The Blue Eyes
E
nis di seberang meja makan sambil menemaniku bersantap. Kadang pula dia hanya muncul selintas di
ang meja. Memandangiku seraya mengulaskan senyuman sambil merapikan ramb
, tetapi kali ini berbeda. Gaun biru tua itu tidak terlalu panjang dan kuperkirakan hanya sebatas betis. Aksen renda p
hangat untukku di atas meja, tiba-tiba saja Viana m
" seru perempua
u sembari menghentik
tangan kiri. Tatapannya mengarah lurus ke seberang meja, tem
dagu untuk memberikan kode agar dia segera pergi. Viana mengerucutkan bibir dan melipat tangan
pura-pura lugu. Padahal dal
ntuk mengintip. Kemudian, menurunkan t
g," jelas Bu Ismi. Matanya berputar ke sekeliling
ia sering
awab Bu Ismi sembari menarik kursi di sebelahku. Beliau duduk dan
sangat ingin kuketahui. Terutama karena kemunculan Viana, dan beberapa makhluk tak kasatmata
a dan ibunya tidak diajak serta. Mereka tetap tinggal di sini sampai ibunya wafat. Ma
nyaku. Sangat penasaran d
n tahun," jelas Bu Ismi. "Pembeli villa pertama, pak Dirga menjual villa ini ke pak Ridwan, orang
malam yang tertunda sambil mendengarkan dongeng Bu Ismi dengan saksama,
memandangi punggung perempuan paruh baya itu hingga sosoknya me
n babytery yang cukup mampu melindungi dari dinginnya malam. Meraih topi raj
ng pintu, menyalakan benda itu hingga sinarnya cukup tera
angkat ujung pintu yang sedikit macet, sebelum membuka pagar dan menutupnya kembali. Melangayunkan
yang merupakan warga dari kampung sekitar tempat ini. Selama hampir satu bulan tinggal di sini, hanya sesekali aku bertemu de
Rohim, satpam rumah sebelah, sesa
l sama warga yang suka nongkrong di sana,
sambil ngemil ini," tukas Pak Rohim sambil meng
him dengan cekatan menuangkan kopi hitam dari termos kecil yang selalu beliau bawa. Memberikan gelas
ak cuma jaga sendirian?" cecar
awabnya. "Kayaknya sih karena sawan, ketempelan han
empe
r mandi di dalam rumah juga udah nggak sanggup, katanya. Akhirnya dia pipis di bawah pohon itu," terangnya sambil
Langsung lari tunggang langgang si Iman. Ngebangunin bapak yang lagi tidur di kursi," ungkapnya sembari
an sampai sekarang," sambung Pak Rohim sambil memperhatikan sekelili
pertama kalinya aku dengar. Sementara keluarga Pak Tono mengaku hanya beberapa kali mel
rtutup, tetap saja aku kedinginan. Pak Rohim yang melihatku menggosok-gosokkan kedua telapak tangan mengajak
memindai sekitar, dan menuruti intuisi kali ini aku memandangi pohon jambu air di ba