Cinta Berkalung Noda
ng membuat mataku perih. Ya, aku menangis setelah menetapkan satu keputusan. Keputusan itu membuktikan bahwa ak
ya, pasti sudah menikahi Kusuma sejak lama. Namun, kenyataannya aku hanyalah pemuda yang miskin
ma melupakan cinta kami. Padahal, aku sendiri pun belum tentu mampu. Akankah seiring berjalannya waktu aku bisa melupakan Kusuma? Gadis yang s
tidak punya nyali untuk memperjuangkan Kusuma. Tidak bisa aku bayangkan apa yang akan dia rasakan. Bahkan, aku sudah memblokir nomor kontaknya. Besok, aku akan membuang nomor lamaku, lalu men
aku, Dik K
*
ng ke seberang pulau sana. Apakah Kusuma baik-baik saja? Aku yakin pagi ini dia sudah membaca pesan itu. Pesan yang akan memb
ini seperti ruang hampa yang gelap gulita. Ya, karena pelitanya telah aku singkirkan. Kusuma-lah yang selama i
lu. Aku menjadi tidak enak, berusaha menutupi apa yang sedang aku rasakan. Aku
tanya Pak Ha
mdulillah
m Andin mau mengajak
a,
kalian cocok. Sela
l hatiku masih galau dan merana. Apakah ini bertanda hidupku sudah tergadai? Jika tidak ada utang budi, tentu sangat mudah aku menolak perm
awa mati .... Itu tandanya aku akan menjalin hubungan bar
*
segera bangkit melangkah menuju pintu. Sudah dapat aku tebak sia
usaha tersenyum, walaupun rasa sakit
wakan belanjaanku." And
dia belanja, sehingga sudah larut seperti ini baru pulang. Kuangkat semua barang belanjaannya, semuanya
t?" Pertanyaanku membuat tatapa
atapku tajam, kemudian terlihat dia sedang me
iku?" Aku melangkah mendekati Andin, menaiki ranjang dan duduk
g. Lagian kalau aku nunggu kamu entah kapa
Dek? Kalau kamu ngakak ak
tubuhnya, lalu menaruh ponselnya di bawah bantal. Seakan-akan, ada sesuat
adinya aku nunggu kamu,
g salah dengan sikapku padanya. Jangan
Aku berharap Andin merespon pertanyaanku,
jangan ganggu aku lagi, aku ngantuk loh ini." Andi
r, mudah-mudahan warteg dekat
amar rapat-rapat. Rencanaku mengajak Andin makan di luar sudah gagal. Perut yang keronconga
menikmati udara kota Bekasi di malam hari. Jam segini, sudah mulai sepi tidak seperti di kota Jakarta. Aku melangkah pela
anya, apa yang dia lakukan di jam-jam seperti saat ini. Ah, untuk apa aku pikirkan itu? Lebih baik aku m
t lagi langkah ini. Akan tetapi, pada saat sudah dekat jantungku langsung berdebar. Aku melihat Kusuma sedang duduk di ban
nasi, ikan goren
ibungkus atau
Bu. Soalnya s
Mas. Silakan
Aku berlagak seakan tidak melihatnya, padahal jantungku tidak karuan sejak ta
an bahasa terkesan formal. Padahal waktu di r
ya, Bu
k. Pulangnya bareng saja, ya. Ya, se
h." Aku tersenyum cang
siap." Ibu penjaga wart
tanyaku sambil men
elas ri
memberikan uang pas. Kusuma pun ikut keluar, t
a. Dia berjalan santai di sampingku, seakan-akan tidak ada masal
k, Bang?" tanya Kusuma m
pa-apa kok. Dia lag
buat langkahku terhenti. Lagi, dia mengulang pertanyaan ya
erti itu?" Di bawah cahaya rembulan ak
," ajak Kusuma langsung menarik tanganku. Seperti
idak boleh mengikuti nafsu ini. Semua ini tidaklah benar. Segera aku tar
k. Aku ti
dari genggamannya. Kemudian dia menghela napas da
Aku segera melangkah
nar-benar melu
. Dari sini aku dapat melihat tatapannya yang dulu, yakni tatapan yang mengandung cinta. Apakah Kusuma
--