"Lakukan saja apa yang kau inginkan!" Ini bukti kekesalanku pada suamiku, bagaimana tidak, sudah hampir satu tahun aku merasa kesepian meski aku tinggal bersama laki-laki yang aku cintai, suamiku sendiri. "Aaaahhhhh... hhhhh... hhhh..." Lagi-lagi perlakuan Agam padaku sangat berbeda dengan Agung suamiku sendiri. Jin yang menyerupai manusia ini berhasil membuatku terbuai hingga menciptakan Ruang Fantasi untukku sendiri, menyerahkan tubuhku sepenuhnya untuk ia kuasai "Mmmmppphhhh.... oowwwhhh... terus ah sayaaang." Aku sengaja mendesah untuk memancing perhatian Agung dan menginginkannya bergabung bersamaku dan Agam
"Besok ibu datang lagi jam lima subuh ya. Kita luluran dulu!" Setelah melukis hena di kedua tangan Nahla, juru make up pengantin yang di sewa Bu Martini tiga hari yang lalu.
Nahla beruntung sekali memiliki ibu sebaik Bu Martini dan ayah sebaik Pak Bagas. Mereka selalu melakukan apapun agar Nahla bahagia, termasuk merestui hubungannya dengan Agung.
Meski usianya enam tahun lebih muda dari Agung, Nahla tetap mencintainya tanpa memandang usia. Setelah pertemuan mereka dua tahun yang lalu di acara reuni akbar sekolah tempat mereka mengemban ilmu. Nahla memberanikan diri untuk memulai hubungan dengan laki-laki pilihannya setelah mengalami dua kali gagal melanjutkan perjodohan yang sengaja di rencanakan oleh keluarga besarnya, mengingat Nahla terlahir dari keluarga kaya dan terhormat, tentulah harus memiliki suami yang sebanding dengannya.
"Ya bu. Terima kasih untuk hari ini. Saya suka henanya, cantik" Jawab Nahla dengan wajah sumringah. Wanita yang kemungkinan berusia kepala tiga itu lalu meninggalkan Nahla sendiri di kamar pengantinnya.
Sambil membolak balikkan telapak tangan yang sudah penuh dengan ukiran hena berwarna putih, dia tersenyum membayangkan betapa meriahnya resepsi pernikahannya besok. Sengaja Nahla meminta kedua orangtuanya untuk menyewa gedung megah menjadi tempat resepsi pernikahannya.
Tok, tok, tok...
"Assalamu'alaikum. La?" Sarah sahabat karib Nahla sudah datang. Dia sengaja menginap menemani sahabatnya di malam terakhirnya sebagai perawan, eh gadis mungkin yah "Cieeeee..." Sarah sengaja membuat Nahla tersipu malu.
"Apaan sih sar. Ganggu aja deh!"
"Jangan di liatin terus henanya. Nanti terbakar"
"Tceh. Udah ah sar. Daripada gangguin aku terus, mending telpon Sari gih!"
"Dia belum datang juga?" Sarah lalu menyalakan layar handphone dan melakukan panggilan video pada sahabatnya yang lain "Kirain aku yang telat. Ih. Kebiasaan deh!" Tuuuuut, tuuuuut, tuuuut... Satu panggilan video masih menunggu jawaban.
Sementara menunggu Sari mengangkatnya Nahla kembali asik meniup-niup hena yang masih belum kering maksimal. Sambil sesekali dia tersenyum.
"La. Kamu tuh harus bersyukur bisa menikah dengan laki-laki pilihan sendiri" Sarah merebahkan tubuhnya di kasur empuk milik Nahla "Tidak seperti aku dan Sari. Kita harus menikah dengan laki-laki pilihan orangtua kita" Lanjut Sarah dengan nada pelan agar Nahla merasa iba atas apa yang sudah terjadi pada mereka.
Gadis berusia dua puluh enam tahun itu hanya menatap sahabatnya yang tengah asik memperhatikan layar hp di atas kasur empuk miliknya "Memangnya kamu tidak bahagia?"
"Aku bahagia. Jika tidak. Mana mungkin ada Ali di antara kami" Ali adalah buah hati pernikahan Sarah dan suaminya "Tapi setidaknya kamu tidak harus bersusah payah beradaptasi dengan karakter suamimu nanti" Klik. Sarah menekan tombol merah.
"Loh. Kok di matiin sar?"
"Gak di angkat. Biarin aja, mungkin Sari lagi di jalan" Sarah kemudian menyimpan smartphone berwarna kuning emas miliknya. Kedua tangannya lalu sibuk mengeluarkan sebuah kotak besar dari dalam tote bag "Nih. Kado pernikahan dari aku dan suamiku"
"Waaah. Terima kasih banyak loh Sar, udah repot-repot pakek ngsih kado segala" Sekedar basa-basi Nahda tetap menerima bingkisan besar itu dengan wajah bahagia.
"Mmmm. Pakek basa-basi segala. Bukannya kamu yang minta? Mana barangnya kamu sendiri yang memilih. Kan gak seru" Sarah memasang wajah cemberut meladeni sikap sahabatnya yang ajaib itu.
Ada dua buah barang yang di keluarkan Nahla dari kotak besar pemberian Sarah. Sepasang jaket perasut "Suka deh kamu. Udah ada namanya juga" Ledek Sarah masih dengan wajah cemberut"
"Idih. Kalau gak ikhlas jangan maksain say. Nih bawa lagi aja kadonya!" Sambil menyodorkan kotak besar kembali pada pangkuan Sarah "Tapi kotaknya aja ya. Isinya buat saya sama agung saja"
"Terserah!" Meski sedikit terpaksa karena harus menyisihkan uang belanja demi membeli kado pesanan Nahla. Sarah tetap ikhlas, asalkan sahabatnya bahagia.
"Sari gimana ya?" Seolah teringat sesuatu mengenai Sari, Nahla terdiam sejenak "Jangan-jangan mertuanya gak ngasih ijin?" Mereka saling memandang. Menerka apa yang sebenarnya terjadi pada sahabat yang satu itu terlambat datang memenuhi permintaan Nahla di hari terakhirnya sebagai wanita single.
Drrrreeeed, drrrreeeed...
Satu pesan di terima Nahla "Sini dong. Jangan di kamar terus!" Setelah membaca pesan dari Sari. Mereka kembali saling memandang.
Kemudian segera bangkit dan menghampiri Sari yang ternyata sudah ada di aula resepsi sekitar satu jam yang lalu "Sejak kapan kamu disini sar?" Nama panggilan mereka memang sama. Itu sebabnya Nahda menjuluki mereka kembar tapi beda.
"Udah sejam yang lalu. Kamunya aja yang gak sabaran bertemu calon pengantin. Aku manggil saja kamu gak denger" Sambil sesekali membuka lembaran menu catering yang sudah di pesankan Bu Martini untuk acara resepsi besok.
"Hihihi. Maaf. Aku kira tadi hanya panggilan dari dunia lain. Makanya aku gak menghiraukannya" Sarah nyengir dan terus menggoda Sari.
"Mertuamu gak marah sar?" Tanya Nahla berbisik
Sari melihat sahabatnya dengan tatapan tenang. Wajahnya sedikit berbeda dengan beberapa bulan terakhir mereka bertemu "Justru aku kisini sama mertuaku. Tuh!" Sari memberi isarat dengan kedua bibirnya. Menunjuk pada sudut ruangan di belakang Nahda dan Sarah.
Ada sekitar lima orang yang sibuk mempersiapkan wadah-wadah besar untuk menyajikan lauk pauk sesuguh para tamu undangan besok "Catering yang ibu kamu pesan ternyata milik mertuaku La" Lanjut Sari dengan tersenyum.
Sementara semua sibuk mempersiapkan acara pernikahan besok. Dua sahabat kembar tapi beda bersama calon mempelai wanita justru mengobrol santai di meja yang belum siap di bereskan oleh para WO.
"Alhamdulillah setelah aku mengikuti saranmu, mertuaku berubah la" Sari memegang tangan Nahla lembut "Terima kasih ya" Senyumannya yang menyejukkan membuat tenang Nahla.
Nahla membalas senyumannya "Sama-sama"
"Dengan Mbak Nahla?" Seorang petrugas WO menghampiri Nahla dengan membawa buket bunga besar berwarna perpaduan biru dan putih. Warna kesukaan Nahla "Ini ada titipan buat mbak"
Kedua tangan Nahla hampir saja tidak bisa memeluk buket bunga raksasa itu "Dari siapa?" Pemuda itu malah melihat tanpa menjawabnya. Kemudian mengangguk dan pergi tanpa sepatah katapun.
"Ada kartu ucapannya la" Sarah mengambil secarik kertas yang terselip di antara bunga mawar berwarna biru "Sari?" Spontan saja Sarah memasang wajah terkejut melihat Sari yang ternyata sudah tersenyum tenang melihat Nahla.
"Ini tanda terima kasih aku dan suamiku. Karena kamu sudah membantu kami mempertahankan pernikahan kami"
Nahla seperti terbata-bata. Kehabisan kata menghadapi sahabatnya yang teramat baik itu. Beberapa bulan yang lalu mereka berpisah dengan cara tidak menyenangkan. Suaminya yang tempramen sama dengan mertuanya ternyata kini sudah berubah menjadi sangat baik pada Sari.
"Berkat semua saranmu. Terima kasih!" Laki-laki dewasa bertubuh tegap dan tinggi menghampiri mereka bertiga. Itu Rama, suami Sari.
"Saya tidak melakukan apapun. Jangan berlebihan seperti ini lah Sar,Ram"
"Itu tidak seberapa dengan apa yang telah kamu lakukan pada menantu ibu. Terima kasih karena telah menjadi sahabat terbaik untuk Sari" Ternyata Rama di ikuti oleh ibunya. Mertua Sari
tentunya.
Sekali lagi Nahda tidak bisa mengatakan apapun. Dia hanya mampu menitikan air mata, terharu dengan apa yang terjadi padanya hari ini.
Dia tidak pernah menyangka. Persiapan pernikahannya ternyata penuh haru "Ijinkan kami yang mempersiapkan semua keperluan pernikahanmu sebagai tanda terima kasih kami" Sari memeluk Nahda erat. Jelas sekali dia sangat menyayangi sahabatnya itu.
"Saya sangat berterima kasih atas bantuan kalian. Terutama Sari" Nahda kembali menggenggam tangan Sari lembut "Tapi ibu saya sudah memesankan WO, tentunya tidak bisa di batalkan" Dengan nada ragu Nahla mengatakannya.
"Memang tidak boleh di batalkan!" Diam-diam Bu Martini ternyata memperhatikan interaksi anaknya "Karena semuanya dari Rama's Wedding Organizer."
Bab 1 Menjadi Pengantin
01/04/2023
Bab 2 Gak bisa tahan lama!
01/04/2023
Bab 3 Maskawinnya belum ada
01/04/2023
Bab 4 Sentuhan pertama
01/04/2023
Bab 5 Dia Siapa
01/04/2023
Bab 6 Sentuhan yang sama...
01/04/2023
Bab 7 Mandi berdua
01/04/2023
Bab 8 Jatah pertama... lunashhhh...
01/04/2023
Bab 9 Jatah dua kali lipat!
01/04/2023
Bab 10 Dia. Dia bukan manusia!
01/04/2023