The School Devil
nya tersenyum-senyum melihat perempuan itu. Ia menunggu apa yang akan May
t, ya, Miss Mega," uca
duganya. "Gimana kira-kira,
ng ... walaupun pegel," sahutnya seraya mengaduk es tehnya lalu menyeruputnya untuk menginginkan kepalanya. Suasana kantin cukup ramai. Beberapa guru dan ju
bikin Miss Mayang pegel, ya?" tebak
menyuapi dirinya dengan kuah segar bakso. Rasanya mantap sekali mengisi perutnya yang kosong. "Hmm ... apa lagi ada dua ana
ru saja masuk ke dalam kantin. Mau tidak mau, pandangan mata Mayang bergerak mengikuti dagu Me
ngan kulit putih dan hidung yang mancung. Mayang menduga ia ada keturunan ras kaukasia entah dari
aka Samuel Jackson. Mayang ingat membaca nama itu di buku absensi kelas seni dan bahasa II tadi
t yang tidak tanggung-tanggung. Pantas
tangannya tanda menyerah. "Nggak ada guru yang be
apnya sambil tersenyum miris. "Tapi, masa, sih, o
alu s
dasar seperti bagaimana menjaga sikap dan sopan santun terhadap orang lain seharusnya sudah ditanam
*
oilet yang sedikit terbuka. Perempuan itu mengintip dari sela-sela pintu dan melihat seorang anak lelaki bertubuh tambun sedang berjongkok di dekat wastafel sambil melipat lengan di atas kepala,
entikan aksi itu. Ia mendorong pintu dengan kasar, membuat satu, dua, tiga anak lelaki yang
jauhi si anak tambun yang masih berjongkok dengan pakaian basah kuyub. "Kalian berhenti, ya, memb
jar. "Kasih tahu, Ka." Ia menyikut Raka yang berdiri di sampingn
p Raka seraya memandang sinis pada si ibu
engar, ya, Raka ... namamu Raka, kan? Saya tahu orang tuamu punya kuasa di sini. Tapi, bukan berarti kamu bebas berbuat seenaknya. Saya tidak bisa membiarkan ada bullying terjadi di depan mata saya. Saya rasa orang tua kalian j
akal nyesel!" ancamnya. Pemuda itu mengibaskan tangan memb
menghampiri si anak tambun yang masih duduk di pojokan. "K
p anak itu kikuk. Ia pu
a. Ia pasrah jika harus dipecat karena melawan pemuda itu. Yang penting, ia bisa mencegah bullying yang terjadi di dep
*
ggunya selama ini karena mereka masih sayang dengan pekerjaan masing-masing. Entah karena guru baru itu tidak tahu siapa dirinya, atau memang ia terlalu nekat, yang jelas, guru baru bernama Mayang itu
lelaki berambut cepak dan bermata bulat meny
yeringai. Ia merasa senang memiliki mainan baru. Membully sesama siswa sudah biasa. Tapi, membully guru, akan lebih m
a yang bertampang oriental. "Gue, sih, lebih pengin ngerjain dia dengan cara
emukul puncak kep
an pengin nyobain cewek yang lebih tu
akunya dan mengeluarkan sebungkus rokok lalu mengambilnya seba
*