuan mereka

Rasa sakit dan juga mulas semakin menjadi-jadi. Ia segera menyusun nafas agar bayi itu segera keluar dari rahimnya.

Wanita itu terus mendorong nafasnya sekuat tenang. Semakin wanita itu mendorong, semakin banyak pula guntur yang menyambar.

Tak lama suara bayi terdengar begitu jelas. Dengan wajah yang amat mengenaskan wanita itu tersenyum saat mendengar tangisan bayinya.

Wanita itu mengambil bayinya yang tergeletak di tanah, dengan darah dan juga tali pusar yang masih terhubung di jalan lahir si bayi.

Ia mengangkat bayinya, sampai wajah tampan pria kecilnya itu terlihat. Dan ketika itu juga guntur merah menyala menyambar secara berganti.

Entah pertanda buruk apa yang akan terjadi ketika bayi itu lahir didunia.

Wanita itu tidak memperdulikan guntur merah itu, yang ia pedulikan, saat ini hanya anaknya.

Anaknya yang masih dilumuri darah, dengan kulit sehalus sutra dan wajah yang begitu mungil, seakan mengingatkan wanita itu tentang siapa Ayahnya.

Ia menyimpan dendam yang teramat sangat pada Pria itu. karena pria itu, hidupnya menjadi hancur sehancur-hancurnya.

Tak ada kebahagiaan lagi setelah pria itu pergi. hidupnya kini hanya dianggap sebagai sampah masyarakat. Harusnya dari dulu ia tidak usah berkenalan dengan pria itu, apa lagi bertemu.

Ia melihat putranya dengan wajah penuh kebencian. Bukan! Bukan untuk putranya melainkan untuk pria itu.

"Dengarkan ibumu ini, anakku! Suatu hari nanti berjanjilah padaku, kalau kau akan membalaskan dendam, ibu! Ibumu ini menginginkan keadilan, hiks. Dia- pria itu hanya ingat para istrinya saja di Kerajaan dan melupakan ibumu ini, hiks. Dia bahkan hanya memperkenalkan putra-putranya di kerajaan dan melupakan dirimu, hiks. Maka dari itu balaskan rasa sakit hati ibu padanya, putraku!" wanita itu mencium pucuk kepala anaknya, seketika itu juga guntur merah kembali menyambar dengan dasyat.

Sampai kapanpun rasa sakit hatinya takkan pernah terbalaskan sebelum pria itu lenyap, terutama para penerusnya di Kerajaan juga harus ikut mati. Karena kalau sampai hal itu terjadi!

Putranya akan menjadi penguasa diseluruh negeri.

.

.

Tergesa-gesa. itulah yang kini dilakukan gadis itu. Ia terlambat bangun karena ulah sahabatnya, apalagi pekerjaannya hari ini begitu menumpuk membuat siapa saja menggeleng, karna tak sanggup untuk menyelesaikannya.

Ah sialan, teman terkutuk. Awas saja jika aku menemukan gadis itu, kupastikan tulangnya akan patah kali ini, gerutunya kesal.

Saat sampai di dapur, ia segera mencari keberadaan sahabatnya. Tanpa memperdulikan sekitar.

Banyak pelayan istana merasa bingung dengan tingkah gadis itu, hingga satu pelayan menghentikan langkah kakinya.

Ranie nama gadis itu. wajahnya yang lumayan cantik, namun sangat mengemaskan layaknya anak-anak. Kini melihat keatas sebab tinggi pelayan yang ada didepannya jauh melebihi dirinya.

Seketika, wajahnya sedikit takut karena dihadapannya ini bukanlah pelayan biasa melainkan seorang kepala pelayan.

Namanya Acelin Adamma atau kerap disapa pelayan El. Sekarang ia menatap anak buahnya dengan mata tajam, ia sedikit heran dengan tingkah Ranie hari ini.

"Ranie! Kau kenapa?" tanya pelayan El, dan dibalas dengan gelengan cepat dari Ranie.

"Pembohong. Kau berani berbohong padaku, Ranie?" Acelin yang sama sekali tak percaya pada gadis yang ada dihadapannya ini. Demi para dewa yang angung, Ranie adalah gadis yang sering sekali berbohong padanya.

Ranie menunduk. Ia takut jika berhadapan dengan pelayan El. Tidak! Bukan hanya wanita itu saja, ia terkadang takut dalam segala hal, bisa dibilang dia itu adalah gadis penakut.

"A-aku tengah mencari Lisha pelayan El. Aku minta maaf jika tingkahku membuatmu marah" ucapnya dengan nada pelan, demi para dewa yang Agung dirinya sungguh takut jika dihukum.

Mendengar jawaban Ranie, wajah Elin berubah. "Jadi kau hanya mencari temanmu itu?" tanya Elin yang dibalas anggukan Ranie.

Wanita itu menghela nafas panjang. "Lisha ada di kolam, dia sedang memberi makan ikan sekarang, kau bisa pergi mencarinya di sana!" ucap Elin.

Ranie melihat keatas, dengan wajah ingin bertanya, sontak itu membuat Elin kesal dan menyentil keningnya.

Bukan sebab apa-apa ia melakukan itu pada Ranie, ia hanya kesal dengan wajah gadis itu yang begitu sangat menggemaskan.

Matanya yang lebar dengan bibir merah muda yang kecil, hidungnya yang tidak terlalu mancung, dengan pipi yang begitu chubby menambah kesan manis pada gadis itu.

Walau umurnya sudah beranjak 18 tahun, namun tetap saja wajah lugu itu tak pernah luntur darinya. Mungkin kesan orang yang baru saja bertemu dengan Ranie akan menganggap gadis itu masih anak-anak, atau baru menginjak usia remaja, tapi tidak! Gadis itu bahkan sudah cukup umur untuk merasakan namanya cinta.

"Aduh ... Keningku sakit pelayanan El. Kau wanita yang kejam," kesal Ranie tak terima, kini keningnya sakit karna ulah wanita itu.

"Ck. Suruh siapa kau menunjukkan raut wajah seperti itu," bela Elin, jika saja ia tak menyentil kening Ranie, ia pastikan wajah itu pasti sudah rusak, karena saking gemasnya.

"Aku bahkan tak tau apa salah wajahku," ucap Ranie dengan nada sedih.

"Sudah pergi sana! Aku banyak kerjaan," ucap Elin, lalu pergi meninggalkan Ranie yang tengah mengusap keningnya yang sakit.

Ranie menggembungkan pipinya, karna kesal, menyebalkan! Kenapa pelayan El selalu kesal melihat wajahku? Apa karna wajahku jelek ya? gerutu Ranie sambil menyentuh wajahnya.

Tanpa banyak berpikir gadis itu segera pergi menemui Alisha Corinna atau kerap disapa Lisha.

Kini Lisha sedang memberikan makan ikan, rambutnya yang coklat panjang menambah kesan cantik pada diri gadis itu.

"LISHA"

Mendengar namanya dipanggil gadis itu segera menoleh ke sumber suara, dan melihat sahabatnya tengah berjalan sambil tergesa-gesa kearahnya.

Ia menaikan alisnya karna bingung. "Ada apa?"

"Kau masih bilang ada apa? Kenapa tadi pagi kau tidak membangunkanku Alisha Corinna?" Tiba-tiba Ranie marah tidak jelas dihadapannya.

Ya ini memang salahnya. Ia terkadang malas membangunkan sahabatnya itu. bukan karena apa-apa hanya saja Ranie sangat sulit untuk dibangunkan.

Terkadang Lisha sempat berpikir, sebenarnya Ranie tertidur apa pingsan. Pernah beberapa kali ia harus menjatuhkan Ranie kebawah hanya untuk membangunkannya.

"Suruh siapa kau susah dibangunkan?" marah Lisha. Ia tak terima jika disalahkan. Sontak saja itu membuat wajah Ranie berubah, yang tadinya marah menjadi kesal dan sedikit malu.

"Sudah! lebih kau bantu aku menabur cacing kecil ini!" ucap Lisha seraya memberikan wadah yang berisikan cacing merah kecil didalamnya. Mata Ranie terbelalak, ia geli dengan hewan yang bergerak-gerak itu.

"Aku tidak mau. Kau saja sana!" dengan cepat ia mengembalikan wadah itu, ke tangan Lisha.

"Ais ... Kau ini,"

"Oh iya, apa kau sudah mengerjakan apa yang aku suruh?" tanya Lisha, karna dua hari yang lalu ia pernah memerintahkan Ranie untuk membuat kalung dari bunga, sebanyak Enam buah.

Ranie baru ingat, bahwa ia hanya mengerjakan lima dan satu lagi belum.

"Sudah ... Kok," balasnya dengan nada ragu, ia berbohong pada Lisha, ia takut dimarahi gadis itu.

Karena jika Lisha marah, maka yang terjadi adalah gunung meletus, bahkan kemarahan Lisha lebih mengerikan dari pada marahnya pelayan El.

Lisha menyipitkan matanya. Pertanda dia curiga pada Ranie. "Kau yakin?"

Gadis itu mengangguk cepat. "Iya."

"Kau tau? Aku tidak pernah percaya pada gadis tukang bohong sepertimu. Sekarang kerjakan! atau rasakan kemarahanku," ucap Lisha dengan wajah mengerikan, dengan cepat Ranie berlari untuk mengerjakan tugasnya.

.

.

Sekarang Ranie tengah memasukkan sehelai benang kedalam bunga. ia terus mengerutu sedari tadi. Karena ia tak menyukai pekerjaan ini sama sekali.

"Kalau kerja itu sepenuh hati, jangan setengah-setengah."

Ranie hanya diam, ia sangat tau siapa yang tadi bicara. Tentu saja Lisha sahabatnya, ia terkadang berpikir, kenapa Lisha selalu membuatnya kesal.

"Kau bisanya hanya menceramahiku saja."

"Lalu kau berharap aku akan membantumu, begitu? Jangan mimpi!"

Ranie membuat wajah kesal, lalu melanjutkan pekerjaannya.

Mereka kini berada ditaman istana. dimana tempat para bunga-bunga cantik tumbuh dengan suburnya. Beraneka ragam bunga ada disana. Penghuni Istana mengatakan, bahwa taman itu adalah surganya dunia.

"Akhir-akhir ini aku heran. mengapa semua orang sibuk menghiasi seluruh istana? Memangnya ada acara apa?" tanya Ranie penasaran, sejak seminggu terakhir orang-orang sangat sibuk dengan tugas mereka, yaitu menghiasi istana dengan pernak-pernik untuk pesta.

"Tentu saja untuk menyambut kedatangan para pangeran mereka,"

Ranie menoleh kearah sahabatnya. dia tadi bilang apa? Pangeran? Memangnya para wanita itu mempunyai anak? Pertanyaan-pertanyaan itu terus meraja lela didalam otaknya.

Sejak ia kecil, ia tak pernah tau kalau para istri Raja mempunyai anak, karena sejak dulu dirinya dan ibunya sudah tinggal lama di istana, mereka tak memiliki rumah, beruntung Raja dan para istrinya memperbolehkan mereka tinggal di istana yang megah ini.

"Pangeran?" ucap Ranie dengan nada tak percaya.

"Iya. Pangeran," balas Lisha yakin.

"Memang mereka punya?"

"Tentu saja, bodoh. Kalau tidak kenapa, mengapa mereka memerintahkan kita untuk menghias istana?"

"Tapi. saat ibuku masih hidup dan bekerja sebagai pelayan di sini. Aku tidak pernah melihat satupun pangeran. Kupikir para wanita itu, tidak bisa punya anak," jelas Ranie. ya gadis itu kini tidak punya siapa-siapa lagi selain sahabatnya.

Ia lahir tanpa sosok ayah. mereka bilang dirinya anak haram dan aib bagi ibunya yang juga tak memiliki siapa-siapa.

Tapi ibu Ranie tak pernah menganggap putrinya sebagai aib, justru kehadiran Ranie membawanya pada kebahagiaan.

Ini juga salahnya. karena telah percaya pada pria hidung belang itu, hingga menghadirkan Ranie dalam hidupnya.

"Kau salah, justru Rajalah yang tidak bisa punya anak, menurut orang sekitar, Raja meminta bantuan para dewa, untuk mendapatkan anak dan dewa pun mengabulkannya,"

"Bantuan dewa?" tanya Ranie.

"Iya. dewa," balas Lisha membenarkan.

"Berapa banyak anak yang Raja dapatkan?"

"Enam. Karena itu, aku menyuruhmu membuat kalung dari bunga, untuk mereka,"

Ranie menatap sahabatnya, dengan wajah tak percaya. Enam? dan mereka semua adalah keturunan dewa? Raja sungguh beruntung, memiliki anak-anak seperti mereka, pikir Ranie.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Penulis_senja

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku