Merebutmu Kembali
mastikan sang anak tidak apa-apa meski dia tahu anaknya tidak akan
eh pengin sendiri dulu." Sua
an. Namun, dia segera menyadari kalau sudah terlalu lama meninggalkan tamu dan suam
menyandar, merapatkan punggungnya. Kepalanya menengadah menatap nanar ke la
k dapat terbendung lagi. Hati Chandani bak diiris-iris, sakit, perih, pedih. Diukan. Sesak rasanya, tenggorokan terasa tercekat. Kemudian kedua telapa
dan kuat. Isak mengharu biru. Rasa nyeri di dadanya k
ng mengerikan. Dia sungguh tak tahan dengan semua itu. "Manusia menjijikan!" pekik Chandani dengan
isak, hingga napasnya memberat. Chandani tersengut-sengut cukup lama. "Aaaaaa! Bajingan!
bari diiringi tangis keras putri sulungnya. Pikiran kedua orang tua itu melayang tak berarah. Lamunan kia
membicarakannya terlebih dahulu dengan Chandani. Ini semua di luar ekspektasinya. Darma te
yang hebat mendera dada kirinya. Darma meringis. Tangannya memegangi dada dengan kuat seraya terbun
ak dia menghampirinya. "Pa! Papa! Papa kenapa?!" tanyanya panik. Langsung
g saat melihat wajah memutih ayahnya,
gil ambulance!"
egas meraih gagang telepon kabel un
keluar dari kamarnya. Dia melihat Miranda tengah ke
a pundak sang ayah. "Ma, Papa kenapa, Ma?" Suaranya terdengar parau sisa-si
a-tiba saja Papa kaya gini." W
embukakan pintu dan tak selang lama, para petugas medis pun datang deng
ke mobil itu untu
dapatkan penanganan. Chandani, Alia, dan ibunya
nya. "Andai saja aku nggak bersikap seperti itu! Andai saja aku bisa menahan amarahku!" racau Chand
Daripada Teteh kaya gini, mending Teteh berdoa sama Allah untuk kesembuhan Papa." Ta
melihat kakaknya sekacau ini. Kakak yang biasanya tenang dan terkendali itu kin
h menit, akhirnya dokter pun keluar. "K
i, dan Alia pun
aya, Dok?" Chandani de
keluarga segera mengurusi administrasi
. Air mata gadis itu p
uang darimana? Biaya operasi jantung itu sangat mahal.' Kalbunya. Miranda
iri tegak. Namun, usaha hanyalah usaha, tubuhnya tetap merosot tak tertahankan. Air
amun, Chandani berusaha untuk menenangkan diri. Dia harus berpikir jernih. La
k. Kami akan mengusahakan uang itu
n mengangguk lalu pergi bersama beberapa pe
o pun gegas menghampiri Ch
ak,
rimana untuk membayar biaya opera
erusahaan, Ma," tutur
tak habis pikir dengan apa yang dipikirkan si sulung. "Tapi ...." Be
tunggu dengan diam. Dia berpikir sejenak. 'Yang aku lakukan ini benar. Setelah nanti aku punya uang
an erat. Tangannya memegangi dada yang berdeg
hela napas panjang. "Gapapa, aku nggak korupsi. Aku cuma pinjam dan nan
dani lakukan. Kini ayahnya sudah dapat dioperasi. Mereka
panggilan yang masuk ke handphone Mir
apa, Ma? Angkat
n butik. Gapapa, nggak perlu diangkat. La
ikan dulu saja
ponselnya. Miranda mengepalkan tangannya ge
ena masalah," tuturnya dengan penuh kehati-hatian agar tak me
a. Kita sama sekali nggak punya t
ibunya barusan itu adalah selingkuhan sang ibu. Perasaannya kian
ang kembali mencuat di kepala. Bayang wanita itu tengah bercinta di kamar pas terus me
coba mengontrol emosinya. Sebab ini di rumah saki
p istigfar berulang-ulang. Dia memukuli dadanya yang berdegup tak karuan. "Ya Allah, tenan
dinding. Kepalanya memanguk dengan tatapan tak berdaya. Pikirannya kembali melayang ke masa silam saat musibah mema
nya. Maka, tolong kuatkanlah imanku, kuatkan jiwa dan ragaku dalam menghadapinya," tuturnya. Gen