Kau Menebar Dusta di Hatiku
tangannya menelusuri rumput basah yang menempel di jari. Ia merasa lelah, tapi tidak hanya lelah secara fisik. Tekanan dari minggu-ming
menata dokumen, tapi juga memastikan setiap detail: kursi rapi, lampu menyala, hingga parfum yang dipakai Rafly harus tercium samar di udara. Li
Pintu terbuka, aroma maskulinnya langsung menusuk hidung Liyana. Pria itu berdiri
rkadang, kesalahan kecil membuat perbedaan besar," u
, Pak," jawabnya, meski jantungnya berdegup kencang. S
Sentuhan itu singkat, tapi cukup membuat seluruh tubuh Liyana bereaksi. Ia me
y melanjutkan, matanya menelusuri ekspresi Liyana. "
lah bagian dari godaan yang Alvin minta, tapi hatinya menolak untuk hanya
pi, wajahnya memancarkan kesempurnaan yang menakutkan
-akhir ini," Nadya mulai, suaranya dingin tapi terkend
um. "Hanya memastikan semuanya si
itu adalah ancaman terselubung. Ia kembali menata dokumen, namun hatinya tidak tenang. Nadya semakin cu
ap kota yang dipenuhi lampu-lampu kecil. P
mulai merasa ingin mendekatimu, lebih dari
tugasnya untuk menipu Rafly demi uang dan hutang keluarga, dan perasaan yang tumbuh seiring wa
lampu gantung menyorot wajah-wajah tersenyum tapi penuh kepura-puraan. Liyana sibuk melayani tamu, me
uhnya. Pandangannya beberapa kali bertemu dengan Liyana. Ada intensitas di mata itu
ly tidak terlalu dekat denganmu malam ini," Nadya berbis
ya mulai menunjukkan sikap protektif yang lebih int
Liyana. "Kamu terlihat berbeda malam ini," katanya,
kin lama ia berada dekat Rafly, semakin sulit menahan diri. Setiap sen
ly mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit tentang proyek baru. Rafly sibuk menjawab, tapi tangannya ses
i ini di ruang tamu yang hampir kosong. "Liyana, kamu tahu... aku menghargai ketelitianmu. Tapi ad
a itu bukan sekadar pujian. Ada dominasi, ada godaan
lvin yang diselipkan di tasnya. Uang tunai tid
gan biarkan Nadya atau orang lain mengga
adapi semakin besar. Setiap langkah yang ia ambil bisa berakib
jelas-menyentuh tangan Liyana saat memberikan dokumen, memanggil namanya dengan nada rendah yan
i adanya jarak yang semakin dekat antara Liyana dan Rafly. Liyana harus berp
lagi bisa membedakan antara misi dan perasaan. Setiap kali Rafly menatapnya,
menyentuh wajahnya, dan ia menutup mata sejenak, mencoba menenangkan diri. Tapi hatinya memberon
akin sulit baginya untuk mundur. Setiap langkah membawa risiko, se
enguji moral, hati, dan keb
jendela dapur, menatap jalanan yang basah karena hujan semalam. Di tangannya, secangkir kopi hampir dingin, tapi pikirannya tidak tentang
an, dari sudut mata Rafly yang tajam, dari senyum Nadya yang dingin, dan da
dasi, memastikan semuanya sesuai dengan standar rumah tangga mereka yang sempurna. Liyana tahu ini bukan sekadar pekerjaan r
a langkahnya. Rafly masuk tanpa mengetuk, aroma maskulinnya m
uaranya rendah tapi tegas. "Tapi aku
tersenyum tipis, pandangannya menembus pikirannya. Ada sesuatu dalam sorot
rapat hari ini," Rafly melanjutkan, menaruh jas dan
tua, sambil merasakan sentuhan Rafly yang tidak disengaja saat ia menaruh jas di bahunya.
bantu," kata Rafly, matanya menyala de
stikan semua siap sebelum aku kembali," katanya singkat, lalu pergi. Senyum tipisnya tidak
ang tamu, menata buku dan dokumen ketika p
arus mulai merasakan ketertarikan
tnya tetap berada di jalur berbahaya ini, tapi perasaannya mulai memberon
engan ketajamannya dalam negosiasi. Kehadiran Aditya membuat atmosfer rumah lebih tegang. Rafly sibuk
ya singkat. "Kamu baru di sini, ya?" tanyanya san
yang muncul-Aditya memberikan aura yang berbeda, dan Liyana m
a gelas minum. "Jangan terlalu tegang," ucapnya rendah, membuat Liyan
pu meja menyorot wajahnya yang tegas. "Liyana, aku ingin jujur padamu," kata Rafly. "Ada
pi juga membuat hatinya bergetar. Ia tahu, setiap kali Rafly berbica
suaranya dingin. "Ada kedekatan antara kamu dan Rafly yang tidak biasa. Aku ingin kamu be
a itu bukan ancaman kosong; ada makna tersembunyi yan
nya, ponsel bergetar lag
ikan. Jangan biarkan Nadya meng
n konflik yang semakin kompleks: tekanan Nadya, godaan Rafly, dan tuntutan Alvin. Ia
lien besar. Ia bekerja lebih dekat dari biasanya, duduk di kursi di sebelah Liyana. Tangan mereka sering be
langsung. "Aku ingin melihat bagaimana kamu berpi
kadar permintaan profesional; ada intensitas, ada domin
hnya, tapi ia tidak merasakan ketenangan. Hatanya penuh pertanyaan dan kebingungan. Ra
tau misi. Ini tentang hatinya sendiri, tentang godaan yang semakin nyata,
Rafly, setiap tatapan Nadya, setiap pesan Alvin, membawa Liy