The Blue Eyes
E
diri saat melihat kami melangkah masuk. Mata bulatnya m
kata pun perempuan muda it
at sambil mengarahkan jempol tangan kanan ke arah meja. Aku menangkapnya sebagai sikap mempersilakan
e atas piring dan mengulurkannya padaku yang segera menambahkan la
dikit melupakan pertemuan dengan Viana tadi dan f
t rakaat. Entah kenapa, saat ini aku ingin sekali mendekatkan d
luar kamar. Pak Tono sedang duduk di kursi. Di sebelah kirin
memasang pagar gaib di sekeliling villa,"
bergerak duduk di kursi
berpandangan. Ada banyak pertanyaan berkelebat dalam benakku. "Pasti Mas Anto pena
gubah posisi duduk hingga kami saling berhadap
itu memasuki rumah lagi. Tari masih ket
ingin dibukakan lagi pagar gaibnya. Atau, dipasangnya di sekit
g dengan sang istri. Mungkin mereka
tu tidak menakutkan?" tanya
n kuat agar terlihat bahwa aku betul-betul tidak takut bila
, Pak. Kenapa Mas Anto meminta ag
ty?" tanya Pak Tono
misterius. Selama beberapa saat kami saling menatap satu sama lain
*
engan senyuman lebar. Pria bertubuh tambun tersebut membuka pintu pagar sedi
sudah menunggu di dalam," ujarnya s
menuju rumah yang pintu de
um," sapaku se
asuk, Mas," sahut Risty
k beraturan saat mendapati d
g sederhana, rambut panjangnya diikat menyerupai ekor kuda
mengobrol nih?" tanya Kakek Munir--ka
ty langsung membalikkan tubuh dan jalan mendekati sang kake
mi Kakek Munir dengan hormat. Kemudian, duduk
entang asal usulku. Aku menjawab semua pertanyaan dengan sejujur-j
pan dari tangan perempuan tersebut, kemudian menyajikannya di atas meja, d
belakang itu tahun 1957. Saat itu kakek masih kecil. Mungkin usia kakek baru
Ridwan. Pelan-pelan diubah dengan menambahkan dua buah kamar di bagian
akhir pekan. Hingga akhirnya, setelah ayah kakek pensiun, beliau menetap di sin
tidak menyangka bila akan seramai ini sekarang. Karena dulu, kakek dan adik-adik pernah berseloroh. Bah
waktu sering main ke sini tiap akhir pekan, kakek dan adik-adik sering berma
temu dengan noni Bela
a tahun sebelum bu Viana dinyatakan pindah ke kota lain," jawab Pak Munir sambil mengusap wajahnya dengan tangan kanan. "Waktu itu juga seb
nyaku dengan hati berdebar. Benar-b
giatan sekolah hingga jarang ke sini. Mulai sering berkunjung kembali setelah
*
Kletak.
membuatku menghentikan aktivitas di depan laptop. Ber
tu kamarku. Menatap lurus ke depa
ri bahwa Viana sedang berjalan menghampiri sesosok pria yang
ak. Pria itu menyambut kedatangan Viana dengan tangan yang dirent
isikkan sesuatu, karena perempuan itu menanggapinya dengan tawa yang sangat renyah. Kemudian pri
dan menarik taplak meja di ruang tengah. Setidaknya benda i
g. Meninggalkanku sendirian dengan batin berkecamuk. Selama
likkan tubuh dan jalan masuk ke rumah. Tak lupa untuk mengunci pi
k mencari jawaban yang
ah pri
ahnya bisa sanga