Janji Kita Hanyalah Debu
/0/28970/coverbig.jpg?v=10344e79afe4e75605576644215a88a9&imageMogr2/format/webp)
agi sebagian orang, tapi tidak bagi Rania. Di ruang tamu yang temaram, ia duduk memandangi jam dinding yang be
embahas rencana liburan. Ia menatap nama suaminya di daftar kontak. Jemarinya ingin menekan tombol panggil, tapi segera ia urungkan.
da sesuatu yang berubah dalam rumah tangga mereka, sesuatu yang
ngkah kaki yang dikenalnya. Farel masuk tanpa rasa bersalah sedikit pun,
arel terdengar datar,
um tipis. "Me
nget," jawabnya sambil melepas dasi, berjalan
an hangat, tak ada tanya kabar. Rumah ini seperti hanya diisi
ke kamar mandi. Rania sempat melihat notifikasi yang muncul di layar
nya s
jalan, aku m
utup, lalu memalingkan wajah ke arah jendela. Ia tahu apa arti pesan itu. Ia ta
g, menatap kosong ke lantai, sementara pikirannya berkelana ke
tidak pernah diminta tapi sangat dibutuhkan. Mereka berjuang bersama dari nol. Rania masih ingat baga
orang asing. Waktu yang dulu ia berikan tanpa batas kini hanya s
a, Rania memu
kan
arel, tapi karena ia sudah terlal
ada dirinya sendiri saat ibunya dulu me
i aku dikhianati, aku akan perg
l buku catatan kecil dari laci, menuli
hitung mundur. Tiga puluh
tkan. Farel tetap dengan rutinitasnya - berangkat pag
e rekening pribadinya, mengumpulkan berkas-berkas penting, dan menulis surat gugatan yang belum
ipat pakaian ketika Farel ma
iam akhir-akhir ini?"
pakah pertanyaan itu sunggu
-apa," jaw
h, bilang. Jangan diem-diem kayak
selama ini justru ia yang paling lelah mencoba m
berkata lirih, "Aku cuma seda
kilas, tak mengerti
suaminya yang dulu ia kagumi.
i k
ntar adiknya, Livia, pulang setelah berbagi cerita singkat. Livia sempat cu
arel nggak ada masalah, k
ngan senyum hambar. "Ak
l Farel, dan setiap kali, nama Alena muncul di sana. Kadang pesan manis, kadang hanya e
a yang terus menunggu seseor
i k
jaket Farel. Dua malam, satu kamar. D
duk di lantai, menggeng
idak ada la
dengan tangan bergetar. Air matanya jatuh
isau yang memotong ik
etak surat itu dan menyi
di depannya, dengan ca
h membuatku belaja
i k
ang tah
e cokelat kesukaan Farel, membungkusnya dengan pita biru. I
egan - tanpa amarah, tanpa teriak, tanpa air mata yang ingin ia tun
an dress sederhana warna krem dan menyemprot sedikit parfum favoritnya
antor, resepsion
idak ke sini. Mau ke
opan. "Iya, saya
l lagi di ruangan, tapi-" resepsionis
a?" tanya R
apa kok, Bu. Sila
di tangannya semakin berat, seolah tahu bahwa langka
r suara tawa. Lembut, namun asing. Lalu terdengar suara Far
en
ran mengalahkan ketakutannya. Ia mendorong sedikit pintu yang tidak
annya melingkar di pinggang perempuan itu. Bi
a berhenti
ampir jatuh. Ia mundur selangkah, menutuam sekejap, semua kenangan bertahun-tahun bersama Farel berputar di kepalany
ahan, keluar dari gedun
n, ia menatap langit yang
janjiku, Ma. Aku p
i bangku taman depan kantor, lalu berjalan pergi, memb
a setelah sekian lama, la
k. Ia menemukan ruang tamu kosong, dan di meja ma
i dalamnya ada surat gugatan cerai dan sebuah. Tapi ternyata, hatiku tidak cukup untuk dua
asah. Ia berlari ke kamar, memanggi
. Tak ada lagi suara lembut yang memanggil namany
ia kenakan di hari pernikahan mereka. Putih, sederh
duk, lalu menangis untuk per
anya sudah
Dan kali ini, ia
ang kecil di kamar kontrakannya yang baru. Dindingnya tipis, catnya sedikit mengelupas, dan hanya ada satu jendela kecil yang mengha
ani ia buka. Di sudut meja, ada setangkai bunga mawar kering yang dulu Farel berikan di hari ulang tahunnya - satu-
galkan rumah itu. Tiga hari tanpa pesan, tanpa telepon, tanp
atap uap yang perlahan naik. "Mulai hari ini,
Nama yang muncul di layar mem
rumah orang tua, dia nyari kamu terus!"
a menegang. "Aku baik-baik aja, Liv
arel keliatan nye
k butuh dia datang untuk minta maaf. Aku cuma but
via akhirnya menjawab lirih, "Baik, Mbak.
ma ka
a lama. Ia tahu Livia hanya ingin membantu, tapi
in interior karena Farel ingin ia fokus mengurus rumah. "Aku pengin kamu istirahat, nggak usah capek-c
dar betapa mahalny
ninggalkan CV seadanya yang ia perbarui semalam. Banyak yang me
ania dengan mata lembut. "Kamu bisa mulai besok kalau mau. Kita butu
a bahagia. "Terima kasih, Bu. Say
Rania. "Nggak usah sungkan. Sem
terasa seperti pelukan
, menatap jendela kontrakan yang ber
3 setela
juga lega. Aku kehilangan seseorang
ipis. Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, ia bisa tidur
bayung. Setiap pagi, ia membuka pintu toko, menyalakan lampu gantung, dan menyiapkan mesin kopi sambi
ista muda yang cerewet tapi baik hati, dan Gilang, pelaya
, tapi matanya kayak menyimpan cerita," kata Gila
l. "Kamu nonton fi
tebak, kamu habi
ilang. "Eh, jangan asal
. "Aku nggak patah hati, Gilang. Aku cu
engangkat cangkir. "Kalau gitu
ngangkat cangkirn
perlahan menyembuhkan luka
. Saat semua orang tertidur, kenangan dat
tawa bersama di dapur, tentang pelukan hangat yang dulu terasa beg
awa. Di halaman pertama, ada foto mereka berdua di pant
itu lama, lalu menutup
ta cuma sampai dia bo
jendela dan menutup mata. "Tapi a
mpat lain, Farel hid
sudutnya, ada jejak Rania - aroma parfumnya di bantal, lukisan kecil di din
t cerai yang sudah ditandatangani Rania. Ia
eluruh hatiku. Tapi ternyata, ha
ghantamnya lebih
tidak aktif. Ia mendatangi orang tua Rania, tapi mereka hanya
hu Rania benar-benar meninggalkannya. "Aku nggak mau jad
l benar-be
wa kamar yang sedikit lebih luas di lantai dua, menambah beberapa pot tana
a, minggu depan ada pelatihan barista gratis dari komu
gu. "Aku kan cu
bisa naik level. Aku ya
jenak, Rania tersen
membuat latte art, mengenal berbagai jenis biji kopi
um bangga. "Kamu punya potensi besar, Rania. Kamu buka
nunduk malu. "Saya cuma pengin
ulai terbiasa melihat dunia tanpa bayangan Farel di
us. Suatu hari, Farel muncul di
gang saat melihat sosok itu berdiri di lu
ikut berbisik, "Ra
ara Rania pela
fe seketika hening. Ia menatap Ra
serak. "Aku cuma m
Aku sedang kerja, Farel. Kalau mau
an berjalan lambat. Setelah Rania menyelesaikan pesa
amu bicarakan?"
Aku salah, Rania. Aku bodoh. Aku kehila
hany
esel banget. Aku cuma pengin minta maaf, meski
rsi, duduk di depannya, menatap mata y
bukan perempuan yang
, suaranya lir
udah memaafkan kamu, tapi bukan untuk kembali
jatuh tanpa suara. "Kamu ben
esai di hari kamu mencium perempuan lain. Se
apan mereka. Farel bangkit, mena
a tanpa air mata. Tidak a
menulis lagi di
7 sejak a
rakhir kalinya. Aku tidak membencinya lag
tak sempurna,
in malam masuk melalui jendela yang terbu
lam, menatap bintang ya
knya lembut. "Terima kasih suda
k lama, Rania benar-benar perc