Shanaya harus menjalani kehidupan keras di keluarganya sendiri. Ibu tiri dan juga adik tirinya tidak pernah memperlakukan dirinya dengan baik. Bahkan, ayah kandungnya sendiri tidak pernah menyayanginya. Dia diperlakukan seperti seorang pembantu. Tiba-tiba dia di paksa menerima lamaran dari keluarga Hartono. Karena sang adik tiri tidak ingin menerima lamaran tersebut. Setelah mendengar desas desus tentang anak dari keluarga Hartono yang terkenal kejam lagi dingin. Dia ingin sang kakak yang menerima lamaran tersebut. Dia sudah bisa membayangkan bagaimana nasib sang kakak jika berada di tangan pria itu. Bagaimanakah nasib Shanaya? Benarkah Pria itu memiliki watak yang kejam dan juga dingin?
"Ada lamaran dari keluarga Hartono."
Seorang pria paruh usia, memulai pembicaraan. Dia duduk di kursi ruang keluarga. Disana, duduk anak dan juga istrinya. Di atas meja di hadapan mereka, tersaji makanan ringan dalam jar dan buah-buahan.
Sang istri menatap serius kepada sang suami. "Bagaimana profil anak dari keluarga Hartono?" tanya sang istri.
Sang suami menghela nafasnya, sedikit melirik ke arah anak perempuannya yang terlihat tidak tertarik. "Dari berita yang terdengar, dia terkenal dengan kekejamannya. Bahkan, ada beberapa kolega yang melamar pria itu untuk anaknya. Saat mereka mencoba untuk akrab dengan anak dari keluarga Hartono, kebanyakan dari mereka tidak sanggup berdekatan dengan pria itu. Akibat dia yang begitu dingin," jelasnya.
Sang anak tersenyum penuh arti, tidak berapa lama datang seorang wanita dengan nampan berisi minuman di tangannya. Senyum di wajahnya semakin merekah.
"Silahkan minumannya," ucap wanita yang tadi membawa nampan. Sambil meletakkan gelas jar berisi minuman di atas meja.
Anak perempuan itu lalu mengambil minuman di hadapannya. Dia menempelkan sedikit bibirnya pada tepi gelas. Setelahnya, hal yang tidak di inginkan wanita yang membawa nampan pun, terjadi. Minuman itu membasahi wajah dan juga tubuh bagian depannya. Dia tertunduk dalam, dengan tangan memegang nampan dengan erat.
"Minumannya kurang manis," sentak anak perempuan tersebut, sambil melempar gelas tepat ke arah wajah wanita itu. Gadis yang bernama Zivana tersenyum senang melihat sang kakak yang basah akibat ulahnya.
Ya, wanita yang membawa nampan tersebut adalah kakak dari Zivana, lebih tepatnya kakak tiri.
"Dasar, anak tidak berguna," cela sang ibu dengan wajah merah padam mengarah kepada wanita itu
"Maafkan saya!" ucapnya, dia segera membersihkan bekas tumpahan minuman yang membasahi lantai.
Zivana tersenyum mengejek ke arah sang kakak mendengar celaan dari ibunya, untuk sang kakak.
"Berikan saja lamaran tersebut kepada kakak. Sepertinya, dia lebih cocok menerima lamaran tersebut!" usul Zivana, dia tersenyum puas membayangkan bertapa wanita yang tengah membersihkan lantai itu, hidupnya akan semakin menderita.
Sang ayah hanya melirik tanpa mencoba mencegah sang istri dan anak yang mencemooh anak sulungnya. Hati pria itu seperti mati, tidak memiliki perasaan sayang sedikitpun kepada anak sulungnya.
Sementara Shanaya, nama dari wanita yang membawa nampan itu. Dia tertunduk dalam mendengar perkataan adiknya. Dia dengan cepat membersihkan noda di lantai. Diambilnya gelas yang tadi di lempar oleh adiknya, lalu meletakkan gelas tersebut ke atas nampan.
Dia lalu berdiri, sambil tertunduk dia berkata, "saya permisi ke belakang,"
"Kamu harus menggantikan adikmu untuk menerima lamaran dari keluarga Hartono," ucap sang ayah dengan nada dingin.
Shanaya yang sudah berbalik badan pun terhenti. Dengan bibir bergetar dan air mata yang hampir lolos. Dia menjawab tanpa menoleh.
"Baik, saya akan menerima lamaran keluarga Hartono," jawabnya.
Ibu dan anak itu melirik dengan senyum mengejek. Shanaya beranjak dari ruangan tersebut dengan langkah cepat. Dia berjalan menuju dapur dengan hati yang bergemuruh hebat.
Gelas di atas nampan hampir saja terjatuh, Ketika dia sampai ke dapur. Air mata yang sejak tadi di tahannya, tumpah. Dia menangis, meratapi nasibnya yang tidak disayangi oleh ayahnya sendiri.
Semenjak ibunya meninggal saat usianya satu tahun. Sejak itu pula ayahnya tidak lagi memperdulikan dirinya. Apalagi saat pria itu membawa wanita lain sebagai istri barunya. Semakin lah dirinya di perlakukan semena-mena.
"Apa salahku, Ma? Mengapa dunia seolah memperlakukan aku sesukanya!" serunya dengan nada lirih.
Seorang asisten rumah tangga menghampiri dirinya. Dia begitu prihatin dengan keadaan anak majikannya. Wanita cantik itu tak ubahnya seorang pembantu seperti dirinya. Tubuhnya begitu kurus, berbanding terbalik dengan tubuh Zivana. Wajahnya pun terlihat kusam, seperti bukan seorang wanita berusia 23 tahun.
Diusianya yang semestinya pergi keluar untuk hangout dengan teman sebayanya. Dia malah menghabiskan hidupnya dengan berbagai pekerjaan rumah tangga. Seperti memasak dan membersihkan rumah.
"Non Naya," panggilnya dengan lembut.
Shanaya menoleh, dia segera menghapus air matanya. Lalu memutar tubuhnya, tersenyum ke arah asisten rumah tangga yang selalu baik kepadanya itu.
"Mbok Rahma," ucapnya sambil tersenyum, Mbok Rahma terkesiap melihat wajah anak majikannya yang basah.
"Ya Allah, Non. Siapa lagi yang melakukan hal ini kepada Non Naya. Wajah Non Naya sampai basah dan kotor begini karena jus," pekik Mbok Rahma.
Tangannya langsung mengambil sapu tangan dari celemek nya. Membersihkan wajah Shanaya dengan lembut dan penuh kasih.
"Naya tidak hati-hati, Mbok! Makanya jusnya sampai tumpah ke wajah," jawab Shanaya.
Mbok Rahma tahu, anak majikannya berbohong. Dia sudah hafal dengan kelakuan ibu dan adik tiri Shanaya yang selalu menyiksa. Dia benar-benar tidak habis pikir mengapa ada orang sekejam itu. Padahal Shanaya selalu menghormati mereka dan selalu menutupi perbuatan buruk keduanya.
"Kenapa Non Naya menangis?" tanya Mbok Rahma saat melihat kedua mata Shanaya yang bengkak.
"Aku akan menikah, Mbok!" jawab Shanaya.
"Apa? Menikah? Dengan siapa?" tanya Mbok Rahma.
"Katanya putra dari keluarga Hartono," jawab Shanaya dengan ragu.
"Hartono? Maksudnya Xavier Hartono!" pekik Mbok Rahma.
"Mbok tahu siapa dia?" tanya Shanaya.
"Tentu saja! Gosipnya dia adalah pria yang kasar dan kejam. Bahkan tidak ada yang betah bersama dengan pria itu walau barang satu menit! Dari yang Mbok dengar seperti itu," jelas Mbok Rahma.
"Hahaha Mbok ini mengada-ada. Bagaimana Mbok bisa tahu tentang gosip itu Mbok?" kelakar Shanaya, mengalihkan rasa khawatirnya.
"Mbok ini sering pergi ke pasar dengan para asisten rumah tangga lainnya. Mereka mendengar cerita dari mulut ke mulut. Gosip itu sudah menyebar, Non!" jelas Mbok Rahma.
"Bisa saja itu putra keluarga Hartono yang lain," sela Shanaya. "Sudahlah, aku mau mencuci gelas ini dulu." Shanaya memutar tubuhnya membelakangi Mbok Rahma.
Tangannya gemetar mendengar cerita yang Mbok Rahma katakan. Dia takut jika orang yang Mbok Rahma katakan adalah orang yang sama yang akan dijodohkan dengan dirinya.
Tanpa mereka ketahui Zivana mengintip pembicaraan mereka. Dia tersenyum senang mendengar cerita Mbok Rahma. Dia semakin yakin, jika Shanaya akan menderita dengan pernikahannya nanti.
"Aku harap, kamu mati di tangan pria itu, Kak!" desisnya.
***
Seorang pria dengan kacamata yang bertengger di hidung mancungnya tengah sibuk dengan laptop di hadapannya. Saat sebuah panggilan dari ponselnya mengalihkan perhatiannya. Dia melepas kacamatanya dan meletakan di atas meja. Setelahnya, mengambil ponsel.
Pria itu menghela nafas saat melihat Id Call di layar ponselnya yang bertuliskan nama 'Papa'. Dia memijit pelan pelipisnya yang tiba-tiba pusing. Pria tua di seberang sana tidak akan pernah jera untuk menjodohkan dirinya. Dengan berat hati, dia menjawab panggilan papanya.
"Kali ini siapa lagi, pa?" tanya pria itu to the point.
"Assalamualaikum, Nak!" sapaan lembut dari suara ibunya, membuat dirinya sedikit terkejut.
"Mama, aku kira Papa yang menelpon. Kenapa menggunakan ponsel Papa, ma!" Pria itu berjalan menuju kaca besar di ruangannya. Melihat kendaraan di bawah sana, yang sepertinya tidak pernah lelah berlalu lalang.
"Maaf Nak, Papa sebenarnya yang menghubungi kamu. Tapi, Papa tidak sanggup mendengar penolakan darimu. Makanya, mama yang berbicara," jelas sang mama.
"Apa ini tentang perjodohan lagi? Sudah berapa kali Xavier katakan Ma kalau ...
"Nak, dengarkan mama sebentar saja. Lamaran papa di terima, keluarga Yuda akan menyerahkan anak sulungnya untuk di jadikan istri olehmu. Mama harap kali ini, kamu tidak akan menolaknya. Mama ingin, kamu ada yang menemani, nak!"
Xavier menghela nafasnya, entah alasan apa yang orang tuanya miliki. Sehingga dia harus selalu di hadapkan dengan situasi seperti ini.
"Bagaimana jika dia pergi, seperti yang sudah-sudah?" tanya Xavier, pelan.