SUARA
sempat kusapu juga terlihat bersih. Aku yakin, ibuku pulang. Aku senang sekali, akhirnya aku
tinggi kira-kira 160cm an tengah memotongi kuku. Sepertinya ia baru s
n datang?
ajah kesal. Aku merasa, pasti ba
ei itu, apa? Sama bersihin batu-batu yang berserakan? Aku
h cerita-cerita lagi sama dia. Toh ujung-ujungnya juga kena semprot. Harusnya dia berf
alam, tidak?" tanyaku sambil melepaskan
rakhir, ngapain kamu gak bersihin itu batu-batu di kamar
. Tak ada yang mampu menghentikanku berhenti dari bacaan-bacaan yang kuingin ketahui isinya. Sebelum rasa ingin tahuku terpuaskan, jangan harap aku meletakkan buku itu, sekalipun masuk WC juga aku bawa. M
ang jajanku untuk menyewa buku di taman bacaan yang letaknya kurang lebih tigaratus meter dari sekolahank
eres-beres. Kamu kalau la
, apes, yang jadi kulupan malah daun papaya. Mana pait lagi. Dalam hati aku mengeluh, 'Ya Tuhaaan! Tidak cukupkah kepa
n celotehan ibuku saja. Katanya anak
nunggu kriting aja kamu itu," celotehnya sambil memasukkan satu kranjan
nyatanya yang kumakan juga gak jauh-ja
sama sambel, dikuah pedas apa dibumbu bali wong kamu dah pinter masak gitu. Ap
at limabelas menit aku harus sudah siap menunggu angkutan umum. Menderita sekali diriku. Tapi, Naman
na perasaanku mulai tidak enak lagi. Terlebih saat waktu menujukkan pukul lima sore. Aku kian gelisah dan t
aku malam ini saja. A
menyiapkan bumbu-bunbu untuk rawon soto dan lain-lain. Kalau saja kamu tadi pagi
ng ada, ibuku nanti malah marah-marah gak jelas aja
kamu semakin taku, dia akan seneng dan terus menggodamu. Sholat jangan t
taku. Aku menutupi wajahku dengan buku yang
kek gitu, mending ngaji sana. Buat apa minta Al-qu
segera melaksanakan sholat magrib. Setelah selesai,
ibuku tidak tahu kalau aku menangis. Aku
oto ayam. Makan dulu biar kenyang, dan kalau ada
piring dan juga sendok. Tapi, sampai ambang pintu penghubung antara rumah bagian barat dan timur mb
s! Depanmu a
iku rasanya juga lemas. Aku sampai hampir terjatuh saja saat itu. Untuk menjaga kese
timu," ucap ibuku menghibur. Aku juga dengar, ibuku memarahi temannya. Aku tahu, dia sebenarnya juga tid
rumah. Aku benar-benar takut, dan lebih takut dari semalam yang aku alami. Tapi, percuma saja
ru aku berlari menuju ke ruang tamu di bagian barat. Bersamaan aku berlari, aku mendengar ada banyak sosok yang menertawaiku. Ingin rasanya aku berlari lebih kencang
yak, walau belum kulihat dengan pasti. Tapi, dari suaranya aku yakin sekali me
i pintu pembatas antara ruangan sebelah barat dan t
ereka. Tapi, kenapa mereka terlihat tenang-tenang saja? Biasanya lima menit saj
mbak Sri saat menyadari aku sudah berada di sana dan mele
a, Cuma tiga menitan saja aku pergi. Padahal aku merasa sangat lama sekali tadi itu, aku takut benar-b
ngkat ke kota K. karena sebentar lagi juga sudah isya, aku minta dit
Lalu apa yang bisa aku lakukan? Ya Cuma diam, selebihnya mungkin ya menangis, jika nanti sudah benar-benar takut.