The Blue Eyes
E
mengorek keterangan lebih dalam. Akan tetapi, sebelum Viana melanjutkan omongan, azan Magr
dir di jam-jam biasa. Berulang kali aku melongok ke jendela ataupun ujung korid
rm di ponsel agar bisa bangun lebih awal. Niatku cuma satu,
tuk,
atku bergegas berpakaian dan keluar dari kamar. Melangkah menuju ruang maka
tuk sampai tiga kali balikan, baru Mas bangun,"
mbil mengambil cangkir kopi yang masih mengepul dan meniup ua
Menambahkan irisan telur dadar, tempe orek, bihun b
Titin," ucap perempuan paruh baya i
nyah dengan pelan. Menikmati setiap gigitan yang ternyata sangat enak. Men
neka tanaman di sisi pekarangan. Menyusuri area jalan seukuran satu mobil yang merupakan penghub
agar yang tidak terkunci, membuatku memberanikan diri untuk melangkah
um maju beberapa langkah menuju pintu. Saat tangan hendak menekan bel di dekat benda besar bercat pu
apaku seraya tersenyum dan menun
Kang?" tanya pemilik suara lembut
dengan pemilik
intu. Seraut wajah rupawan muncul dari balik pintu sambil
umah. Kalau boleh tahu, Mas ini namanya
sekaligus hendak menanyakan tentang penghuni villa itu, sebelum dibeli oleh orang tuanya Farid, teman saya,"
ahutnya seraya mengul
*
ana. Hujan gerimis yang turun sejak siang hari, membuatk
sudah licin. Apalagi sekarang, aku pasti akan
o-- datang dan menyiapkan makan malam untukku. Mereka masih berdir
makan?" tany
i, Mas. Kalau udah nanti panggil aku," tukas Titin sambil mengan
onik yang bisa kupastikan merupakan tayangan dari saluran televisi ikan me
ok Viana akan muncul di tempat biasa dan menemaniku bersantap. Namun, sampai aku seles
cap Titin yang membuatku
-hati," sahutku sambil mengikut
ndang makin terbatas. Tubuh kedua perempuan itu dengan cepat tertutup oleh kabut. Aku ber
rrrg
uuuk
ruu
kembali ke teras dan lari ke asal suara. Tubuhku yang hanya mengenakan pakai
ua sosok yang terbaring di tengah halaman
eduanya. Mencoba menyadarkan mereka d
ndekat. Tak lama kemudian tampaklah sosok Pak T
?" jerit Bu Ismi sambil mengang
Titin yang juga lemas. "Kenapa kalian jadi begini, Tin, Tari?" t
galungkan lengan Titin ke leher, kemudian mengangkat tubuhn
sangan suami istri itu mengangkat tubuh Tari dan menyusulku ke dalam rumah. Aku membaringkan tubuh Titin ke ata
engan cepat beliau mengoleskan benda cair berbau menyengat itu di dekat telinga dan hidung kedua anaknya. Ke
ari dalam teko, dan mencampurnya dengan air panas dari dalam termos. Ke
puan muda itu perlahan membuka mata dan memandangi wajah kami bergantian. Kemudian, dia ba
Titin setelah sep
a dengan tangan gemetaran. Meminum beberapa
saat setelah Titin terlihat lebih tenang. Sementara itu Tari juga
elanda itu, Pak," jawab Ti