My Lovely, Ajeng
nghentikan cangkir
o. "Ya, Mas. Waktu kita nikah dia salah sat
Hafizha saat pernikahan. Begitu cantik, begitu cerah. Getar-getar yang saat i
aan sebagai sekretaris di sebuah perusahaan. Hanya sekarang, Hafizha terpaksa harus berhenti bekerja. Perusahaan tempat dirin
ng dipilihkan orang tuanya untuk Aldo. Aldo harus menghormati hati wanita ini. "Ajak dia ke kantor akan, Mas putu
sebelum pergi. Wangi ssampo Dhiajeng menyeruak di indra penciumannya. "Mas, berangkat, hati-hati di
*
ada samping. Ditanam sejajar dan diurutkan dengan warna. Tumbuhan hijau, bersandar di dinding pagar, beberapa yang menjalar, beberapa lagi bonsai dan tana
embuat Dhiajeng menoleh. Seorang wanita berusia 50 tahun duduk bersimpuh di bawah
ita setengah ba
baik saja," tolak Dhiajeng. Ia kembali meman
i bawa Dhiajeng dari rumah orang tuanya itu belum pergi.
ita Ajeng dengan suara oelan. Sesaat ia tertunduk
gan terlalu dipikirkan," ucap Bibi sambi
mengingat mimpinya. "Ajeng sedang membersihkan taman, tiba-t
tapi kemudian tersenyum. "Itu cuma m
h baya di depannya menyembunyikan sesuatu. Mungkin mimpinya seperti pertanda buruk atau itu hanya dugaan Dhiajeng belaka. "Mu
. Akhirnya Dhiajeng memutuskan menghubungi seseorang. Ia raih telepon genggam yan
bertanya. Suaranya serak sepert
gadis koku dah tidur,"
jawab, "Semalam aku sibuk bantuin pilih pernik kecil ucapan terima kasih.
emaklumi dan mengingat-ingat apakah serepot itu dulu ia mempersiapkan pern
ang sana. "Aku sampai setengah jam lagi, Ok. Mau
ir oleh Dhiajeng untuk menelepon Hafizha. Kemudian Dhiajeng ingat jika Hafizha pasti tengah b
berhembus di taman. Sebelum sekelebat bayangan mimpi tentang ular kembali muncul dan membuat
menit seperti yang dijanjikan. Langsung septina duduk di kursi satun
ja. "Kamu tahu, kan, Septi, aku benci ular." Dhiajeng mulai bercerita. "Semalam akum i
"Dipatuk ular?" t
nunggu dengan tenang reaks
u. "Eeee ... tapi aku harap mimpimu murni cuma mimpi. Kamu kan penakut." Dhiajen
terima kasih untuk para tamu, Dhiajeng tak bisa lagi berkonsetr
al itu menyadarkan Ajeng
*
nunggu tidak termasuk pekerjaan Ersya sebagai wakil dari Papa. Biasanya orang-oranglah ya
juga makanan ringan yang sudah di pesan. Kemacetan merupakan alasan paling kuno yang disampaikan seorang p
ja diperlambat langkahnya supaya bisa menikmati kepanikan dua orang itu karena menyangka telah kehilangan Kerjasama
" tanya sang
ak suka keterlambatan. Jadi bisakah kita langsung saja," des
l Kerjasama.proposal itu diserahkan pada Ersya yang hanya dilirik Ersya sebentar. Akan saya pelajari
idak nyamanan y
Aldo. "Aku tidak suka segala macam alasan dalam sebuah Kerjasama. Jika memang ada faktor ini sebelumnya, seharusnya Anda bisa datan
ntuk makan malam ke kediamanku nanti? Jangan berprasangka buruk soal
kit tubuhnya. "Apakah akan ada
Anda akan merasa amat nyama
*
makan malam yang nyaman
membantu suaminya kini mendapatkan kesempatan. Walau hal itu tak jauh-
angan dari mulai pudding buah hingga yang paling rumit kari sapi. Ia kerj
nan meja makan. Sudah hampir Magrib, sebentar lagi Aldo pasti pulan
ian dari majikannya itu. Wanita setengah baya
kul Pundak Bibi dengan hangat. "Sebaiknya aku mulai bersiap jug
iap. Dengan gaun warna kuning gading dengan kerah lebar berwarna putih, pita warna kuning yang lebih menyala di bagian pinggang. Ia terse
ari Aldo. Mungkin usianya sama dengan dirinya. "Selamat malam," sapa Dhiajeng dengan sangat sopan. Ia meletakan minuman di atas meja ruang tam
a." Aldo memperkenalkan d
iaj
rs
g lama. Setelah cangkir Ersya kosong, segera Dhiaj
sak, Pak Aldo." Ersya memuji
akan mau makan diluar rumah jika memiliki istr
i rumah. Rasanya obrolan Ersya yang formal malah terdengar begitu ramah di
an lancar," harap Dhiajeng. Ia tidak terlalu pah
ana anak-anak Anda, saya tidak melihatnya sejak tadi?" Ersy
dis itu mengangkat kepalanya dan tersenyum kembali kepada Ersya. "Tapi, c
n cepat binar itu menghilang dan sikap Ersya kembali formal. "Tentu saja
Ersya membuat seny