Stempel Miskin untuk Keluargaku
tanyaku. Kutatap lekat wajah bang Ilham, abang kandungku, yang te
a, Dek?" uja
agi akan wisuda. Nia ingin memb
onakanku yang saat itu masih berusia delapan tahun. Bang Ilham meminta izin pada bapak dan emak, agar aku bisa menemani Bela yang saat itu masih sedih
dariku, ditatapnya langit malam, d
ini saatnya, kamu pulang," ucapn
Jatuh bangun kami lalui bersama, bang Ilham tetap bersikeras untuk tetap menguliahkanku. Akhirnya, aku bek
ana kamu pu
setelah acara, Nia juga sudah pesan tiket Bus,"
n untuk pulang ke kampung memang sudah lama aku rencanakan,
esantren, Dek. Jadi, Abang ditinggal sendiri nih, ya," uj
kamu di kam
sekolah dasar yang ada di kampung sebelah menerima tenaga
p pamrih, kerjakan dengan ikhlas. Insyaallah, Allah akan memberi lebih," diusapnya pucuk kepal
Nia, Bang
a, entah mengapa perasaanku tidak enak beberapa hari ini. Kemarin malam, aku juga bermimpi, bertemu bapak dan emak yang mema
*
lham sudah siap, ketampanannya bertambah dengan setelah yang dike
ak menutup rambutnya, Bunda,' ujarnya waktu
," ujarnya me
lebih cantik," ku c
mobilnya sudah datang,
apak dan emak via telepon, mengabarkan bahwa hari ini aku wisuda. Emak menangis bahagia, namun wajahnya tid
oleh bang Ilham untuk menerima ijazah. Kebahagiaan
*
ng Ilham. Kami sudah berada di terminal, kebisingan kendaraan yang hi
ng tidak bisa mengantar ka
, Ba
nam belas jam perjalanan sampai di kabupaten, ditambah dua jam p
mbaikan tangan ketika su
dengan cepat bang Ilham me
*
sampai di kabupaten. Kubuka g
u
u
Tanpa sepengetahuan bapak dan emak, aku berenca
al, Kak Nia udah dimana?" ucap Ta
Mungkin beberapa me
on dimatikan begi
mpat tahun, tidak pernah sekalipun aku pulang, bukan karena tidak mau. Tapi aku p
hati. Allah maha kaya, Allah tahu mana yang baik untuk kita. Jika kita kaya hati, in
dari bus, seraya sopir menuruni beber
waban dari ujung telepon, tiba-tiba seorang pri
u?" kutarik uju
ak Nia, ini Ta
ufi
ku itu, membawa beberapa barang bawaanku menuju kereta roda dua tua milik bap
dikku satu-satunya itu. Tahun ini, seharusn
tika aku dan bang Ilham menanyakannya setel
kutanyakan mengapa ia membawanya sangat santai sekali. Perjalanan yang kurinduka
merah yang ada di belakang kendaraanku
anyaku sedikit teriak, aga
yang sudah sedikit retak dan
puan muda turun dari mobil tersebut
ibilangin, kalau kamu tu ga
tersebut marah-marah sambil berkacak pinggang.
pulang," ucap Taufik m
i roda dua bapak, Tau
n belagu ya," teriak wani
dak asing, kucoba untuk mengingatnya, tetapi nihil. Ah, mungkin nanti saj
*
t, pintu rumah kecil tempat aku dilahirkan itu terlihat terbuka. Taufik membelokkan k
tersebut, Pak?" suara bapak terdengar be
pak tidak bisa mengajukan bantuan tersebut,"
, Pak
kan mengajuka
elana kain dan baju batik keluar dengan wajah m
," ucapnya ketus, te
ksud ucapannya. Ini juga akan kutan
mak terkejut melihatku. Kupeluk emak yang duduk di dipan ruang tamu, air ma
pulang," ucapnya sambil
ap bapak, kulirik bapak, matanya memerah, bukan k
k," sahut Taufik yang muncul di depan
eringatnya pun selalu kurindukan, wajah yang tidak lagi mu
Emak, sehat
h, sehat Nduk
bok Inah dulu, ya. Mau belanja banyak, terus mas
kupeluk lengan emak seray
as menit. Di sepanjang perjalanan aku selalu bercerita tentang kegiatanku selama tinggal dengan bang Ilham
bok Inah. Terlihat orang-orang hilir mudik, kuanggukan kepala ketika ada seorang w
masuk kedalam kedai. Terdenga
saya bayar ya, Mbok," su
g kemarin juga belum bayar, kan? Mau uang darimana untu
e
, kutatap wajahnya ya
, Mbok? Saya bayar lunas