Pembalasan Anak Laki-lakiku
n Anak La
rt
dan piring kotor semalam. Sebenarnya aku sangat ngantuk dan lelah, beberapa minggu ini tidurku tidak lelap, aku terganggu dengan bayangan Mas Rahman dan wani
ya berserakan seperti layaknya hatiku kini. Aku bahkan tidak sanggup lagi bangun untuk membersihkan serpihan kaca beling, kuambil jilbab yang kupakai lalu me
ringnya seperti ini," tany
han piring yang pecah. Setelah bersih, la
Uwak menguatkan. Aku hanya mengangguk tanda setuju, lalu aku bangun dari dudukku untuk segera k
lum mendapatkan kasih sayang penuh seorang Ayah, yang kuat sayang. Melihat Anto yang masih tertidur, aku
ika masuk kedalam kamar Salma dan
memakai baju sekolahnya. Mia masih tidur di kasur, karena d
di dapur," tanyaku penasaran. Wajah Salma terlihat sendu,
r mandi," jawabnya lagi sambil merapikan jilbab. Apakah mereka tadi
. Aku pun mengangguk lalu berjalan ke arah da
reskan," ucap Uwak saat aku ingin memban
in ya," jawabku sambil men
lah dengan sepedanya masing-masing. Beruntung aku mempunyai anak yang cerdas dan
pan," ucap Ali saat kami sedang sarapan. Minggu depan memang mereka akan mengikuti ujian di sekolahnya. Tapi kena
elas tambahan?" tanyaku penasara
a akan mengikuti ujian akhir, kami masih ujian sekolah biasa," jawab Nanda menjelaskan. Mer
ngebut-ngebut bawa sepedanya. Ali, kamu jagain Salma," pe
idak beda jauh tapi tidak pernah sekalipun mereka bertengkar. Ya Allah, betapa besar cinta dan kasih Mu pada kami. Maafkan hamba yang sering mengeluh dan berburuk sangka. Padah
udian mereka bangun satu persatu menyalamiku, d
dulu, nanti akan aku cuci ketika sudah memandikan Anto. Aku segera masuk ke kamar,
ka berdua mirip sekali, wajah Mas Rahman seperti tercipta kembali di wajah Anto. Aku me
li, aku mengurungkan niatku untuk memandikan Anto. Kubaringkan
enal, langsung saja aku angkat
m," ucapku setelah pa
ang pada suamiku?" teriak wanita yang menelponku, aku
in salah sambung," jawabku
lah, aku beristighfar berkali-kali dalam hati. Aku menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembusnya perlahan. Aku selalu bisa mengendalikan emosiku, karena aku selalu men
mpai meminta uang," jelasku lagi, aku harap Maya mengerti dan tidak mengganggu aku lagi. Biarlah jika dia mengambil Mas Rahman dariku, aku akan belajar untuk mengikhlaskan. Tapi aku tidak mau hidu
g pada kamu. Kalau seandainya kamu nggak minta, mana mungkin sua
nafkahi anak-anaknya. Karna mereka masih tanggungan Ay
anakku? Kamu akan menyesa
, Maya," ucapku kemudian. Aku memang perempuan bodoh, mas
kamu menangis darah setiap hari adalah
e
ja meremas baju yang aku kenakan. Apakah mungkin ini semua adalah
aya," tanyaku dengaugu dan bodoh, makanya kamu dengan suka rela memberikan sertifikat rumah warisa
rumah itu. Bersiaplah, untuk mengangkut
ram. Biarlah dia merasakan terhina, memang kenyataannya dia hina. Perempu
iak Maya yang seperti orang kesurupan. Huft, untung saja kami tidak ber
u yakin saat ini Maya sedang berang dan
.." Suaranya terputus karena pang
a Allah. Aku memang harus terlihat kuat didep
mba kesabaran yang luas seluas samudra, agar hamba bisa melewati ini s
uar, tetap diawasi oleh Uwak yang sedang duduk menjahit. Keluarga kami memang bisa menjahit, dulu orang tuaku juga seorang penjahit. Dan aku juga menekuni bidang menj
ahman. Aku mengambil ponsel dan mengecek pesan yang masuk, karena jika ada transaksi
. Dan satu lagi pesan pemberitahuan penarikan uang sebesar dua juta. Aku mengerutkan keni
ecek ATM. Nihil, tidak ada ATM disini. Aneh, biasanya aku selalu menyim
na A
a tid
selip. Sesaat kemudian aku baru mengerti, jika uang yang dikirim oleh Mas Rahman sudah ditarik.
yang merencana
-banking di ponsel, tertera disana
karena pada jam seg