icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Pahitnya Pengkhianatan

Bab 4 Hari ini ia mendapat pekerjaan besar

Jumlah Kata:2490    |    Dirilis Pada: 27/10/2025

itu duduk di depan cermin, menyisir rambutnya pelan sambil menatap pantulan dirinya sendiri. Hari ini ia mendapat pekerja

bukan soal pekerjaan itu, melainkan se

dion A

s ingin menjemput Fina setiap pagi. Dan t

pa riasan tebal, hanya bedak tipis dan lip balm. Rambutnya diikat setengah, gaya

datar, tapi matanya tampak s

juga ternyata," jawab Fi

elalu siap sebelum semua orang

ma, dan seperti biasa, suasana di antara keduanya terasa... aneh. Tidak benar-benar canggung, tapi juga tid

mengenakan kemeja biru tua dan jam tangan kulit cokelat yang tampak elegan. Namun yang menarik perhatia

anggil F

H

atan kepiki

menoleh. "Nggak. Aku cuma

ng bisa bohong dengan mey

justru cukup ah

ingin tapi menyiratkan beban. Ia ingin bertanya lebih jauh, tapi m

g dengan gaun berkilau, sementara Fina dan timnya sibuk bekerja di bawah tek

" tanya Fina di sela-sela m

asin

gangkat alis. "Kamu

da seseorang yang juga

ia

ngannya mengarah ke pintu.

ina otomatis berhenti bergerak

lalu

"Seseorang yang dulu

usaha tetap tenang, menyembunyikan keterkejut

bagaimana reaksinya nanti ke

as," balas Fina cepat, suarany

n sesuatu di matanya. "Mungkin buat kamu formalitas

ah kaki yang terdengar. Namun di dada Fina, sesuatu terasa bergolak - antara r

utama, lampu kristal berkilau di langit-langit ballroom megah itu. Para tamu me

model yang ia rias tampil sempurna. Namun matanya tak s

jalan menghampiri Rai yang berdiri di sudut ruangan. Senyuman wanita itu lem

iapa dia. Ia tahu, itulah "

tu dengan nada manja. "

ekilas, tersenyu

atap dari jauh tanpa bi

tertawa pelan seperti tak ada jarak di antara mereka. Dari jauh, Fina mencoba

jutkannya. Ibu Valeria muncul di sampingnya, menata

"Saya cuma memastikan make

tu wanita yang dulu meninggalkan Rai demi

eh cepat.

pertinya, di

Fina tanpa alasan jelas. Ia tidak punya hak merasa cemb

tage. Satu per satu orang meninggalkan ruangan hingga hanya tinggal ia s

bareng Oma?" tanya

udah d

napa kamu

nyari

a - lembut, hampir seperti penyesalan. Fina

da

an

minta

kamu

u yang minta

gernyit.

ergi, aku nggak berusaha menahannya. Aku p

k tahu harus berkata apa. Ia hanya menatap mata Rai yang ta

lalu kamu sedalam itu

gin itu," jawab Rai pelan. "Tapi

paham s

nggak mau kamu pikir aku

peduli apa ya

lama. "Karena

dalam cara Rai mengucapkannya - bukan sekadar s

an berkedip lalu padam sesaat. Suara hujan mulai t

a mati?" g

ponselnya. Cahaya hangat menerangi wa

tara mereka terasa menipis. Rai menatapnya dengan c

aku bilang aku mulai nyaman sama

ggak tahu," jawabnya jujur. "Aku be

nap

u percaya, aku ta

alam kegelapan, hanya suara hujan yang terdengar, t

mun di antara hujan yang terus mengguyur dan lampu jalan yang m

ggebu, tapi benih kecil yang tumbuh di

mereka rencanakan, tapi mulai te

lam itu, hidupnya tidak

di sofa panjang, memeluk lututnya sambil menatap foto pernikahannya dengan Ardan di meja kecil. Ada senyum bahagia di sa

ng digenggam erat, bahkan dibawa ke kamar mandi. Fina sempat berpikir itu hanya urusan pekerjaan, sampai

kira sudah terkubur bersama lembar masa lalu Ardan. Tapi ternyata, masa lal

alah. Karena di tengah kebisuannya, ia juga menyadari sesuatu yang tak kalah menyakitkan-ia mulai jatuh cinta. Bukan pada bayangan

r. Lelaki itu muncul dengan rambut sedikit berantakan, masih

. "Belum," jawabnya p

ing skip makan. Kamu nanti sakit." Ia berjalan men

njak. "Kamu pulang cepat hari ini,"

angnya, menatap Fina yang menunduk. "Aku cuma

rdan yang diletakkan di sisi meja. Layar ponsel itu gelap,

yang lain?" pertanyaan itu melu

epat, tampak kaget

ergetar namun tegas. "Aku lih

ing terdengar jelas, menggema di ruang yang tiba-tiba men

engetuk meja pelan. "Dia cuma

"Teman lama yang dulu

ina yang kini berdiri, wajahnya memer

brol, minta maaf atas masa lalu. Aku nggak mau bi

ya meninggi. "Kamu pikir aku nggak bisa lihat caramu berubah bela

as dalam. "Fina, j

aku cuma pengin tahu, aku ini siapa buat kamu sekarang, D

u aku nggak kayak gitu. Aku menikah sama k

belum sepenuh

a. Ia tahu Fina benar. Ia berusaha keras melupakan Alya, tapi ketika nama

. "Aku cuma minta satu hal, Dan. Kalau kamu masih belum bisa sepenuhnya lepas dari dia, tolong jangan bohon

pisnya perlahan. "Aku cuma butuh waktu,"

n berdiri sendirian di ruang tamu, bersa

ementara Ardan tertidur di sofa ruang tamu. Ia menatap langit-langit kamar yang ge

menyakitinya, karena ia jatuh cinta pada seseorang yang mungkin masih memandang ke belakang. Ta

membuat kopi dan roti panggang. Ia tidak menyangka Ardan su

sapany

h, matanya l

yang berani bicara lebih dulu sampai Ardan menarik n

mengaduk kop

udah lewat." Ia menatap Fina serius. "Aku nggak mau kehila

justru membuat dadanya semakin sesak. Ia tahu Ardan berusaha tu

hapus sesuatu cuma karena aku marah. Aku cuma pengin kam

ela, ke taman kecil yang dulu mereka tanami bunga

tuk membuat Fina

reka tetap bersama di bawah satu atap, tapi seper

ia melukis. Dulu, Ardan sering datang menemaninya, membawa teh hangat sambil me

ta kanvas baru, ponselnya bergetar.

nggak pernah benar-bena

tung berdebar. Ia tak perlu b

tar saat membalas

datang

mukan lagi, dia nggak akan pergi tanpa

erasa dingin. Dunia yang baru saj

ang baru pulang. "Alya hubungi

an pintu, wajahnya la

i nggak akan pergi tanpa pam

a kasar. "Dia nggak se

am. "Jadi benar? Ka

Dan diam, bagi Fina, adalah bent

rapan buat dia," ucap Fina lirih. "Kamu n

dari mana buat perbaiki ini. Aku berusaha, Fin, sungguh. Tapi masa lal

a ia sadar, cinta tidak selalu tentang menang. Kadang cinta adala

cuma minta... kalau kamu suatu saat sadar siapa yang ben

lama. Ia tahu, malam itu bukan akhir, tapi awal dari jara

u tumbuh semakin dalam, seperti benih ya

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka