Pelayan Ranjang Maduku
ingin bangun siang, pesan kopi lewat aplikasi, lalu luluran sambil nonton serial favorit di kamar yang sejuk. Apalagi se
i, gedoran pintu kamar s
ongan tante-tante dari kampung udah di depan,"
nutupi kepala. "Mas, ini jam tujuh. Sabtu.
bulan lalu. "Ya namanya juga orang tua, pengen cepet-cepet liat rumah menantunya yang baru naik jabatan.
nggir kasur. Kepalanya berdenyut. "Mereka sarapan apa? Biar
bilang, 'Masakan Kalila kan paling enak, masa kita ke sini cuma dikasih makanan plastik'. Jadi,
a pagi karena nyelesain laporan. Aku capek banget. Kenapa nggak pesan katering aja?
en liat kamu pantes nggak jadi Senior Manager di rumah juga. Masa di kantor hebat, di dapur paya
kan, memetik satu dua helai bayam, sambil memberikan instruksi
sudah ada Bu Lastri dan dua saudaranya, Tante Rosa dan Tant
di kampung mah udah selesai nyuci daster,"
wab Kalila singkat, mencoba tetap sopa
u Lastri. "Itu Kal, Ibu udah beli daging rendang dua kilo. Dimas juga ikut, dia pengen b
ang asyik teriak-teriak main game online di ponselnya, kaki diangkat ke atas kur
ar dulu ya, Bu
rin dong, kasian kamu bawa bela
ya kotor banget mau dipake nanti sore buat nganter
anjaan yang makin lama makin berat. Bahunya perih, kakinya pegal. Sambil menawar harga cabai yan
lila harus mulai memotong daging, menghaluskan bumbu, mengupas bawang yang jumlahnya sekilo sendiri. As
wa dan obrolan terdengar riuh. Arkan, Bu Lastri, dan tante-tante itu sed
yak Kalila. Udah pinter cari uang, pinter
astri bangga. "Dulu kan Kalila nggak kayak gini. Sekarang mah apa-
nya. Nurut? Bimbing? Yang ada dia merasa seperti robot yang sudah d
ya! Aku lagi sariawan nih!" teriak Dimas
ng di rumahnya sendiri. Dia yang membayar kontrakan ini, dia yang membeli kompor ini, dia yang membeli semu
ah hampir pingsan karena kelelahan dan lapar.
n dengan semangat, seolah dia yang
ambal-semuanya ludes dalam sekejap. Mereka makan dengan lahap sambil t
Lastri setelah suapan ketiga. "Dagingnya juga kurang
"Tadi Ibu bilang jangan kelama
a. Harus pas. Namanya juga masak buat orang tua, h
. Dia melihat Arkan yang sedang asyik nambah rendang untuk ketiga kalinya. Suam
Mereka semua beranjak dari meja makan kembali ke sofa untuk nonton TV, meningg
tu pinter masak begini, tiap minggu bisa makan e
ukan piring itu den
irahat bentar, kepalaku pusing banget," bisik Kalil
a aku yang nyuci piring? Malu dong diliat Tante sama Ibu. Cowok k
Dari pagi aku belum duduk!"
ih, tinggal cuci piring aja kok repot. Kamu kan biasa kerja berat di kantor,
rgi begi
ejekan yang menusuk telinganya. Dia mulai mencuci piring satu per satu. Air
punya kuasa atas ratusan orang di kantor, dia punya gaji besar, tapi di sini... di sini dia bahkan lebih rendah da
elana bergetar. Pes
luran? Atau lagi jadi Chef Dad
ingin curhat, tapi dia terlalu malu. Malu karena dia tahu dia nggak mengikuti na
satu! Haus nih abis makan
ngambil gelas, mengisinya dengan air putih bias
an gelas itu di depan Dimas de
oang? Es jeruknya man
n aku cuma dua, dan aku bukan pelayan kamu," jawab Kalila d
Lastri menoleh dengan wajah kaget. Arkan
u ngomong gitu sama ad
num enak, tolong hargain orang yang nyiapinnya. Jangan cuma tau pesen ini-itu tarakting, matanya berkaca-kaca. "Ibu cuma mau kumpul keluarga, ko
bu nganggep tenaga saya itu gratisan dan n
ndengar Arkan menggedor pintu, memanggil namanya dengan penuh emosi, dan suara Bu Lastri
ega. Untuk pertama kalinya dalam dua tahun, dia berani bersuara. Meskipun dia tahu, setelah ini badai besar akan datang
pada titik di mana dia tidak bisa lagi berpura-pura semuanya baik-baik saja. Dia menatap map biru di atas meja riasnya-map ke
sin ATM yang juga merangka