Tulisan, Basket, & Piano
i ini kit
at kemudian ricuh. Mengeluh, mengumpat, dan melakukan serangan mulut
a menekankan suaranya pada kata pertama. Ungkapa
Ia menghela napas dengan bera
seperti Yadi barusan-sang pembawa pesan. Yang paling tidak aku mengerti, kami tidak punya buku. Jadi kami harus belajar
i Deka dengan pena di tangannya. "Baca novel apa?" Ia menunju
ang tergeletak dengan rapi. Aku meraihnya dan memberikannya pada pemuda itu. Ia
a genre fantasi terj
menga
a? Dan itu semua bisa dicerna oleh otakmu?" Ia menunjukkan
i dan membayangkan apa yang dijelaskannya, namun memang ada beberapa bagian yang sulit untuk dicerna atau butuh dibaca
rnya dengan canggung, kemudian me
a yang terjadi padaku sekarang. Aku tidak pernah tahu kalau senyum seseorang bisa membahagia
n novel itu adalah foto wanita cantik yang tidak bisa ia lepas dari panda
?" ia me
sesaat. "Tidak ada," balask
ggalan," bisikn
Tu
apak tanganku. Sesaat kemudian, Bu Opik datang dengan membawa beberapa berkas. Aku duduk di barisan t
rapa menit yang me
-
sungguh tidak bisa ditolak oleh siapa pun. Terlebih lagi ketika dirimu sedang mendengarkan ocehan dari s
ila ya, jadi cowok tu ya peka dikit kalo cewek gak mau ya udah jangan maksa, ngedeketin mulu. Dibilangnya aku gak risih apa." Vi
ananku. Dan Hani terlihat sedang berusaha untuk mencari
gan rasa-rasa gak enak ngomongnya. Bilang aja dengan tegas, atau ketus. Bia
kan mengatakannya jika dia menggangguku sekali la
bku disela-sela gigitan bakso
perhatikan mereka seakan hanya mereka yang menarik di dunia ini. Namun, sesuatu membuyarkan
ada di kantin. Memang disediakan panggung kecil untuk bernyanyi, dan menghibur o
uknya. Kantin Ekonomi tidak terlalu besar, namun besar dibandingkan kantin fakultas lainnya. Kantin ini
menjauhkan microphone dari jangkauan Deka, pada awalnya kupikir dia ya
in mempersembahkan sebua
Instrumen itu terdengar sedikit menyakitkan untukku. Atau mungkin karena Deka terla
n. Menambah kesan bahwa ia benar-benar pro
buat hatiku sedikit sakit dan nyeri. Juga detakannya sedikit tidak beraturan. Atau karena aku sedang me
arena aku tahu instrumen
ani yang sedang terdia
akan sedikit n
-
ah kami. Dan saat itulah persahabatan kami dimulai." Hani menceritakan asal mulanya ia kenal dengan Dek
Aku berhenti juga dan meyakinkan kalau aku memercayai Hani sepenuh
sana." Ia menunjuk ruangan yang di
sirnya menggunakan daguku karena kedua tangank
membawakan bukumu ke kelas?" tawarny
ak, udah
a melambaikan tangan dan hanya
ena tangga yang manis sudah menungguku. Baru saja aku akan
a penampil
sejenak dan meliriknya beberapa
tingkat keren." Ia terlihat kecewa. Matanya
ti arah pandangnya. "A
k melakukan tu
mengerutkan dahinya dan tertawa. "Dua buku, Ra. Kal
ngangguk dan mempersilakanku berjalan duluan. Dia sungguh me
ah berada di tingkat keren, kok." Aku berkomentar
tipis. "Jadi, pernyataanmu se
Padahal aku sudah menyadari kalau ia akan menampilkan se
kepalaku sekali. "Terima kasih." Ia
itu, ia pasti seda