Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Mengejar Cinta Bu Guru

Mengejar Cinta Bu Guru

Moena Ash Shakila

5.0
Komentar
630
Penayangan
5
Bab

Shofia guru muda, seorang janda yang masih perawan. Dipaksa menikah dengan mahasiswa, pemuda tengil dengan kehidupan dunia malam. Shofia gadis lembut itu, harus bersedia satu atap dengan lelaki kasar yang hobi mabuk. Akankah kisah kehidupan rumah tanggannya berjalan mulus? Shofia Qottrunnada (23th) Gerry Daviandra Elkash (19th)

Bab 1 Menikah

"Mbak, ini kamarku. Jangan sekali-kali masuk ke kamarku tanpa izin dariku!" katanya menggertak. "Ada dua kamar lagi di sebelah dan dua kamar di bawah, kamu bisa pilih mo nempati kamar yang mana, jangan kamar di bawah, jangan sampe Ayahmu tahu kita pisah kamar, paham!" gertaknya sekali lagi.

Tidak ada kata yang keluar dari seorang guru yang kini telah berubah statusnya menjadi seorang istri dari anak kuliahan semester pertama yang masih labil emosinya.

***

Ayah Shofia menjemput putri satu-satunya yang tinggal di asrama lembaga pendidikan di mana ia mengajar.Shofia berumur 23 tahun, pernah menikah namun menjanda di hari kedua pernikahannya, sebab suaminya meninggal akibat serangan jantung dadakan di hari pertama mereka menjadi suami istri.

Dan malam itu tanpa alasan Ayahnya menjemput Shofia, gadis pendiam namun cantik dan anggun.

"Ayah boleh minta tolong?" kata ayahnya mengawali percakapan.

Ketika keduanya sudah sampai di rumah dan duduk di ruang keluarga. Serius Shofia menatap yahya. "Kamu mau menikah dengan anak teman Ayah?" tanyanya.

"Ayah, asal imannya baik, dan bisa menjadi imam yang baik Shofi mau," jawabnya.

"Anaknya baik, masih kuliah semester satu," jawab ayah Shofia, "Besok ia akan melamarmu dan kalian akan segera melangsungkan akad nikah," sambung ayahnya lagi.

Shofia hanya mengangguk. Gadis lembut tersebut memang sangat penurut. Dulu sewaktu menikah juga seperti itu, ta'aruf lalu lamaran dan ijab qabul.

Ayah Shofia menyuruhnya istirahat, beliau memperlihatkan foto calon suami Shofia kepada gadis itu yang tengah mengulas senyum.

"Tampan semoga saja imannya baik, supaya bisa menjadi panutan bagi istri dan anak-anaknya kelak." Do'a Shofia dalam hati.

Lalu ia teringat dengan pernikahan dua tahun yang lalu, saat ijab qabul memang suaminya kurang sehat, dan di hari kedua suaminya meninggal serangan jantung dan juga terkena paru-paru basah, sebab kemungkinan suaminya itu suka begadang, bukan begadang tepatnya belajar, sebab suaminya yang tinggal di pesantren dan seorang penghafal al-Qur'an.

Shofia tersenyum, semoga suaminya kelak lebih baik dari dirinya. Meskipun usianya beda empat tahun dari dirinya.

Ia sudah membayangkan pernikahan yang akan membuat dirinya bahagia. Beribadah bersama dengan penuh cinta. Dia yang pernah menikah, belum sampai di jamah sang suaminya, ia janda namun masih perawan, bahkan bibir tipisnya juga belum pernah merasakan ciuman pertama.

***

Pagi itu, di rumah Shofia, Bunda dan beberapa tetangganya sibuk di dapur, sebab akan ada lamaran yang datang untuk meminang Shofia dan sekaligus akad nikah. Shofia selalu yakin dengan pilihan ayahnya, sebab itu ia tak meragukan pria yang akan datang melamarnya.

Gerry Daviandra Elkash, pemuda sembilan belas tahun yang baru lulus SMA dan kuliah semester satu di jurusan management bisnis. Pemuda dengan rambut pirang, telinga yang memakai anting dan nampak di pergelangan tangan ada gambar tato, nampak dari kemeja lengan panjangnya.

Pertama kali Shofia bertemu laki-laki bertato itu, langsung menciut nyalinya. Kelihatan banget wajah jutek dan galaknya, ya tampan tapi jika tak ada senyum yang keluar dari wajah tampannya, ya sama aja, serem liatnya.

Shofia menarik Ayahnya, masuk ke kamar Ayahnya. Sebelum akad akan di ikrarkan.

"Ayah, Ayah gak salah mau nikahin Shofi dengannya?" tanya Shofia.

Ayahnya menggeleng.

"Dia calon suamimu, anak dari teman dekat Ayah, dia memang urakan. Tapi dia sebenarnya sangat baik," terang Ayahnya.

"Ayah tak bisa gitu donk, Shofi tak mau," tolaknya.

"Tolongin Ayah, kamu bisa selamatin dia dari pergaulan yang memang sudah hancur itu. Dengan kamu menikah dengannya, rubahlah dia, ajak ke jalan yang lurus. Dia seperti itu setelah kehilangan Maminya, dan dia mengalami amnesia, sebagian memory ingatannya hilang. Dia alergi di dekati dengan perempuan, siapa tahu jika kamu menikah dengannya, penyakit alerginya hilang, kamu bisa memperbaiki kelakuannya " harap ayahnya, panjang lebar.

Shofia diam, tak mungkin juga membatalkan lamaran yang akan di lanjutkan akad nikah, itu akan mempermalukan keluarganya, namun dengan dirinya menikah itu akan membuat dirinya terkontrak seumur hidup dengannya. Bagaimana jika ia tak bisa merubah akhlak suaminya?

"Saya nikahkan dan kawinkan engkau saudara Gerry Daviandra Elkash bin Bapak Tanjung Elkash dengan putri saya Shofia Qotrunnada dengan mas kawin uang satu milyar dan seperangkat alat sholat di bayar, Tunai!" Ucap Ayah Shofia.

"Saya terima, nikah dan kawinnya. Shofia Qotrunnada binti Bapak Muhammad Ridwan, dengan mas kawin tersebut, di bayar TUNAI!" jawab Gerry dengan sekali tarikan nafas.

"Bagaimana saksi, Sah?" Tanya ayah Shofia kepada saksi nikahan putrinya.

"SAAAAH..!" jawab semua saksi, Do'a keberkahan pernikahan pun di ucapkan Ayah Shofia, Ayah Shofia adalah teman baik Ayah Gerry, beliau juga kaki tangan Ayah Gerry, beliau sangat kenal dengan Gerry, sebelum mengalami kecelakaan.

Gerry adalah anak yang manis, baik dan juga sangat cerdas, namun kecelakaan empat tahun lalu membuat trauma dirinya, ia selalu menyalahkan ayahnya, atas kematian maminya, sebab itu ia kini selalu menghindar dari maminya.

Kehidupan Gerry sehari-harinya di clubing, mabuk, balapan liar, namun ia paling anti di dekati perempuan. Entah kenapa setiap dia dekat perempuan selalu merasa tiba-tiba demam. Sampai pernah ia memanggil banyak teman perempuan yang ia tahu di sekolahnya, namun ternyata tak mempan, malah ia sampai muntah saat ada yang agresif memeluk dirinya, entahlah alergi aneh apa yang dia alami.

Sebab itu, kenapa ia mau di jodohkan dengan Shofia, sebab tahu ia tak akan mungkin menjamahnya. Jika di lihat, ia nampak biasa saja, namun jika ada perempuan yang mendekatinya alergi itu muncul.

Selepas ijab qabul, Shofia meminta tangan Gerry untuk di salaminya, sebagai tanda penghormatan kepada suaminya. Awalnya Gerry ragu, namun saat ia merasakan sentuhan lembut tangan Shofia, ia merasa terpaku. Ia nampak biasa saja, tidak demam atau alergi lainnya. Namun Gerry tak menyadari.

***

Malam itu, Gerry membawa Shofia ke kediamannya, rumah besar yang hanya di tinggali dirinya, sebab Papanya yang sedang menjalani terapi kesehatan di London sekalian mengurus perusahaan yang berada di sana. Dan perusahaan yang berada di Indonesia di pegang ayah Shofia.

"Mbak ini kamarku. Jangan sekali-kali masuk ke kamarku tanpa izin dariku," pesannya, sedikit menggertak. "Ada dua kamar lagi di sebelah dan dua kamar di bawah, kamu bisa pilih mo nempati kamar yang mana, jangan kamar di bawah, jangan sampe Ayahmu tau kita pisah kamar, paham!" gertaknya sekali lagi.

"Baik, Mas." jawab Shofi lembut, ia berusaha menghormati suaminya.

"Aku mau istirahat dulu, kamu kalo mo apa-apa tinggal ambil saja," katanya, lalu ia masuk ke kamarnya.

Menutup pintu dengan cukup kasar. Shofia menghela nafas, baru saja ia di sini, jantungnya sudah di buat kaget dengan kelakuan Gerry yang kasar itu.

"Bunda, Semoga Shofi mampu membuat suami Shofi ke jalan yang di ridlai," do'anya. Ia masuk ke kamar sebelah, nampak kamar yang besar dan mewah, beda jauh dari kamarnya. Rumah mewah namun terasa sepi tanpa adanya kebahagiaan di dalamnya.

Shofia mengambil air wudlu, melepas gamis dan jilbabnya. Dan menggantinya dengan baju tidur, lalu segera melaksanakan shalat isya'.

"Hari ini aku masih shalat sendirian, semoga kelak Mas Gerry bisa berubah dan bisa menjadi imam untukku," do'anya dalam hati.

Selesai shalat, ia melipat mukena dan sajadahnya. Ia membiarkan pakaiannya masih di dalam koper. Ia dapat cuti dari sekolahnya, sebab pernikahan dirinya, pernikahan diam-diam, sebab Gerry tak ingin statusnya di ketahui, apalagi dia juga seorang model.

Terdengar suara langkah kaki terburu-buru, Shofia segera membuka pintu kamarnya, nampak Gerry sedang menuruni tangga, mendengar pintu terbuka Gerry menoleh, "Aku ada pemotretan malam ini, mungkin bakal pulang larut, atau mungkin tidak pulang, jangan nunguin aku," pamitnya. Yah meskipun Shofia istri yang tak di anggap, namun ia tak ingin sampai dirinya mengadu ke orang tuanya. Jika dirinya tetap kerja di malam pertamanya sebagai seorang suami. Shofia hanya mengangguk, tak ada kata yang keluar dari bibirnya.

Deruan suara mobil terdengar di telinga Shofia, Ia membawa mobil lamborghini warna biru metalik. Shofia tak bisa tidur, matanya ketap-ketip menatap plafon, plafon berwarna ungu muda, kamar ini di cat putih kombinasi ungu muda.

***

Di studio pemotretan, Lelaki tampan dengan otot sixpack nampak indah itu baru saja selesai melakukan pemotretan model celana pendek, ia potho dengan celana pendek dan telanjang dada, tato penuh di lengan kirinya, juga di dada dan sebagian punggungnya.

Bagi Gerry itu adalah seni, kulit putihnya sebagian tertutup tato. Ia mana tahu dosa menato tubuhnya, yang ia tahu ia suka dengan gambar yang ada di tubuhnya itu.

"Bro, beneran lu udah kawin?" tanya sahabat Gerry yang juga managernya tersebut, saat Gerry mendudukan pantatnya dan tangan kirinya siap dengan satu gelas kocktail yang ia goyang-goyangkan sebelum ia minum.

Gerry menoleh ke Raffa, mengulas senyum lalu mengangguk. "Nikahnya sih udah, kawinnya yang belum," jawab Gerry, lalu menyesap minuman tersebut.

"Loe gak alergi sama istri loe?" tanya Raffa, Gerry mencibir.

"Gak tau, biasa aja sih, orang gue juga belum mendekatinya," jawab Gerry, santai.

"Loe tidur sekamar dengannya?" tanya Raffa lagi.

"Enggak, males. Kita nikah juga perjodohan, besok gue mo bikin surat kontrak, ntar setelah setahun gue mo ceraiin dia," jawabnya, tanpa beban.

"Dia cantik gak sih?" tanya Raffa, kepo. Gerry tak menjawab. Ia mengambil ponselnya, dan memberikan ke Raffa.

Kening Raffa berkerut, ia seperti mengenal gadis tersebut,

"Ini Bu Shofia, guru MTs ponakan gue," jawab Raffa.

"Mana gue tau jika dia guru," jawabnya acuh.

"Sumpah, lo tolol jika sampai ceraiin dia, dia itu di sekolah guru teladan." puji Raffa.

"Bodho ah!" jawab Gerry.

"Kalo loe gak suka, boleh ya, gue dekatinya?" canda Raffa.

"Terserah," jawab Gerry, lalu ia mengambil pakaiannya, memakainya dan berniat mau pergi.

"Kemana?" tanya Raffa.

"Clubing," jawabnya.

"Ikut," pinta Raffa, sumpah Gerry itu cuek banget orangnya, mukanya jutek, dan kelihatan banget tak ramah.

Pukul 02.21 wib, Gerry pulang dengan di antar Raffa dalam keadaan mabuk. Gerry sudah teller, tak mengenali lagi siapa dirinya,

Ting tong...

Bel rumah terdengar nyaring, Shofia terbangun, lalu bergegas mengambil jilbabnua dan lari keluar menuju lantai dasar.

Betapa terkejutnya Shofia, melihat suaminya yang pulang dalam keadaan mabuk berat.

"Hai mbak, maaf suamimu mabuk," cicit Raffa, Shofia mengangguk lalu meminta tolong kepada Raffa untuk membawanya ke kamarnya, Shofia sendiri ke dapur, mengambil air hangat untuk mengelap tubuh suaminya itu.

Beberapa menit berlalu, Shofia sudah berada di kamar Gerry, Raffa sendiri menyapa Shofia.

"Mbak, kamu gurunya ponakakanku 'kan?" tanya Raffa, mana paham Shofia ponakannya yang mana. "Hm, maksudku gurunya Putri Alika Mahardika, kelas delapan, "terang Raffa, barulah ia paham. Shofia hanya mengangguk, tak banyak bicara, ia juga tak berani menatap Raffa.

"Aku pamit ya, mbak. Jangan lupa di bangunkan jam tujuh, besok mo sunmori," pinta Raffa, Lagi-lagi Shofia hanya mengangguk. Lalu Raffa pun pergi dari hadapannya.

Shofia menatap suaminya, matanya memanas, ia pun menangis, sanggupkah ia menjalani kehidupannya bersama suaminya.

Shofia melepas sepatu Gerry, dan membantu membuka jaketnya, tubuhnya yang kekar, membuat Shofia harus mengeluarkan tenaga ekstra. Saat ia bisa melepas kaos Gerry, ia sangat terkejut, sebab tubuhnya penuh dengan tato.

Lanjutkan Membaca

Buku lain oleh Moena Ash Shakila

Selebihnya

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku