The School Devil
k napasnya dalam-dalam. Memantapkan dirinya untuk memasuki bangunan yang
di depan loker memperhatikannya. Sebagai guru baru, tentu saja Mayang sedikit menarik perhatian mereka. A
k-anak orang kaya yang bandel dan pembuat onar. Ia sudah menyiapka
koridor. Sampai di sana, ia mendorong pintu bercat abu-abu yang sedikit terbuka itu lalu masuk ke dal
an berkaca mata yang sepertinya berumur tiga puluhan, lalu seorang laki-laki paruh baya
a menyambutnya dengan ramah. Si perempuan berkaca mata bernama Mega, si laki-laki par
bil menyalami satu persat
kan barang-barang di atas meja yang terdapat papan
ap Mega seraya mengerling ke arah Mayang. Perempuan itu membalasnya dengan senyuman
ah," kekeh Mayang membuat perempuan yang d
?" Mega membuat tanda kutip dengan dua jar
ja saya nggak kena ment
di sini. Nggak yang cewek, nggak yang cowok, sama aja rusuhnya. Maklumlah mereka anak-anak orang kaya yang kur
tar lagi akan dibawanya ke kelas. Guru-guru lain mulai berdatangan dan m
diatur, Miss. Saya cuma ngingetin aja,
a pun menjadi guru di sekolah ini. Mayang sudah merasa sangat beruntung bisa mendapat pekerjaan ini. Ia baru setahun lalu lulus kuliah,
awai negeri. Mereka susah payah menyekolahkan Mayang hingga ke perguruan tinggi. Untung saj
pernah bekerja part-time di sebuah restauran fast food. Mayang sudah terbiasa hidup berkesusahan.
*
kaiannya yang sebenarnya sudah rapi. Rok panjang sampai di bawah lutut, lalu kemeja putih sedikit kebesaran yang ujung bawahnya ia masukkan ke dalam rok, dan sepatu vintag
dan asik mengobrol dengan suara keras. Sementara murid laki-laki sibuk dengan kegiatan mereka sendiri. Ada yang bermain skateboard berkeliling kelas seraya menjahili murid-murid perempuan dengan menarik rambut, mend
seorang murid pun yang menyadari kehadirannya. Atau mungkin mereka memang tidak
etuk papan tulis beberapa kali. Suara ketukan memb
pa,
baru
lau ia akan merasa segugup ini berhadapan dengan anak-anak itu. Bagaimana tid
lle Mayang Lestari (namaku Mayang Lestari). Saya guru bahasa Perancis kalian yang baru." Mayang menelan sal
las itu meskipun tidak ada satu pun yang menyahut. Biar saja. Yang penting i
ita Da
l Putri
ian Adi
m buku absensi. Tidak ada seorang pun yang menggubris pa
ue. Kant
man yang mengikutinya. Anak itu berkulit putih bersih dengan wajah kebule-bulean. Tampan
hat. Silahkan duduk di kursi kalian," pinta May
ang dengan sinis. "Guru baru aja belagu!" umpatnya. Dengan santainya ana
a etika. Berbicara dengan gurunya sendiri memakai bahasa lo-gue dan memaki
o pekerjaannya. Ia sekali lagi meyakinkan diri sendiri bahwa pekerjaan ini sudah sangat bagus untuknya. Apalagi
isi ruang kelas yang gaduh. Terserah saja. Perempuan itu tetap
*