Pembalasan Anak Laki-lakiku
n Anak La
rt
lam hidup kalian," usir Mas Rahman. Wanita yang ada di sampi
k kita, Mas?" tanyaku mengiba, aku berhara
n. Aku capek!" teriak Mas Rahman garang, kini semua orang yang berlalu lalang di terminal melihat ke arah kami. Sebenarnya aku sangat
miku menikah lagi, tapi hatiku terlebih sakit saat mengetahui jika dia mengakui pada semua orang yang ada disini jika dia dud
nak dan istri." Dia berkata dengan pongah, ku akui dia laki-laki yang tampan. Yang dengan mudahnya menaklukkan hati wanit
sinis, dia tersenyum melihatku mengiba seperti ini. Hilang sudah harga diriku di depan mereka, ini semua
hasil rampasan," tanyaku menatap tajam
da Mas Rahman meminta untuk dibe
ng dengan suka rela menikahinya, tarik balik kata-katamu tadi,"
u, itupun anak dari hasil hubungan gelapnya dengan suami orang. Dan sekara
i ada beberapa kamar kosong yang dijadikan sebagai kamar kontrakan bagi mahasiswa atau orang yang yang masih single. Wanita yang merebut suamiku bernama Maya, dia salah satu yang mengontrak di
ggung jawab atas janin yang ada dikandungnya. Beberapa kali kulihat istri dari laki-laki itu kerumah Ibu mertua untuk melabrak Maya. Aku sebagai wanita saat itu ju
i meminta maaf kepada mertua karena kelakuan anaknya yang meresahkan. Hanya saja dulu Mas Rahman sama sekali tidak melirik ataupun
kamu," ujarku penuh iba, jika memang Mas Rahman tidak mau menerimaku lagi tidak mengapa, tapi jangan anak-
seabrek," maki Mas Rahman lagi dengan tertawa simpul. Seabrek katanya, dulu ketika aku ingin menggunakan kontrasepsi Mas Rahman lah yang paling mel
rajut mimpi dan cinta, berjanji berdua akan setia selamanya sampai ke surgaNya. Tidak pernah aku bayangkan sebelumnya aku akan di tinggalka
arena pengurangan karyawan di perusahaan. Saat itulah sikap Mas Rahman menjadi sedikit berubah, dia sangat pusing memikirkan bagaimana caranya agar kami tetap bertahan hidup. Jadi, suatu hari datang
peluang untuk kita membuka usaha di bidang teknisi. Setelah berbincang-bi
Rahman saat aku sedang memasak di da
a aku berat jika harus jauh dari Mas Rahman. Bukan hanya karena aka
warkan ole
earah Mas Rahman yang sedang menggendong si bungsu
u sendiri tabungan kita sudah nggak ada, belum lagi biaya sekolah anak-anak." Wajah Mas Rahman terlihat lesu, aku tahu
membutuhkan modal. Sedangkan tabungan kita sudah tidak ada, untuk makan
gang, bagaimana mungkin menggadaikan rumah ini. Sedangkan ini adalah rumah peninggalan orang tuaku yan
mu tidak sanggup untuk membayarnya. Bagaimana ji
n membuka usaha, kita harus siap rugi. Tapi kamu tenang saj
utkan pembicaraan ini. Aku melanjutkan
ada Salma-- anak perempuan tertuaku. Dia anak yang gesit juga pintar, kulitnya juga putih b
i makan malam bersama, jika biasanya orang-orang makan dalam keheningan, tidak dengan
angkan bagaimana nyamannya aku makan. Tapi aku sama sekali tidak merasa
era membereskan dapur dan piring kotor, sedang Mas Rahman menidurkan si kecil Anto.
dapur. Aku yang sedang mencuci piring tidak menja
ka, aku janji jika nanti aku sudah sukses disana. Kalian akan kubawa ke kota untuk tinggal bersama." Mas Rahman terus mengib
anku yang basah, lalu aku berbalik menatap ma
h mengurus semuanya," jawabku tersenyum
gecup keningku mesra, dia memang mamp
mata. Jangan tanya anak-anak, mereka histeris menangisi kepergian ayahnya. Maklum, kami tidak pernah berjauhan sebelumnya. Aku menenangkan pikiran dengan m