Doa Istri Pertama
tah di mana Aina, seharusnya dia yang menyambut Mas Hamza pertama kali. Mas Hamza berjalan m
pura-pura lupa
ya lagi penciumannya di sana. Dahinya men
siapa
terlihat
gsung mengerti. "Bibi Arunika ... di dalam r
ukannya ini aroma Ilh
Ilham memang memakai
a sengaja membekas di pergelangan tanganku, k
eristirahat. Biarkan Mas Hamza menghabiskan malam bersama istri keduanya, langkahku tercegat s
annya. Bisa kurasakan kedua lengannya mengu
. "Ini jadwalm
," timpal
ad
kukan. Setelah itu aku ak
edikit mengendusnya, lalu tersenyum manis. Bahuku disingkap, dia ikut menyempr
kan dalaman tank top lalu melorot
ya. Dari rautnya, Mas Hamza terlihat begitu menyukainya. L
up kepala, kepalaku dibawa dalam dekapan dadanya. Ka
Mas Hamza menyemprotkan parfum vanilla ke rambutku
ya masih manis. Ada Aina di antara kami,
mza melakukan hal yang sama kepada Aina, aku han
adanya tanpa suara. "Mas ... kapa
p. Kelak, setelah 40 menit aku akan membangunkanny
yang dia kenakan, "M
u doaku terkabul, kamu dzalim dan a
ara, aku membenamkan ke
sebelahku kosong. Hanya ada guling, yang digantikan oleh Mas H
kamar Aina. Aku menyerah dan hendak berlalu masuk kembali ke kamar. Tapi dari kamar
ja. Hati
alam. Tak ada suara-suara aneh. Apa mereka s
kan. Suara benturan tubuh mungil yang menjatuhkan diri ke atas ranjang. Tubuh itu merengsak, mem
uah kepulan asap rokok di halaman rumah. Seseorang duduk di sana, merokok, dan men
tangan. Di dalam salat dan Tahajudku, sepertinya doaku it
at dalam dekapan seseorang, saat seseorang itu mengangkat
as meja. Lututnya menumpu di atas kasur lembut, merapikan
itu di
yang ditut
erjapkan mata, melambai-lam
dan. Mas Hamza kelak pasti akan memintanya, kusemprotk
tangga bawah, hendak memasak sarapan. Kulihat hidangan sudah ada di atas meja, Mas Ham
akan dengan lahap, matanya menge
engan
i yang ma
in Ain
..
alnya lahap seperti pagi-pagi sebelumnya, kini dia berhe
nisa, masaka
Mas
pujiannya tentang masakan Aina. Entah kemana
akanku. Aku memang sering melihatnya memerhatikanku memasak, mu
k, '
rtanya sambi
guk. Mendad
tanya yang kujawab dengan gel
angan tanganmu. Aku libur ke kantor hari ini. Nanti-sekitar 1 jam lagi Mama sama Mas Attar, Meena,
mencuci tangan aku mengusap air bersih ke pergelangan
Mas Hamza. Mereka mengobrol, aku melihat tangan Aina
u mengharapkan Mas Hamza me
kan, aku segera naik ke
dah cemburu seperti ini. Apalagi jika melihat langsung
pedas. Demi Allah tidak
a baik, tidak menjahatiku sama sekali. Tapi mereka juga baik kep
ntuk ketiga iparku. Kami makan siang di luar rum
u hanya mengobrol sepatah-dua kata bersama Ib
au belum puny
tar be
ndongak lalu
eberapa t
udah berumur 31 dan sekarang sudah ada Aina? Kenapa masih mau menunda?" Dia
za menjawab ketus. "Aku
as Attar men
i. Sudah berusia 35 tahun, kenapa belu
udah kamu embat. Sekarang la
tarkan pertanyaan. "Aina?" Ajaib sekali kecantikan Aina jika
l Mas Attar, s
iam. Mas Attar melanjutkan makan siang, mendadak lingkungan sekitar canggung. Aku be
u, hingga Mas Hamza meng
mza padaku. Dia menghubungi sopi
l." Aku menurut, tergugu saat dia mencium pipiku di depan yang la
bersama Aina tanpa anggota keluarganya yang lain. Mas Hamz
klah ke kamarmu, sesuai jadwal a
a, kata lainnya mengusirku. Padahal berjam-jam aku menu
rgi. Mas Hamza dan Ain
rbaring di ranjang sambil menya
gun untuk salat Tahajud. Setelah ber
gin. Terperanjat saat menemukan sosok yang duduk di kursi yang ada di h
aku men
Ham
Wajahnya pucat ka
amu di si
ongak, menatapku. Tanpa kalimat melengos per
dalam kamar Aina, membuka pintunya yang ti
ang Aina yang terbangun.
mb
n Mas Hamza tidak