Camilla Carla Cabello, terpaksa bekerja sebagai seorang wanita malam untuk membayar biaya pengobatan ibunya di rumah sakit. Shawn Aren Mendes, seorang pria tampan berasal dari keluarga kaya yang menjadi langganan Camila. Suatu hari Camila menghilang, membuat Shawn sadar jika dia ternyata menaruh perasaan lebih pada kupu-kupu malam yang menjadi langganannya tersebut. Tahun demi tahun berlalu hingga Shawn mendapati jika ternyata Camila telah bekerja di PT perusahaannya yang membuatnya ingin mengejarnya kembali, dan menginginkan hubungan serius di antara mereka berdua dengan mengajaknya menikah namun Camila dengan tegas menolak. Dapatkah mereka bersatu?
" Mil... Tunggu!" Shawn menarik tangan Camila sebelum gadis cantik itu melangkah pergi menuju motor yang telah disiapkan untuknya.
" Apa lagi, Shawn?"
" Aku serius Mil, perkataanku kemarin... Aku tak bercanda, menikahlah denganku Camila Carla Cabello?" Shawn mengulang kembali keinginannya kepada Camilla.
" Akan aku jawab di garis finish, tunggulah di sana." Camila menarik tangannya dari genggaman Shawn, kemudian berlari menuju sepeda motor yang sudah terparkir cantik di garis start.
Seorang pria sudah berdiri di tengah-tengah jalan. Memastikan kondisi jalanan yang sepi tanpa adanya pengguna lain. Sorak-sorai penonton yang mendukung kedua pembalap terdengar saling bersahutan.
Camila mulai menyalakan sepada motornya, melirik ke arah lawan mainnya malam ini. Sekali lagi Camila memastikan helm yang berada di atas kepalanya, telah terkunci dengan sempurna.
Lintas balapan yang pendek, membuatnya harus mengambil kecepatan tinggi di awal garis.
" Ready?" Tanya pria berdiri di depannya. Menunjuk ke arah Camila dan lawannya.
Camila hanya menjawab dengan anggukan begitu pula dengan lawannya.
" Oke. 1.... 2..... Go!!!!"
Sepeda motor Camila segera melaju dengan kecepatan penuh, dan....
Brumm....!!
Dua motor sport itu saling beradu cepat, mencoba mengalahkan satu sama lain, dan......
Brakkkkkkk..!!
" Mil....." Shawn menghentikan laju motornya, dan langsung berlari secepat kilat ke arah dimana sepeda motor Camila tergeletak.
Di depan mata Shawn, Camila sengaja menghindari kucing yang tiba-tiba melintas dengan membelokan stang motornya ke kiri, naasnya laju motor yang sangat kencang membuat rem tak bisa berfungsi secara mendadak. Dan berakhir dengan hantaman motor Camila dan pohon besar di depannya. Camila terlempar dari atas motornya, tubuhnya terbentur dengan sangat keras di batang pohon besar itu.
Para penonton segera mendekat untuk melihat keadaan jagoannya. Teman-teman Camila pun segera berlari ke arah kejadian.
Sebagian menolong Camilla, sebagian mengamankan sepeda motor miliknya.
" Mil..., Bangun sayang! Kamu sudah berjanji menjawab permintaanku bukan? Mil.... Bangunnnn!!" Air mata Shawn mengalir di pipinya, melihat keadaan wanita yang di pujanya.
Salah satu teman Camila mendekat, mencoba melepas helm yang masih terpasang di kepala Camila. Terlihat darah keluar dari mulut Camila, ketika helm itu berhasil terlepas. Teman yang lainnya mengecek denyut nadinya.
" Ambil mobil! Kita harus membawanya ke rumah sakit." Teriak seorang pria yang tadi mengecek denyut nadi dan nafas Camilla.
" Mobil siap boss."
" Maaf, Camila adalah tanggung jawab kami." Kata pria itu, kemudian mengambil alih tubuh Camila dari pangkuan Shawn. Setengah berlari, ala bridal style membawa tubuh Camila kedalam mobil yang sudah terbuka pintunya di belakang Shawn.
Sesaat Shawn hanya terdiam, lalu segera beranjak, berlari ke arah motornya berada dan mengejar laju mobil yang membawa Camila.
Sampai di rumah sakit Pelita, Austin membawa tubuh Camila langsung ke IGD. Perawat yang melihat ada pasien datang segera membukakan pintu IGD dan menyiapkan tempat untuk Camila.
" Silahkan tunggu di luar mas." Kata sang perawat kepada Austin. Austin hanya bisa mengangguk dan patuh.
Dari luar, Austin terus memperhatikan bagaimana sang dokter dan beberapa perawat menangani Camila.
Dirinya merasa bersalah karena terlambat datang untuk memberi tahu Camila, bahwa motor yang di pakai Camila belum selesai setting rem.
Austin adalah sahabat sedari kecil Camila, sekaligus pemilik bengkel yang menjadi tempat penayangan Camila sebagai pembalap liar.
Shawn berlari ke arah Austin yang berdiri, dirinya ikut menyaksikan dari balik kaca para perawat yang memasangkan beberapa alat di tubuh wanita itu.
Kedua pria itu sama-sama diam, larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga dokter yang menangani Camila keluar dari ruang IGD.
" Keluarga pasien?"
" Saya dok." Jawab Austin dan Shawn bersamaan.
Kening sang dokter berkerut saat mendengar jawaban dari sang dokter. Dengan cepat Austin maju di depan dokter tersebut dan berkata, " Saya kakaknya dok, bagaimana keadaan adik saya?"
Perkataan Austin berhasil membungkam bibir Shawn yang ingin berkata lebih.
" Sepertinya pasien mengalami benturan yang keras pada tulang punggungnya, apakah benar?" Tanya dokter kepada Austin, yang hanya bisa di jawab dengan anggukan kepala olehnya.
" Pasien mengalami cidera tulang belakang, ini bisa berakibat menurunnya sistem motorik kepada pasien, kami akan melakukan tindakan yang lebih lanjut untuk mengetahui seberapa buruk akibat yang pasien dapatkan dari benturan tersebut. Semoga dugaan saya salah," ucap dokter menjeda kalimatnya.
" Adik saya tidak kenapa-kenapa kan dok?" Tanya Austin yang merasa sangat penasaran akan kelanjutan penjelasan sang dokter.
" Berdoa saja semoga hal baik yang kita dapatnya. Kami sebagai dokter akan melakukan yang terbaik untuk adik anda." Kata dokter menepuk pundak Austin kemudian kembali masuk kedalam ruang IGD.
Austin tak menjawab perkataan terakhir dari dokter tersebut. Dirinya hanya terpaku dengan tatapan mata yang kosong, membayangkan hal buruk yang menimpa Camila.
" Biar gue yang bayar segala biaya perawatannya." Kata Shawn melangkahkan kakinya meninggalkan Austin.
Belum ada selangkah, Austin memegang pundak Shawn, " Biar gue saja, Camila adalah tanggung jawab gue. Lo bisa pulang sekarang ke rumah lo, biar gue yang menjaga Camila." Ucap Austin melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Shawn yang terdiam mendengar perkataan Austin.
Bahkan Shawn belum mengetahui siapa nama pria yang mengaku sebagai Kakak dari Camila, tapi Shawn dapat melihat kesedihan yang mendalam terpancar dari mata pria tersebut.
Betapa bodohnya seorang Shawn, yang tak pernah tahu siapa saja keluarga dari wanita yang selalu dirinya puja.
Bagi Shawn, merebut hati Camila adalah tujuannya. Tak penting dengan keadaan sekitarnya, perasaannya pada Camila membuatnya buta dengan keadaan sekitarnya.
" Pulanglah! Biar gue yang menjaga Camila." Austin menepuk pundak Shawn yang masih bergelut dengan pikirannya.
" Biar gue aja." Tawar Shawn tak ingin meninggalkan Camila.
" Pulanglah! Gue gak mau Camila berada dalam bahaya lagi jika Lo masih berada di sekitar Camila." Perkataan Austin berhasil membuat emosi Shawn tersulut.
" Maksud perkataan lo apa?" Shawn meraih kerah kemeja yang dipakai Austin.
Austin masih bersikap santai menghadapi emosi seorang Shawn. Austin melepaskan kedua tangan Shawn dari bajunya dengan sangat pelan.
" Seharusnya Lo tau, Camila itu siapa dan Lo siapa. Jika benar Lo mencintai Camila.. Seharusnya Lo bisa menjaga Camila dari niat jahat orang di sekitar Lo. Pulanglah dan tanyakan pada diri anda, apakah selama ini anda sudah menjaga Lo dari segala bahaya. Atau malah Lo sumber dari bahaya yang mengintai di sekitar Camila." Jelas Austin panjang lembar kemudian duduk di kursi tunggu depan IGD.
Shawn tak lagi menjawab apapun yang di ucapkan oleh Austin. Dirinya seakan tertampar oleh perkataan Austin. Selama mendekati Camila, dirinya hanya egois untuk memiliki Camila. Pernah Camila meminta dirinya untuk tidak terlalu dekat dengannya, tapi Shawn tak peduli akan permintaan Camila. Shawn hanya ingin menunjukkan bahwa Camila adalah miliknya, tanpa Shawn tahu bahwa banyak orang yang tidak menyukai kedekatan dirinya dan Camila, yang membuat banyak orang di sekitar Camila ingin melenyapkannya.