Kau Menebar Dusta di Hatiku
l di taman, tangannya menggenggam sapu lidi, tapi pikirannya jauh dari pekerjaan. Ia mendengar sua
k, menyusuri setiap sudut, memastikan tidak ada yang mencurigakan. Liyana, yang biasanya dapat mengatur ritme
Rafly dari tangga utama. "Liyana, ikut aku sebentar." Suaranya
erti sebelumnya. Ia mengikuti Rafly ke ruang perpustakaan, tempat yang jarang ia masuki sendi
amu melihat dokumen ini dengan cermat. Tapi aku j
Pak, saya berusaha," jawabnya perlahan. Tapi ia ta
ku merasa kamu terlalu menahan diri," katanya, suara serak tapi pe
Tapi tatapan Rafly menembus hingga ke tulang. Ia mera
awasannya membuat udara di sekitarnya terasa berat. Ia berhenti sejenak, mengamati jendela perpustakaan dari kej
ima telepon dari Alvin. Suaranya te
ek baru yang bisa mengancammu jika gagal. Jangan biar
ai menimbulkan sakit kepala, tapi ia tahu harus tetap fokus. Tidak ha
ak bisa menolak, meski hati kecilnya berteriak agar ia menjauh. Di mobil mewah Rafly, Liyana duduk di kursi samping
enghargai ketenanganmu. Tapi ada sesuatu yang membu
beberapa hal perlu hati-hati, Pak." Suaranya terdengar datar,
atan, mengamati gerak-gerik tamu, dan memastikan tidak ada yang memperhatikan kedekatannya dengan Rafly. Namun, salah satu investo
n hanya fisik, tapi juga mental. Rafly menatapnya sekilas, lalu berkata, "Kamu heb
erjebak. Ada ketegangan yang meningkat, godaan yang tidak b
di balkon, menatap lampu kota yang berkilau
u. Jangan biarkan Nadya atau orang
riga, Rafly semakin dekat, dan Alvin terus menekan. Ia mulai bertanya pada dirinya sen
: surat yang menunjukkan hubungan rahasia Nadya dengan salah satu investor. Itu bukan se
ni. Sekali langkah salah, Nadya akan mencurigainya, tapi di sisi lain, ini adalah kesempatan yang bisa men
yang kamu pegang?" Suaranya rendah, tajam, tapi ada n
tergagap, mencoba menutupi dokumen itu. N
yang tidak bisa Liyana jelaskan. Ia tahu satu hal: malam ini, semuanya akan beru
di sana, tangan gemetar, menyadari bahwa hidupnya tidak lagi bisa sama. Setiap langkah yang ia ambil
lepon dari Galih, investor yang mencurigai
an aku ingin bertemu.
runtuh; bukan hanya misi, bukan hanya godaan Rafly, tapi intrik yang le
belum selesai, dan badai baru, le
ah Rafly, menatap pohon-pohon tinggi yang bergoyang diterpa angin. Daun-daunnya berjatuhan, menyapu rumput basah. Angi
dah mengirim pesan yang jelas menandakan ia mengetahui rahasia Liyana. Tidak hanya itu, Nadya semakin agresif, menyelid
klien asing. Ia tahu, kesalahan sedikit saja bisa membongkar posisi rahasianya. Suara langkah di lantai kayu m
fly memulai, suaranya rendah tapi te
tapi hatinya menolak berpura-pura. "Hanya.
dokumen. Sentuhan itu sederhana, tapi cukup untuk membuat Liyana me
interaksi singkat antara Rafly dan Liyana. Senyum tipis muncul di wajah Nadya-senyum yang bukan tanda
menerima telepon dari Alvin. S
cepat. Jangan sampai Rafly mengetahui hubungan rahasia yang sedang
keluarga, godaan Rafly, kecurigaan Nadya, dan ancaman Galih membuatnya terjep
emantau setiap gerakannya. Liyana menyadari, ini bukan tamu biasa. Rasa waspada menyeruak. Ia segera menutup tirai, m
menyiapkan presentasi untuk klien besok," ucapnya sambil menatap layar laptop. "Tapi
seluruh tubuhnya. Setiap kali Rafly berbicara
pada tugas ini tanpa menyerah pada perasaan? Bagaimana jika Nadya menemukan ses
bus rambutnya, membawa aroma hujan. Ia menutup mata sejenak, mencoba menenangkan diri, tapi kepalanya
ang. Liyana menoleh, melihat Rafly berdiri di amba
anya pelan. "Ada sesuatu yan
rahasianya? Ia menarik napas panjang. "Tidak, Pak. Han
kin sempit. "Kamu harus jujur padaku, Liyana.
jahnya memancarkan kecemburuan dan curiga yang tidak bisa disembunyikan
ian, menyadari adanya ketegangan yang tidak biasa. "Aku tahu ada ya
n agresif, Rafly semakin dominan, dan dirinya be
iyana bergetar. Sebuah pesan
gin selamat, temui aku malam ini di par
seseorang yang lebih dekat dari yang ia kira. Ia menyadari, malam ini segala sesuat
elama ini, semua rahasia yang ia pegang, sekarang menjadi taruhan hidup
n. Ada sesuatu yang berbeda-perasaan penasaran dan dominasi yang meni
u dengan ketegangan yang ia rasakan. Liyana menunduk, tangan gemeta
, ia melihat sosok Galih berdiri di balik bayangan pohon, menatapnya dengan tatapan d