Pahitnya Pengkhianatan
/0/29031/coverbig.jpg?v=00208c5b2509ded226403ee5c6c3c406&imageMogr2/format/webp)
selalu menempel di hidungnya seakan menjadi perisai dari dunia luar. Rambutnya yang sebahu dibiarkan acak-acakan, t
kut makeup-an sekarang?" suara as
sana selalu membuatnya merasa terjebak dalam dunia yang bukan miliknya. Dunia glamor, kamera, dan sorotan lampu panggung bukanlah tempat Fina m
hadow, dan lipstik dengan presisi yang membuat banyak orang terkagum. Namun, di balik kemampuan profesi
engan rasa sepi yang ia bungkus rapat-rapat. Sekolah, kerja paruh waktu, dan tanggung jawab rumah tangga menjadi teman sehari-hari Fina. Ia tumbuh mandiri
gannya selama tiga tahun terakhir, dan setiap kali Ibu Valeria meneleponnya, ada getaran tegang di dada Fina. Ibu Valeria bukan wanita biasa. Ia cerdas, t
ius tapi tenang. "Fina," panggilnya. Nada suara itu membuat jantung Fina berdebar. Tidak ada desaine
udio," lanjut Ibu Valeria. Fina menelan ludah,
menghargai bakatmu. Kau selalu profesional, cekatan, dan kreatif. Tapi aku di sini bu
ingung. "Pribadi,
apas. "Fina... aku ing
rputar sejenak. Ia menatap desainer itu, mencoba menangkap n
mencoba terdengar tenang, mes
Cucu ku-Radion Ardhya. Aku ing
seorang wanita seperti dirinya-hidup sederhana, acuh pada penampilan, dan penuh luka masa lalu-dimin
rius?" Fina h
gat serius. Dan yang lebih p
Bagaimana mungkin? Ia bahkan belum pernah bertemu Radion secara
ng dengan kacamata besarnya, rambut acak-acakan, dan sikap defensif. Ia merasa canggu
an, dengan rahang tegas dan mata yang tajam, tapi ada kesedihan tersembunyi ya
tapi penuh perhatian. "Aku deng
n anggukan hati-hat
ada jarak yang jelas di antara mereka. Fina menyadari bahwa meski ia digada
menatap jauh ke luar jendela. "Aku sudah terlalu tua untuk menunggu l
ut. "Kedua
tapi aku ingin kau tahu posisi kita dari awal. Tidak
Antara takut, bingung, dan entah mengapa ada sedikit rasa p
ti latihan menghadapi dunia yang tidak familiar. Mereka makan bersama, berbincang sebentar, dan kadang hanya
belum sembuh, dan sebuah kerinduan pada hal yang hilang. Fina merasa tertantang untuk mengenal sisi la
s makeupnya, ponsel bergetar. Pesan dari Radion muncu
biasa. Dengan ragu tapi penasaran, ia berjalan menuju balkon, dan me
.. tidak tahu kenapa, tapi aku ingin kau tetap di sini. Buk
kap formal yang selalu ditunjukkannya. Ada kehangatan yang
sakan kehadiran satu sama lain. Fina tahu, perjodohan yang mereka jalani bisa saja berubah men
kenyataan dan luka masa lalu? Fina menatap Radion, mencoba menangkap sinyal dari pria yang terl
n siapa pun, bahkan untuk orang yang terbiasa dengan kemewahan. Setiap sudutnya dipenuhi pajangan kristal, lukisan
ula ia berusaha menyesuaikan diri dengan suasana rumah yang penuh tata krama tapi minim kehangatan. Semua orang di rumah itu
k canggung dalam balutan gaun sederhana berwarna krem. Rambutnya kali ini diikat rapi atas permintaan Ibu Valeria. Kacamata b
menjatuhkan sisir dari tangan
di
ng keluarga-pertemuan pertama mereka di
iasanya. Ada sesuatu dalam diri pria itu-Radion-yang selalu membuatnya tidak nyama
u siap?" suara dalam nada bari
. sebe
setelan jas abu-abu lembut, dasi hitam yang terikat
up," ujarnya tanpa senyum. "I
ikin aku tambah gugup," ja
terangkat, entah mengejek a
ah menunggu. Di sepanjang perjalanan, Fina lebih banyak diam, menatap keluar jende
a. "Aku tidak tahu harus bersikap bagaimana nanti. Aku b
las. "Kau hanya perlu
an di depan orang-orang yang menilai dari cara d
sel di pangkuannya. "Kalau mereka bertanya kenapa aku setu
kan kening. "
ing jujur yang b
k ada yang berbicara lagi hingga m
akan tatapan-tatapan menilai dari sepupu-sepupu Radion dan tante-tante elegan yang duduk berdere
duduklah di
nnya dengan gugup. Sementara itu, suara bisik-
up artist
agak terlalu polos
ngkin neneknya t
k mendengar, tapi p
. Ia bahkan sempat menyesap air mineralnya deng
dan berkata, "Kau tahu, Fina, di keluarga ini biasanya calon istri diuji dengan pertanyaan-pert
enatap wanita itu dengan tajam. "Dan siap
punya hanya bisa menunduk, p
pria itu membelanya tanpa ragu. Ada sesuatu yang aneh merambat di dadan
ghirup udara segar di balkon hotel. Ia merasa perlu mengatur na
utnya yang lepas dari ikatan. Ia memejamkan mata, mencoba menenan
nnya dimasukkan ke dalam saku
si 'baik-baik saja' agak luas
langkah darinya. "Kau tidak h
natap langit lagi. "Aku hanya belum terbiasa berada
erkata pelan, "Mereka menilai karena
api getir. "Dan kau t
ya jujur. "Tapi
tapi keinginan nyata. Ia menoleh, menatap mata Radion, dan untuk sepersekian detik, waktu te
ergetar. Ia menatap layar sejenak, lalu wajahny
Tanpa penjelas
eka nanti tidak akan mudah. Dan hari itu menjadi pengingat betapa jauh ja
idak ia sentuh hari ini. Di atas meja, ada amplop putih berisi undangan pernikahan
lvera & Rad
tu dengan jari. Terasa ding
pikirnya. Tapi tentang takdir yang
ka, Ibu Valeria berdiri di ambang pintu deng
Ibu m
tu,
memperhatikan Fina yang masih menggeng
aku belum sepenuhnya mengerti mengapa
idak ingin dia menua sendirian. Dan ketika aku melihatmu bekerja, aku tahu... k
akut. Ia tidak ingin menjadi "obat" untuk luka orang lain
imana kalau ternyata aku buka
awal, Fina. Tapi dua orang bisa belajar untuk me
berdiri di depan jendela, menatap halaman luas yang diselim
ntara Radion-yang datang setengah jam kemudian-tam
Fotografer berulang kali meminta mereka untuk
fotografer. "Tangan di pinggang cal
yang hangat-lebih seperti tatapan bing
lama, kau tidak akan kabu
"Kalau aku kabur, siap
momen itu. Klik kamera terdengar, dan entah bagaimana, senyum yang muncu
ujan pertama jatuh di bahu Fina, diikuti gerimis yang cepat berubah
air hujan mengguyur wajahnya. Rasanya seperti cuci be
ri kejauhan, lalu mendekat perlahan. Ia menga
sakit," ka
," jawab Fina, tapi
ngar di bawah deras hujan, "Aku tidak tahu kenapa... tapi setiap kali
a, dan tanpa sadar, ia tersenyum. "Mungkin karena
alinya sejak perjodohan itu dimulai, ud
melainkan menenangkan. Seolah dua hati yang terluka
mungkin memang dimulai tanpa cinta, tapi buka