Pahitnya Pengkhianatan
ela apartemen, menyinari meja makan yang kini tidak lagi sepi. A
yang ia temukan tergantung di kursi. Ia tidak tahu kenapa memil
kemeja abu terbuka di bagian atas, dan ekspresi seteng
i bajuku?" ta
les selai ke roti.
iknya?" tanya Rai, kali ini dengan nada
merah di pipinya menjawab sendiri. "Sar
di kursi sambil menatapnya lekat. "
a. Ada fitting mendadak untuk
ngguk. "A
at. "Nggak usah. A
ng di kantor nenek bakal pikir aku suami yang nggak ta
, mereka nggak akan heran kalau aku datang s
hela napas. "Kamu sela
aku nggak akan bertah
depannya, wanita yang selama ini ia anggap lembut dan penurut
a model berlalu-lalang, kain berwarna-warni memenuhi ruangan
an seorang model ketika suara le
ina, s
dengan gaun berwarna lavender dan senyum khas yang se
segera menghampiri dan
ab, hm?" tanya Valeria, nada suaranya seolah sekadar
ludah. "Kami
memang butuh waktu. Tapi jangan lupa, pernikahan kalian bukan ha
duk. "Saya
intar, Fina. Tapi ingat, dunia mode ini keras. Kalau
ksudnya - jangan sampai Rai tampak sendiri di depan
embuka bekal sederhana yang ia bawa dari rumah - nasi, telur dadar, dan
uka bawa
sana - tinggi, berkulit sawo matang, dengan
umamnya t
tanpa diundang. "Aku kira kamu udah lupa sama
bercanda. Kita putus
tawaran kerja di luar kota. Aku pikir kam
bahkan ngg
seolah menyerah. "Tapi sekarang aku balik
?" Fina menat
, dan aku bagian koordinasi t
am - terutama ketika mempertemukanmu dengan
ya lama. "Kamu keli
m art
ia. Sekarang..
tersenyum. "Mungkin kare
berujar pelan, "Jadi kabar itu benar?
idak m
cint
na terdiam cukup lama sebelum berkata, "Aku bahkan b
. "Kalau suatu hari kamu butuh teman bicara, aku masih s
il. "Kamu nggak
bikin aku pengen
men, meletakkan tas, dan langsung menyalakan lampu ruang tamu. Tapi l
sudah di rumah. Biasanya jam
g?" tanya Fi
kan." Rai menatapnya lurus,
n ludah. "T
Di dalamnya, jelas terlihat Fina seda
pa d
itu, lalu menatap
mata. "Dari cara dia mena
ginnya membuat jantung Fina berdebar
Orang-orang di sekitar Valeria cukup lo
uara Fina meninggi sedikit. "Aku bahk
rlahan. Tatapannya menusuk, membua
katanya pelan. "Kamu mas
ndengar detak jantungnya sendiri. Ia tidak menyangka Rai akan cembu
" jawab Fina akhirnya,
menghela napas dan berja
alkan Fina berdiri sendirian dengan
vabrata yang makan siang dengan pria lain" sudah beredar cepat di kalangan sta
alat makeup, Rico mu
nget, ya?" Fina
ebih suka cerita buruk daripada hasil
u udah terbiasa ja
co menatapnya serius. "Kalau me
a-tiba suara berat dari arah p
datang di wakt
i mata dingin seperti salju. Para staf langsung
Rico, nada suarany
nya dengan senyum tipis yang tidak
lan." Rico mengulurkan tangan,
il," katanya singkat seb
ajahnya penuh kekhaw
njang. "Aku juga capek menjelask
n tipis dan radio yang nyaris tak terdengar. Fina duduk me
melepas jas dan duduk di sofa, menata
pa aku marah?"
ain tahu pernikahan ini cu
na aku sadar aku nggak suka
ter
li lihat dia di dekat kamu, aku ngerasa sesuatu yang nyakitin," lanj
dekat. Ia berjongkok di depannya, menat
n. "Mungkin kamu cuma takut kehilangan
itu berubah - lebih lembut, lebih
sengaja. Detik itu, keheningan me
n, menatap lampu-lampu kota. Angin membawa
mendekat. Rai berdiri di belakang
arah?" t
dik
eh padanya. "Aku nggak punya hak buat ngatur hidu
mu tahu nggak, Rai? Kadang aku bingung. Kamu bisa sa
atu sisi kamu lembut, di sisi lain kamu keras kep
sing. Tapi di antara kepulan uap, ada sesuatu yang
mereka mulai saling peduli
it yang masih bas
ra-pura perlahan belajar bagaimana r
yang menggantung di langit-langit. Fina menatap dari balik jendela besar, secangkir kopi hitam di tangannya suda
kan itu di mana dirinya dan Rai harus berakting sebagai pasangan yang harmonis di had
terduga. Seperti kemarin, ketika Fina sedang makan bakso di pinggir jalan, pria
ikan kamu makan," ka
apakah pria itu benar-benar pedul
pintu studio. Fina menoleh cepat, jan
soal iblisnya,"
t berantakan, ada titik-titik air hujan yang menetes dari ujung poni ke pipinya. Ia tampak seperti
an lagi?" tanya F
an pelan ke arahnya, menatap mej
erja se
istennya
amu pulang.
i bisa nyuruh aku pul
sebelum menarik kursi d
ma formalitas. Ing
malitas juga sa
uk kopinya yang sudah dingin. "K
mpat Fina menyimpan foto-foto hasil riasan klien. "Aku nggak pura-pura," uca
mbuat Fina spont
, ekspresinya datar kemb
a. Ke
ntar p
h, tapi aku
keluar. Fina menatap punggungnya yang menjauh, dan untuk alasan ya
i embun. Rai menyetir dalam diam. Radio men
a datang ke studionya
amu belum
ana kam
cak di mo
ir menjerit. "Kam
Oma yang nyuruh. Dia khawatir
"Oma kamu terlalu ba
irnya terangkat sedikit. "Mung
da Fina spontan
ana di dalam mobi
rusaha menyembunyikan wajahny
. Fina ragu sejenak sebelum keluar. Hujan masih deras, dan langkah mereka di bawah payung terasa c
temen, Fina menoleh. "Mau mampi
n menetes di ujung daguny
ggak akan tahan lihat isi apar
at yang lebih
h
ti
itu candaan atau serius. Tapi pria itu hanya menatap balik de
nunggu balas
enit, menatap punggung Rai yang semakin jauh. Entah
ukan di pintu. Ia membuka mata dengan malas, ramb
." gumamnya sambil berjal
ibuka, Fina la
ngan jas abu-abu rapi,
sapany
jam berapa bangun? Dunia aja belum
aku bawa
tuk
uk k
Rai masuk begitu saja, meletakkan
n kamu
si w
nggak
ib
milih data
r kita harus mulai belaja
nya lama, mencoba membaca ekspresi wajah pria
karang kamu ngo
iga. Katanya, kamu ke
amu pe
ri yang k
balas. Hening melingkupi ruangan kecil itu. Rai membuka
u ma
Ken
kayak hasil pe
i en
lihat
adari rasanya benar-benar enak, tapi tentu saja, ia tidak akan
na ra
dima
puj
fak
dan hangat, membuat Fina hampir melup
n dapur, sementara Fina memandangi punggungnya dari jauh. En
terlalu serius, tapi kini ia mulai melihat sisi lain-
nya lagi, seperti semalam. Namun kali ini, sebel
ok aku bakal jem
uk a
alasan buat liha
Fina berdiri mematung, la
ang aku mulai jatuh cin
uncul di wajahnya s